Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kekuasaan adalah salah satu aspek fundamental yang menentukan arah dan kualitas pemerintahan. Namun,kekuasaan tidak pernah statis; ia selalu mengalami pergeseran dari waktu ke waktu akibat dinamika politik, sosial, dan ekonomi yang terjadi di masyarakat. Pergeseran kekuasaan ini sering kali membawa perubahan signifikan dalam tata kelola pemerintahan, yakni bagaimana sebuah pemerintahan mengatur sumber daya, membuat kebijakan, dan memberikan pelayanan kepada warganya
Di Indonesia, misalnya, sejak era reformasi 1998, terjadi pergeseran kekuasaan yang cukup drastis dari kekuasaan yang berdasar pada pemerintah pusat menuju desentralisasi ke daerah-daerah. Menurut data Kementerian Dalam Negeri tahun 2023, sekitar 34% kewenangan pemerintahan yang sebelumnya dikuasai pusat telah dialihkan ke pemerintah daerah untuk meningkatkan efisiensi dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. Namun, perubahan ini juga menimbulkan tantangan baru: bagaimana menjaga koordinasi antar lembaga, menghindari benturan kepentingan, serta memastikan transparansi dan akuntabilitas tetap terjaga.
Selain di tingkat nasional, pergeseran kekuasaan juga terjadi dalam konteks globalisasi, di mana aktor non-negara seperti perusahaan multinasional dan lembaga internasional memiliki pengaruh yang semakin besar terhadap kebijakan dalam negeri. Fenomena ini memperluas cakupan ruang tata kelola pemerintahan, menuntut pemerintah untuk beradaptasi dalam menghadapi tekanan dan tuntutan baru.
Selain di tingkat nasional, pergeseran kekuasaan juga terjadi dalam konteks globalisasi, di mana aktor nonnegara seperti perusahaan multinasional dan lembaga internasional memiliki pengaruh yang semakin besar terhadap kebijakan dalam negeri. Fenomena ini memperluas ruang lingkup tata kelola pemerintahan, menuntut pemerintah untuk adaptif dalam menghadapi tekanan dan tuntutan baru.
Menurut pandangan Max Weber, kekuasaan adalah kemampuan seseorang suatu kelompok untuk mewujudkan kehendaknya meskipun menghadapi perlawanan. Kekuasaan ini datang dalam tiga bentuk utama yang dapat saling berinteraksi: kekuasaan tradisional yang didasarkan pada adat dan kebiasaan, kekuasaan karismatik yang terletak pada kharisma individu, serta kekuasaan hukum-rasional yang berasal dari aturan dan sistem hukum yang berlaku. Menyadari bentuk-bentuk kekuasaan ini membantu kita memahami perubahan siapa dan bagaimana pihak yang memegang kendali dalam pemerintahan.
Tata kelola pemerintahan adalah kerangka kerja yang mengatur bagaimana pemerintah menjalankan fungsinya secara efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Konsep tata pemerintahan yang baik yang diperkenalkan oleh Bank Dunia menekankan pada enam prinsip utama: partisipasi, keadilan, transparansi, tanggung jawab, konteks orientasi, efisiensi, dan akuntabilitas. Prinsip-prinsip ini menjadi tolok ukur bagaimana kualitas pengelolaan pemerintahan dapat diukur dan diukur.
Teori perubahan politik menyatakan bahwa distribusi kekuasaan dalam masyarakat tidak bersifat statis, melainkan selalu dinamis, dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Misalnya, proses demokratisasi sering kali mengalihkan kekuasaan dari kelompok elit yang berkeinginan ke aktor yang lebih beragam, termasuk masyarakat sipil dan pemerintah daerah. Namun, perubahan ini tidak selalu mulus. Pergeseran yang cepat atau tidak terencana dapat menimbulkan konflik, konflik kepentingan, dan perubahan utama dalam cara tata kelola dijalankan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pergeseran kekuasaan yang terjadi, khususnya pasca reformasi 1998 di Indonesia, membawa dampak yang cukup beragam bagi tata kelola pemerintahan. Salah satu perubahan yang paling nyata adalah desentralisasi kewenangan dari pemerintah pusat ke daerah, yang dimaksudkan untuk memperkuat partisipasi masyarakat dan meningkatkan efektivitas pelayanan publik. Data Kementerian Dalam Negeri (2023) mengungkapkan bahwa sekitar 34% kewenangan telah dialihkan ke pemerintah daerah, yang juga memperluas ruang bagi masyarakat lokal untuk ikut serta menentukan kebijakan yang berdampak langsung pada mereka.
Namun, perjalanan pergeseran kekuasaan ini tidak selalu mulus. Dalam beberapa kasus, kelemahan koordinasi antar lembaga pemerintahan menjadi tantangan utama. Misalnya, adanya tumpang tindih kewenangan antara pemerintah daerah dengan lembaga pusat menyebabkan kebingungan dalam pelaksanaan program dan pengelolaan sumber daya. Hal ini kadang menimbulkan konflik dan ketegangan politik yang berakhir pada menurunnya kualitas pelayanan publik.
Selain itu, munculnya aktor-aktor baru di ranah politik, seperti kelompok masyarakat sipil atau korporasi swasta yang semakin memiliki pengaruh besar, menggeser pola kekuasaan konvensional. Pergeseran ini berlangsung dinamis, menuntut tata kelola pemerintahan agar lebih responsif dan adaptif dalam menghadapi tuntutan tersebut. Sebab, jika tidak dikelola dengan baik, risiko terjadinya korupsi atau perlindungan kekuasaan tetap tinggi. Transparency International pada tahun 2024 melaporkan bahwa meskipun ada kemajuan, tingkat korupsi di Indonesia masih menjadi perhatian. terutama di tingkat pemerintahan daerah.
Kesimpulan
Pergeseran kekuasaan dalam pemerintahan adalah proses yang alami dan tak terhindarkan dalam dinamika politik suatu negara. Dari analisis artikel ini, terlihat bahwa pergeseran kekuasaan yang terjadi di Indonesia, khususnya melalui desentralisasi pasca reformasi, membawa banyak perubahan positif seperti peningkatan partisipasi publik dan peluang perbaikan pelayanan pemerintahan dalam mengelola pemerintah seiring dengan dinamika kekuasaan yang terjadi demi masa depan bangsa yang lebih baik.
Dengan demikian, pergeseran kekuasaan yang dikelola secara bijak dapat menjadi jalan untuk menciptakan pemerintahan yang lebih efektif, akuntabel, dan dipercaya oleh masyarakat. Sebaliknya, jika perubahan tersebut tidak diimbangi dengan tata kelola yang baik, maka akan menimbulkan ketidakstabilan dan melemahnya kualitas pemerintahan yang pada akhirnya merugikan rakyat banyak. Maka dari itu, penting bagi semua pihak untuk terus berupaya memperbaiki tata Indonesia. Yogyakarta: Pers Universitas Gadjah Mada.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Dalam Negeri Republik Otonomi dan indonesia. (2023). Laporan Desentralisasi Daerah Tahun 2023. Jakarta: Kementerian Dalam Negeri.
World Bank. (2022). Worldwide Governance Indicators. Washington, DC: World Bank Group.
Transparency International. (2024). Corruption Perceptions Index. Berlin: Transparency International.
Sari, D. A., & Nugroho, Y. (2025). Problematika dan Tantangan Desentralisasi di Indonesia: Kajian Literatur Review Pasca Reformasi. Jurnal Manajemen dan Administrasi Publik, 12(1), 45-68.
Marzuqi, M., & Muchtar, I. R. (2019). Implementasi Otonomi Daerah dan Korupsi Kepala Daerah. Jurnal Governance, 7(2), 89-105.
Nugroho, S. (2018). Dinamika Tata Kelola Pemerintahan Daerah di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hariyanto, R. (2024). Kebijakan Desentralisasi Pendidikan dan Implementasi di Indonesia. Jurnal Pendidikan dan Kebijakan Publik, 9(3), 150-162.
Nama Penulis: Budi Akung Cholid
Mahasiswa UIN SSC
Jawa Barat, Kab. Cirebon, Kec. Astana japura, kel. Japura bakti
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”