Chotimah dan Fathurrohman menyebutkan bahwa pembelajaran merupakan proses yang diberikan pendidik untuk membantu peserta didik dalam memperoleh ilmu pengetahuan, keterampilan dan pembentukkan karakter pada suatu lingkungan belajar (Resti,2027). Sebuah pembelajaran akan berlangsung lancar dengan penerapan metode dan model dalam pembelajaran tersebut. Salah satu model pembelajaran yang di anjurkan sejak munculnya kurikulum 2013 hingga pada kurikulum merdeka adalah model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning.
Menurut Gagne (dalam Mulyasa,2009:111) kalau peserta didik dihadapkan pada suatu masalah, pada akhirnya mereka bukan hanya memecahkan masalah, tetapi juga belajar sesuatu yang baru. problem-based learning, fokusnya adalah mengorganisasi konten kurikulum berdasarkan skenario masalah, bukan berdasarkan mata pelajaran atau disiplin ilmu. Siswa bekerja dalam kelompok atau tim untuk menyelesaikan atau menangani skenario tersebut, namun mereka tidak diharapkan untuk menemukan serangkaian jawaban yang sudah ditentukan. Sebaliknya, mereka diharapkan untuk terlibat secara aktif dengan skenario kompleks yang diberikan kepada mereka, serta menentukan sendiri informasi apa yang perlu mereka pelajari dan keterampilan apa yang perlu mereka kuasai untuk dapat menangani situasi tersebut secara efektif (Savin,2003:2).
Pembelajaran Berbasis Masalah pertama kali diperkenalkan secara formal pada akhir tahun 1960-an di McMaster University, Kanada, khususnya di Fakultas Kedokteran. Tokoh utama penggagasnya, Howard S. Barrows, mengembangkan metode ini untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berpikir kritis dan menyelesaikan masalah nyata dalam dunia medis. Dolman (2010:733) menyatakan “Pembelajaran berbasis masalah berasal dari pendidikan kedokteran, namun prinsip-prinsipnya kini diterapkan di berbagai disiplin ilmu karena efektivitasnya dalam mendorong pembelajaran yang mendalam dan keterampilan pemecahan masalah”.
Pembelajaran berbasis masalah berbeda dengan model pemebelajaran pemecahan masalah. Nasution (dalam Sutikno,2019:100) Nasution (2000) menjelaskan bahwa pemecahan masalah adalah model pembelajaran yang mengharuskan peserta didik untuk menemukan jawabannya tanpa bantuan khusus. Sedangkan Pembelajaran berbasis masalah mengajarkan bahwa belajar tidak hanya tentang menemukan jawaban, tetapi juga tentang memahami proses berpikir, bekerja sama dengan orang lain, dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitar (Hmelo,2013:542).
Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah berdasarkan pada tulisan Maggi Savin-Baden (2003:113) adalah :
1. Menyajikan Masalah (Problem Presentation)
- Guru/fasilitator memberikan skenario masalah yang kontekstual, kompleks, dan tidak memiliki satu jawaban benar.
- Masalah harus relevan dengan dunia nyata dan cukup menantang untuk mendorong eksplorasi.
- Siswa tidak langsung diberi materi, tetapi diminta memahami dan menganalisis masalah terlebih dahulu.
2. Mengklarifikasi Istilah dan Fakta (Clarify Concepts and Facts)
- Dalam diskusi kelompok kecil, siswa mengidentifikasi fakta yang diketahui dari masalah.
- Istilah teknis atau informasi yang belum dipahami akan dijelaskan bersama-sama atau dicatat untuk dicari nanti.
3. Mengidentifikasi Masalah dan Merumuskan Pertanyaan (Define the Problem & Learning Issues)
- Siswa menentukan masalah inti dari skenario dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan kunci.
- Ini menjadi dasar untuk menyusun tujuan belajar atau learning issues yang perlu dipelajari lebih lanjut.
4. Merancang Strategi dan Pembagian Tugas (Brainstorming & Planning Learning)
- Kelompok menyusun rencana untuk mencari informasi tambahan.
- Tugas dibagi antar anggota tim untuk mencari sumber dari buku, jurnal, internet, atau wawancara pakar.
5. Belajar Mandiri (Self-Directed Learning)
- Setiap siswa mempelajari materi sesuai tugasnya secara mandiri.
- Mereka mengumpulkan informasi dan mengembangkan pemahaman terhadap isu yang telah dirumuskan.
6. Diskusi dan Sintesis Kelompok (Group Discussion and Synthesis)
- Kelompok kembali berkumpul untuk berbagi hasil temuan.
- Bersama-sama mereka menganalisis, mengevaluasi, dan menyusun pemahaman bersama atas solusi atau pendekatan terbaik.
7. Menyimpulkan dan Refleksi (Conclusion and Reflection)
- Kelompok menyimpulkan pembelajaran dan menyusun hasil akhir (presentasi, laporan, solusi, dll.).
- Siswa dan fasilitator melakukan refleksi terhadap proses dan hasil pembelajaran: Apa yang berhasil? Apa yang perlu diperbaiki?
8. Evaluasi (Assessment)
- Penilaian bisa dilakukan oleh fasilitator, diri sendiri (self-assessment), maupun rekan satu tim (peer-assessment).
- Penilaian mencakup: pemahaman konsep, kerja tim, keterampilan komunikasi, dan kemampuan berpikir kritis.
Pembelajaran berbasis masalah dianggap sebagai metode yang mampu menyiapkan peserta didik menghadapi dunia yang penuh kompleksitas (supercomplexity), di mana berbagai kerangka berpikir dan tindakan harus dikelola secara simultan. Oleh karena itu, Pembelajaran Berbasis Masalah tidak hanya mendidik siswa untuk memahami materi akademik, tetapi juga membentuk karakter dan kemampuan mereka untuk belajar sepanjang hayat.
Di Indonesia, Pembelajaran Berbasis Masalah mulai menjadi anjuran untuk dilaksanakan sebagai model dengan sintak pembelajarannya secara resmi sejak pemberlakuan kurikulum 2013 pada tahun 2014. Metode pembelajaran saintifik yang mengarahkan pada aktifitas peserta didik memunculkan empat model pembelajaran yang disarankan yaitu Pembelajaran Berbasis Penyingkapan (Inquiri Based Learning), Pembelajaran Berbasis Penemuan (Discovery Learning), Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), dan Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning).
Model Pembelajaran berbasis masalah dikatakan sesuai dengan perkembangan pembelajaran abad 21. Gardner (dalam Rose,2020:63) menyatakan “Sebagai manusia kita semua memiliki sejumlah keterampilan untuk memecahkan berbagai jenis masalah yang berbeda.” Gardner juga mendefinisikan kecerdasan adalah kemampuan untuk memcahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau lebih (Rose, 2020:64). Merujuk pada pendapat tersebut, maka Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan model pembelajaran yang tepat dalam menuntun kecerdasan peserta didik selain dengan model pembelajaran lainnya.
Merujuk pada taksonomi Andersen yang membagi tingkat kemampuan berfikir kedalam enam tingkatan mulai mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengasosiasi, hingga pada mencipta, maka melalui penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah pembelajaran dapat dilakukan hingga pada kemampuan berfikir tingkat tinggi. Minimal peserta didik bisa memiliki kemampuan analisis masalah yang baik hingga akhirnya bisa menciptakan kerangkan berfikir yang benar dalam menjawab masalah yang diberikan.
Daftar Pustaka :
Dolmans, D. H. J. M., De Grave, W., Wolfhagen, I. H. A. P., & Van Der Vleuten, C. P. M. (2010). Problem-based learning: Future challenges for educational practice and research. Medical Education, 44(7), 732–741. https://doi.org/10.1111/j.1365-2923.2010.03605.x
Hmelo-Silver, C. E. (2013). Problem-Based Learning: What and How Do Students Learn? Educational Psychology Review, 16(3), 235–266. https://doi.org/10.1023/B:EDPR.0000034022.16470.f3
Savin,Maggi.Baden.2003. Facilitating Problem-based Learning. Philadelphia: The Society for Research into Higher Education & Open University Press
Sutikno,M,Sobri.2019. Metode & Model-Model Pembelajaran Menjadikan Proses Pembelajaran Lebih Variatif, Aktif, Inovatif, Efektif dan Menyenangkan. Lombok,Holistica
Rose,Collin.Malcolm J Nicholl.2020.Revolusi Belajar (Accelerated Learning for the 21st Century).Bandung: Penerbit Nuansa Cendikia
Widiasworo, E. (2018). Strategi pembelajaran edu tainment berbasis karakter (1st ed.). Yogyakarta, Indonesia: Ar-Ruzz Media.