Mahasiswa KKN Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya perkenalkan ubi gadung sebagai pestisida ramah lingkungan
Desa Wajak, Kabupaten Malang, merupakan wilayah pertanian yang cukup aktif dalam produksi komoditas jagung. Namun, belakangan ini petani setempat menghadapi masalah serius berupa serangan hama tikus yang menyerang tanaman sejak fase vegetatif hingga menjelang panen. Hama tikus (Rattus spp.) menyebabkan kerusakan signifikan, baik dari segi kuantitas hasil maupun kualitas panen jagung.
“Biasanya kalau gulma nya sudah dibersihkan tikusnya ikut hilang mbak, tapi tahun ini gulma yang dibersihkan tidak mengurangi tikus sama sekali,” tegas Pak Mit.
Berbagai cara pengendalian telah dicoba, termasuk penggunaan pestisida kimia. Namun, dampak jangka panjang dari bahan kimia terhadap tanah, ekosistem, dan kesehatan manusia menimbulkan kekhawatiran. Karena itu, muncul kebutuhan akan solusi yang lebih ramah lingkungan dan mudah diakses oleh petani.
Sabtu, 12 Juli 2025, Mahasiswa KKN dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya di Desa Wajak serta dosen pembimbing lapang, Prof. Dr. Ir. Nurul Aini M.S. memperkenalkan ubi gadung sebagai solusi untuk mengurangi populasi hama tikus. Kandungan ini sebenarnarnya berbahaya jika dikonsumsi tanpa pengolahan, namun justru menjadi nilai tambah ketika dimanfaatkan sebagai bahan dasar pestisida nabati.
Mahasiswa KKN melihat potensi besar dari tanaman ini sebagai alternatif pengendali hama tikus di lahan jagung. Ubi gadung mudah ditemukan di lingkungan sekitar dan tidak bersaing dengan tanaman pangan utama, sehingga sangat cocok sebagai bahan pestisida alternatif yang dapat digunakan oleh petani untuk memandulkan tikus. Memandulkan tikus dengan memanfaatkan ubi gadung ini dapat mengurangi populasi tikus tanpa merusak rantai makanan yang ada di lahan jagung. Hal ini sesuai dengan SDGs no 12. Responsible Consumption and Production yang dapat menciptakan pertanian berkelanjutan.
“Ubi gadung tumbuh liar, mudah didapatkan dan mudah di manfaatkan sebagai pestisida nabati,” jelas Rohmat.

Kelompok KKN memberikan pelatihan kepada beberapa petani untuk menggolah ubi gadung menjadi pestisida nabati yang nantinya digunakan untuk memandulkan tikus. Sebelumnya mahasiswa kelompok KKN memperkenalkan bahan- bahan yang di gunakan, yaitu ubi gadung sebagai bahan utama, tepung ikan, terasi, kemiri, dedak padi, dan air. Terasi dan kemiri akan dibakar terlebih dahulu lalu dihaluskan. Ubi gadung yang sudah di parut kemudian di campur dengan semua bahan dengan menambahkan air secukupnya. Campuran ini nantinya kan dibentuk menyerupai pelet berbentuk balok dan kemudian dikering anginkan selama semalaman.
“Dibentuk seperti balok bertujuan agar pelet yang nantinya kita buat tidak mudah hancur dan langsung habis jika di makan tikus pak,” jelas Etha.
Pestisida nabati yang sudah selesai kemudian di aplikasikan dilahan jagung milik pak Mit yaitu salah satu petani jagung yang ada di Desa Wajak. Pestisida diaplikasikan ke titik-titik strategis di lahan jagung, terutama pada lubang aktif atau jalur yang sering dilalui tikus.
Setelah beberapa hari pak Mit melaporkan bahwa ada beberapa pestida nabati sudah berhasil menarik perhatian tikus dengan memakan pestisida nabati yang diletakkan di lubang-lubang tikus.
“Sudah ada yang di makan dan ada yang belum mbak, tinggal menunggu perkembanganya lagi saja,” ucap Pak Mit.
Respon petani terhadap inovasi ini sangat positif. Mereka menilai pestisida dari ubi gadung sebagai alternatif yang hemat biaya, aman untuk manusia, dan tidak mencemari lingkungan. Selain itu, metode ini dianggap memberikan pengetahuan baru dan menambah kemandirian petani dalam mengelola lahannya.
Sebagai bagian dari program keberlanjutan, kelompok KKN memberikan daftar bahan-bahan dan kandungan yang ada pada setiap bahan yang digunakan serta takaran yang diperlukan untuk pembuatan pestisida nabati yang diberikan kepada kelompok tani di Desa Wajak.
Diharapkan, setelah masa KKN selesai, petani dapat melanjutkan inovasi ini secara mandiri dan bahkan bisa mengembangkannya ke tanaman lain yang juga rawan terhadap serangan hama tikus.
Dengan edukasi yang berkelanjutan dan dukungan dari pemangku kepentingan lokal, inovasi sederhana ini berpotensi membawa dampak besar bagi ketahanan pangan petani jagung di Desa Wajak dan wilayah sekitarnya.
“Bergerak Bersama Wajak, Tumbuhkan Inovasi, Membangun Kreativitas Masyarakat”
#DesaWajak
#SDGs12
#PertanianBerkelanjutan
#KKNFPUB
#KKNFPUBDESAWAJAK2025
Penulis: Etha Natalina Br Karo Sekali
Mahasiswa Universitas Brawijaya
Dosen Pengampu Lapang: Prof. Dr. Ir. Nurul Aini M.S.
Editor: Etha Natalina Br Karo Sekali & Khansa Alifa Suci