Palembang, Beritalima.com – “Anak-anak sekarang serba bisa pakai teknologi. Tapi, apakah mereka sudah benar-benar paham maknanya?”
Kalimat itu mungkin terdengar sederhana, tapi sesungguhnya jadi refleksi besar dunia pendidikan hari ini. Di tengah gempuran teknologi dan derasnya arus informasi, literasi digital bukan lagi sekadar keterampilan tambahan — melainkan kebutuhan pokok bagi Generasi Z.
📖 Dunia Belajar yang Berubah
Bangun pagi, buka ponsel, cek notifikasi kelas daring, cari referensi di YouTube, hingga mengirim tugas lewat platform pembelajaran digital — begitulah rutinitas pelajar masa kini. Mereka lahir dan tumbuh bersama teknologi; gadget bukan sekadar alat hiburan, tapi ruang hidup kedua mereka. Namun, di balik kecakapan itu, banyak siswa belum benar-benar paham bagaimana berpikir kritis dalam dunia digital. Mereka bisa menyalin informasi dengan cepat, tapi belum tentu tahu cara memilah sumber yang valid. Mereka aktif di media sosial, tapi belum tentu mengerti etika dan batas privasi. Inilah alasan mengapa literasi digital perlu diajarkan, bukan diasumsikan.
📱Literasi Digital: Kompas di Lautan Informasi
Di dunia maya, informasi berlimpah seperti ombak — cepat, deras, dan tidak selalu jernih. Literasi digital berfungsi seperti kompas dan pelampung bagi pelajar: menolong mereka agar tidak tenggelam dalam kabar bohong, disinformasi, atau budaya “asal share.”
Kemampuan literasi digital tidak hanya tentang mengoperasikan teknologi, tetapi juga:
📌Berpikir kritis terhadap informasi yang dikonsumsi,
📌Bertanggung jawab terhadap jejak digital,
📌Beretika saat berinteraksi daring, dan
📌Kreatif dalam menciptakan konten positif.
Dengan bekal ini, Generasi Z bisa menjadi bukan sekadar konsumen informasi, melainkan pencipta perubahan.
👩🏻📲Dari Siswa Menjadi Kreator
Banyak sekolah kini mulai menanamkan literasi digital lewat pembelajaran berbasis proyek. Misalnya, siswa diminta membuat video pendek tentang “Hoaks di Sekitar Kita” atau menulis blog tentang isu lingkungan lokal.
Hasilnya? Mereka bukan hanya belajar teknologi, tapi juga belajar berpikir.
Seorang guru bahkan pernah berkata,
“Anak-anak jauh lebih bersemangat ketika diberi ruang untuk berkarya digital daripada hanya menghafal materi.”
Itulah bukti bahwa literasi digital bisa mengubah cara belajar — dari pasif menjadi partisipatif.
🔎Tantangan di Lapangan
Meski potensinya besar, penerapan literasi digital di sekolah masih menemui berbagai hambatan. Ada yang terkendala jaringan internet, keterbatasan perangkat, bahkan kesenjangan kemampuan antara guru dan siswa. Tak jarang guru merasa “kalah cepat” dengan muridnya yang lebih akrab dengan teknologi. Namun, tantangan ini bukan alasan untuk berhenti. Justru di sinilah pentingnya kolaborasi: antara sekolah, orang tua, dan pemerintah.
Guru perlu mendapat pelatihan berkelanjutan, siswa diarahkan pada penggunaan positif, dan orang tua ikut mengawasi dengan bijak. Literasi digital bukan proyek satu pihak — melainkan gerakan bersama.
🌐🎖️Menjadi Warga Digital yang Berkarakter
Tujuan akhir pendidikan literasi digital bukan hanya agar siswa bisa menguasai teknologi, tapi agar mereka bijak menggunakannya. Mereka harus tahu kapan harus berbagi, kapan harus diam; kapan harus percaya, kapan harus mencari tahu lebih jauh.Sebab, di dunia digital, setiap jari yang mengetik bisa membawa dampak besar — baik atau buruk. Maka, literasi digital sejatinya adalah pendidikan karakter versi masa kini.
🏫 Saatnya Pendidikan Bertransformasi
Pendidikan tidak boleh tertinggal dari zaman. Sekolah perlu menanamkan literasi digital sebagai jiwa baru pembelajaran — agar siswa bukan hanya pintar secara akademis, tetapi juga cerdas secara digital.
Dengan begitu, Generasi Z tidak sekadar siap menghadapi masa depan, tapi juga siap menciptakan masa depan yang lebih baik.
Dan literasi digital adalah langkah awal menuju arah itu.
👤 Tentang Penulis
Suci Rahmadani adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sriwijaya Palembang. Ia memiliki ketertarikan pada bidang pendidikan, literasi, dan inovasi digital. Suci percaya bahwa masa depan pendidikan Indonesia bergantung pada sejauh mana generasi muda mampu memanfaatkan teknologi secara cerdas dan beretika.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”