Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati. Hal ini membuat Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam sektor pertanian jika dibandingkan dengan negara lain, dikarenakan tersedianya berbagai faktor produksi. Sektor pertanian sendiri terbagi menjadi beberapa subsektor yang salah satunya adalah komoditas pangan. Komoditas pangan memberikan kontribusi penting dalam swasembada pangan. Swasembada pangan adalah kondisi kemandirian suatu negara atau wilayah dalam memenuhi seluruh kebutuhan pangan penduduknya dari produksi sendiri tanpa harus bergantung pada impor.
Data dari BPS (2015) menunjukkan bahwa subsektor komoditas pangan merupakan penyumbang terbesar dalam kontribusi nominal Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara value tanaman pangan masih terus mengalami peningkatan dengan laju sebesar 16,08% per-tahunnya. Menurut Pratama (2020), ubi kayu atau singkong merupakan komoditas pangan yang potensial bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Indonesia menjadi negara pengekspor ubi kayu ketiga tersesar setelah Thailand dan Vietnam (FAO, 2011).
Singkong sebagai makanan tinggi karbohidrat memiliki potensi peran yang cukup penting dalam menopang ketahanan pangan di suatu wilayah sebagai makanan pokok pengganti beras. Namun, tidak hanya sebagai sumber pangan alternatif, singkong juga bisa menjadi bahan baku pada berbagai industri modern. Disinilah peran agroindustri dibutuhkan untuk mengubah hasil panen mentah menjadi produk olahan yang bernilai tambah tinggi.
Apa itu Agroindustri?
Agroindustri merupakan industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya. Agroindusti juga dapat didefinisikan sebagai kegiatan industri yang bahan baku, rancangan dan ketersediaan alat dan jasanya memanfaatkan hasil pertanian. Agroindustri ini meliputi industri pengolahan hasil pertanian, industri yang memproduksi peralatan dan mesin pertanian, industri input pertanian seperti pupuk, pestisida dll. Serta industri jasa sektor pertanian (Udayana, 2011). Agroindustri mengubah bahan-bahan hasil pertanian menjadi barang setengah jadi atau bahan hasil produksi industri yang siap digunakan.
Agroindustri Singkong
Agroindustri dalam hal ini merupakan bentuk penerapan teknologi dan manajemen modern untuk mengolah singkong menjadi produk olahan. Dengan adanya agroindustri menjadikan singkong dapat memiliki nilai tambah, diubah menjadi produk yang dapat dipasarkan atau dimakan dan meningkatkan pendapatan serta keunntungan bagi produsen termasuk petani.
Pangan olahan dari singkong bisa dalam berbagai bentuk. Seperti tepung tapioka, yang sering digunakan sebagai bahan untuk membuat berbagai makanan seperti cilok, cireng, serta berbagai makanan tradisional seperti candil, dan klepon atau sebagai bahan tambahan pengental. Singkong juga bisa diolah menjadi pati termodifikasi dengan dilakukan pengubahan sifat dan strukturnya melalui berbagai perlakuan fisik, kimia atau enzimatik sehingga aplikasinya lebih luas dalam produk pangan. Selain sebagai produk atau bahan pangan, singkong juga dapat diolah menjadi bioetanol dan bahan baku plastik biodegradable.
Bioetanol merupakan bahan bakar nabati yang dihasilkan melalui proses fermentasi karbohidrat seperti glukosa, sukrosa, atau pati menjadi etanol. Menurut Arlianti (2018), dalam kulit singkong terkandung selulosa sebesar 80-85%, sehingga memiliki potensi dalam pembuatan bioetanol. Singkong berpotensi menjadi bahan bakar alternatif yang kompetitif karena lebih mudah dibudidayakan dan membutuhkan input lahan yang lebih rendah. Selain itu, limbah hasil proses produksi bioetanol dapat dimanfaatkan kembali sebagai pupuk cair organik atau bahan bakar biomassa, sehingga mendukung prinsip pertanian sirkular.
Singkong juga memiliki potensi besar sebagai bahan baku plastik biodegradable atau plastik yang dapat terurai secara alami. Pengembangan plastik biodegradable berbasis singkong ini membuka peluang ekonomi baru di sektor agroindustri hijau.
Pengembangan agroindustri singkong ini bukan hanya tentang inovasi teknologi, tetapi juga strategi pembangunan nasional yang menyentuh banyak aspek. Oleh karena itu diperlukan kolaborasi antara pemerintah, lembaga riset, perguruan tinggi, dan petani singkong untuk memastikan pengembangan ini berjalan secara berkelanjutan.
Dengan demikian, pengembangan agroindustri singkong memiliki hubungan yang erat dengan pembangunan pertanian nasional. Melalui pengolahan hasil pertanian menjadi produk bernilai tambah seperti tepung, bioetanol, dan bahan baku plastik biodegradable, agroindustri mampu memperkuat rantai nilai sektor pertanian dari hulu ke hilir. Dampaknya tidak hanya meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga memperluas kesempatan kerja di pedesaan, mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku industri, serta mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”