Setiap kali angka pertumbuhan ekonomi diumumkan oleh lembaga resmi, euforia sering kali menyeruak di berbagai kalangan. Namun di balik lonjakan angka tersebut, muncul pertanyaan yang lebih mendasar: apakah pertumbuhan ekonomi benar-benar mencerminkan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, khususnya bagi pelajar Indonesia? Di era yang semakin menuntut inklusivitas, keadilan, dan pengentasan kesenjangan sosial, pertanyaan ini menjadi semakin relevan untuk dibahas.
Angka Pertumbuhan Ekonomi: Antara Prestasi Makro dan Realitas Mikro
Indonesia, sebagai negara berkembang, kerap membanggakan pencapaian angka pertumbuhan ekonomi yang stabil. Namun pertumbuhan yang bersifat agregat tersebut seringkali menyembunyikan realitas mikro yang jauh berbeda. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sultan, Rahayu, dan Purwiyanta (2023), pertumbuhan ekonomi nasional memang mengalami fluktuasi yang cukup dinamis, terutama selama dan pasca pandemi COVID-19. Meskipun angka PDB menunjukkan tren positif, nyatanya tidak semua kelompok masyarakat merasakan dampak yang setara.
Di banyak wilayah, terutama daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), akses terhadap pendidikan masih sangat terbatas. Ketika investasi infrastruktur lebih banyak difokuskan pada sektor strategis makro, sektor pendidikan kerap menjadi prioritas sekunder. Hal ini menyebabkan pelajar di wilayah tersebut tertinggal secara kualitas pembelajaran, teknologi, dan fasilitas pendukung lainnya. Maka, angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi tak serta merta dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan pemerintah dalam menyejahterakan generasi muda.
Pentingnya Memahami Kesejahteraan Secara Lebih Holistik
Dalam kerangka pembangunan manusia, kesejahteraan tidak bisa diukur hanya dengan pertumbuhan ekonomi. Indikator seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM), angka partisipasi sekolah, tingkat melek huruf, serta kualitas fasilitas pendidikan, menjadi bagian tak terpisahkan dalam mengukur kualitas hidup masyarakat. Sultan et al. (2023) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki keterkaitan dengan variabel-variabel sosial seperti pengangguran, kemiskinan, dan inflasi. Ketika ketiga indikator tersebut tidak dikelola dengan baik, maka pertumbuhan yang dicapai hanya dinikmati oleh kelompok tertentu saja, meninggalkan sebagian besar masyarakat, termasuk pelajar, dalam kondisi stagnan.
Dampak Tidak Langsung terhadap Dunia Pendidikan
Pertumbuhan ekonomi seharusnya menciptakan ruang fiskal yang lebih luas bagi negara untuk berinvestasi dalam pendidikan. Artinya, semakin besar pendapatan nasional, semakin besar pula peluang untuk meningkatkan alokasi anggaran pendidikan, memperluas beasiswa, dan memperbaiki infrastruktur sekolah. Namun kenyataannya, banyak sekolah masih kekurangan guru berkualitas, kekurangan akses internet, dan minim fasilitas belajar yang memadai.
Di tingkat keluarga, pertumbuhan ekonomi juga diharapkan dapat meningkatkan daya beli orang tua untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak. Namun ketika distribusi pertumbuhan tidak merata, keluarga dengan penghasilan rendah tetap kesulitan membeli perlengkapan sekolah, mengikuti les tambahan, atau bahkan sekadar membiayai transportasi ke sekolah. Ketimpangan ini berpotensi memperlebar jurang antara pelajar dari keluarga mapan dan pelajar dari keluarga prasejahtera.
Mengapa Pelajar Harus Peduli?
Banyak pelajar merasa bahwa topik ekonomi adalah sesuatu yang jauh dari kehidupan mereka sehari-hari. Padahal, kebijakan ekonomi hari ini akan menentukan kualitas pendidikan yang mereka terima, beasiswa yang tersedia, serta peluang kerja yang bisa mereka raih di masa depan. Ketika pelajar sadar akan pentingnya keterlibatan dalam diskusi ekonomi dan kebijakan publik, mereka akan lebih siap menjadi warga negara yang kritis dan peduli terhadap keadilan sosial.
Lebih dari itu, pemahaman terhadap hubungan antara ekonomi dan pendidikan akan mendorong pelajar untuk memperjuangkan hak-hak mereka—baik dalam hal fasilitas belajar, pelatihan vokasional, maupun pelibatan dalam pengambilan keputusan lokal. Pelajar bukan hanya penerima manfaat pembangunan, tetapi juga aktor penting dalam keberlanjutan bangsa.
Langkah Strategis Menuju Pertumbuhan Inklusif
Pemerintah dan pemangku kepentingan perlu melihat pertumbuhan ekonomi secara lebih multidimensional. Dalam jangka pendek, penting untuk mendorong perluasan akses pendidikan melalui pembangunan sekolah di daerah terpencil, peningkatan pelatihan guru, dan penyediaan teknologi belajar. Dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi harus diarahkan untuk mempersempit kesenjangan sosial, dengan menanamkan investasi yang berdampak langsung bagi masa depan generasi muda.
Sultan et al. (2023) menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi yang inklusif hanya bisa tercapai jika kebijakan sosial dan ekonomi berjalan beriringan. Penurunan angka kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, serta pengendalian inflasi akan membantu menciptakan kondisi yang lebih kondusif bagi pelajar untuk tumbuh dan berkembang.
Kesimpulan
Pertumbuhan ekonomi memang penting sebagai simbol kekuatan negara. Namun, kekuatan sejati suatu bangsa terletak pada kualitas sumber daya manusianya, termasuk pelajar. Jika pertumbuhan hanya dinikmati segelintir pihak, maka kesenjangan akan semakin melebar. Sudah saatnya kita melihat pertumbuhan ekonomi bukan hanya dari angka-angka, tetapi dari dampaknya terhadap kehidupan nyata—terutama bagi pelajar Indonesia yang saat ini sedang membentuk masa depan bangsa.
Penulis: Enjelin Amanda Dewi
Sumber gambar: Istockphoto.com