Bekasi — 23 Oktober 2025. Dunia pendidikan Indonesia kembali menjadi sorotan setelah insiden di SMAN 1 Cimarga, Lebak, Banten, mencuat ke publik. Seorang kepala sekolah perempuan dilaporkan oleh orang tua siswa ke pihak kepolisian karena menampar muridnya yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah dan kemudian berbohong ketika ditanya.
Kasus ini memunculkan beragam pendapat: sebagian menilai tindakan tersebut melampaui batas, sementara sebagian lain menganggapnya sebagai wujud tanggung jawab seorang pendidik dalam menjaga moral anak didiknya.
Di tengah perdebatan itu, Ibu Imas Maslahul Islahiah, S.Pd, M.Pd (cand), seorang pakar parenting Islami dan ahli Psikologi Pendidikan Islam Indonesia, memberikan pandangan yang menyejukkan. Beliau menilai bahwa peristiwa tersebut seharusnya dipahami dengan lebih bijak, bukan sekadar dinilai dari tindakan fisiknya saja.
Kasih Sayang di Balik Ketegasan Seorang Guru
Saat ditanyakan tentang fenomena tersebut ketika selesai menjadi pembicara dalam Seminar Parenting Islami bertema “Parenting Cinta untuk Ananda Tercinta” di MAN 1 Kabupaten Bekasi, Ibu Imas mengatakan peristiwa itu sebagai contoh nyata tentang pentingnya keseimbangan antara ketegasan dan kasih sayang dalam pendidikan anak.
Menurutnya, tindakan kepala sekolah yang menegur atau bahkan menampar siswa karena melanggar aturan bukanlah bentuk kekerasan apabila dilakukan dengan niat mendidik. Dalam konteks tersebut, guru justru menunjukkan kepedulian yang mendalam.
“Teguran seorang guru itu tanda cinta. Kalau dibiarkan, itu justru tanda abai. Anak yang berbuat salah harus diluruskan, bukan dimanjakan,” jelas Ibu Imas dengan nada lembut namun tegas.
Beliau menegaskan bahwa seorang kepala sekolah memiliki tanggung jawab moral yang besar. Ia bukan hanya pemimpin administrasi, tapi juga orang tua kedua bagi para siswa di sekolah. Ketika seorang pendidik menegur dengan keras, hal itu sering kali bukan karena kebencian, melainkan karena keprihatinan.
Mendidik dengan Tegas Tanpa Amarah
Ibu Imas kemudian menekankan perbedaan mendasar antara tindakan tegas yang mendidik dan tindakan yang didasari amarah.
Menurutnya, dalam dunia parenting maupun pendidikan, emosi tidak boleh menjadi dasar pengambilan keputusan.
“Ketegasan tidak sama dengan kekerasan. Tapi ketegasan juga tidak bisa dihilangkan. Anak perlu tahu batas, dan batas itu harus ditegakkan dengan hati yang tenang,” ujar beliau di hadapan para wali murid yang hadir.
Ia menjelaskan, dalam pendidikan Islami, setiap tindakan yang dimaksudkan untuk memperbaiki anak dianggap sebagai bentuk kasih sayang. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW yang menganjurkan orang tua untuk menyuruh anaknya salat sejak usia tujuh tahun, dan memberi hukuman ringan bila di usia sepuluh tahun mereka masih meninggalkannya.
Menurut Ibu Imas, konteks hadits ini bukan tentang kekerasan, melainkan penegasan moral dan tanggung jawab.
“Islam tidak mengajarkan kekerasan. Tapi Islam juga tidak membiarkan anak hidup tanpa batas. Cinta sejati itu menegur dengan lembut, tapi tetap tegas,” tuturnya.
Ketegasan Sebagai Wujud Cinta Jangka Panjang
Sebagai praktisi Psikologi Pendidikan Islam, Ibu Imas menilai bahwa banyak orang tua dan guru masa kini keliru memaknai kasih sayang.
Sebagian merasa bahwa mencintai anak berarti selalu memenuhi keinginannya dan menghindari konflik. Padahal, anak justru membutuhkan ketegasan sebagai kerangka moral dan arah hidup.
“Anak yang tumbuh tanpa disiplin akan mudah goyah, sulit menghormati aturan, dan tidak siap menghadapi kenyataan hidup,” ujarnya.
Ia menambahkan, kasih sayang yang benar justru terlihat ketika orang tua atau guru berani mengoreksi kesalahan anak, meski berisiko tidak disukai. Menurut beliau, tindakan kepala sekolah di Lebak bisa menjadi refleksi bagi para pendidik bahwa disiplin dan nilai karakter tetap harus dijaga, meskipun kadang mendapat penolakan dari sebagian orang tua.
Beliau menilai, masyarakat saat ini sering bereaksi berlebihan terhadap tindakan guru, padahal pendidik di sekolah tidak hanya mengajarkan pelajaran, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral dan tanggung jawab sosial.
“Kalau anak ketahuan merokok, lalu kita hanya diam atau menegur dengan basa-basi, anak tidak akan belajar. Kadang anak butuh guncangan kecil agar sadar,” tambahnya.
Pendidikan Karakter Butuh Sinergi Rumah dan Sekolah
Dalam sesi seminar di MAN 1 Kabupaten Bekasi, Ibu Imas juga menyoroti pentingnya sinergi antara guru dan orang tua. Ia menilai banyak masalah perilaku anak muncul karena tidak adanya keselarasan pola asuh di rumah dan di sekolah.
“Kalau di rumah anak dibiarkan, di sekolah ditegur, maka anak bingung. Mereka akan kehilangan arah mana yang benar. Karena itu, guru dan orang tua harus sejalan dalam membentuk karakter anak,” tegasnya.
Beliau menjelaskan bahwa tugas sekolah bukan hanya mencetak anak pintar, tapi juga anak yang berakhlak. Namun misi ini tidak bisa berhasil tanpa dukungan keluarga. Orang tua perlu menjadi teladan utama dan menjadikan sekolah sebagai mitra, bukan lawan, dalam mendidik.
Pendekatan Islami dalam Mendidik Anak Zaman Sekarang
Sebagai pakar parenting Islami, Ibu Imas selalu menekankan bahwa anak-anak zaman sekarang, terutama generasi Alpha dan Z, membutuhkan pendekatan yang lebih dialogis. Mereka tidak bisa hanya diperintah, tapi perlu diajak memahami alasan di balik aturan.
Namun, pendekatan dialogis itu tidak berarti bebas tanpa batas. Orang tua dan guru tetap perlu menetapkan garis disiplin yang jelas.
“Dalam Islam, cinta dan adab berjalan beriringan. Tidak ada cinta tanpa adab, dan tidak ada adab tanpa cinta,” ujarnya.
Beliau juga mengingatkan bahwa banyak anak kehilangan arah bukan karena kurang pengetahuan, tapi karena kurang kedekatan emosional dengan orang tua. Karena itu, disiplin yang diterapkan harus selalu disertai komunikasi yang menenangkan.
Mendidik dengan Hati, Bukan dengan Ego
Salah satu pesan terkuat dari Ibu Imas adalah bahwa pendidik sejati tidak pernah mendidik dari ego, melainkan dari hati.
Beliau mencontohkan, saat anak melakukan kesalahan, pendidik yang marah karena gengsi hanya akan menimbulkan jarak. Namun, jika kemarahan itu muncul dari niat memperbaiki, maka anak akan merasakannya sebagai bentuk kepedulian.
“Anak tahu kapan orang tua marah karena cinta dan kapan karena emosi. Mereka bisa merasakannya,” ujar beliau sambil tersenyum.
Karena itu, beliau mendorong para pendidik untuk terus belajar mengelola emosi, memperluas wawasan tentang psikologi anak, dan menanamkan nilai spiritual dalam setiap tindakan. Pendidikan bukan sekadar soal akademik, tapi soal pembentukan jiwa dan akhlak.
Kasus Cimarga Sebagai Cermin Pembelajaran Bersama
Menurut Ibu Imas, kejadian di SMAN 1 Cimarga seharusnya tidak hanya dilihat sebagai kasus hukum, tetapi juga pembelajaran sosial. Masyarakat perlu memahami bahwa di balik setiap tindakan pendidik ada tanggung jawab moral yang besar.
“Guru adalah perpanjangan tangan orang tua. Kalau guru sudah tidak berani menegur karena takut dilaporkan, maka anak-anak kita akan kehilangan arah disiplin,” ujarnya dengan nada prihatin.
Beliau berharap masyarakat, terutama para orang tua, dapat lebih bijak dalam merespons tindakan para guru. Jika niatnya untuk mendidik dan dilakukan tanpa kekerasan berlebihan, seharusnya dukungan justru diberikan.
Cinta, Hikmah, dan Ketegasan: Fondasi Pendidikan Islami
Di akhir paparannya, Ibu Imas kembali menegaskan prinsip dasarnya dalam mendidik: cinta yang sejati selalu disertai hikmah dan ketegasan.
Islam mengajarkan keseimbangan antara kasih sayang (rahmah) dan kebijaksanaan (hikmah). Seorang pendidik harus mampu menempatkan keduanya secara proporsional agar anak tumbuh dengan hati yang lembut, tapi juga mental yang kuat.
“Cinta tanpa ketegasan akan menyesatkan, tapi ketegasan tanpa cinta akan menyakiti,” tutupnya dengan kalimat penuh makna.
Saatnya Menghargai Peran Pendidik
Kisah di Cimarga seharusnya menjadi momentum refleksi bagi semua pihak bahwa dunia pendidikan membutuhkan dukungan, bukan tudingan.
Guru dan kepala sekolah yang bertindak dengan hati tulus sebenarnya sedang melindungi anak-anak bangsa dari kebiasaan buruk yang bisa menghancurkan masa depan mereka.
Dan sebagaimana disampaikan oleh Ibu Imas, pendidikan sejati adalah perpaduan antara cinta, hikmah, dan ketegasan.
Ingin Mengundang Ibu Imas Maslahul Islahiah Sebagai Pembicara Parenting Islami di Sekolah Anda?
📞 Hubungi PRIMAGO Consulting melalui
🌐 PRIMAGOconsulting.com
atau WhatsApp: 0896-8970-0046
Dapatkan inspirasi mendalam tentang cara mendidik anak dengan kasih sayang dan nilai-nilai Islam, langsung dari pakar parenting Islami Indonesia, Ibu Imas Maslahul Islahiah, S.Pd, M.Pd (cand).
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”
































































