Belakangan ini, kelas pottery bermunculan di kota-kota besar dan banyak dipadati kaum urban. Aktivitas membentuk tanah liat menjadi mangkuk, vas, atau hiasan sederhana kini tak hanya milik seniman, tapi juga digandrungi anak muda yang mencari pengalaman baru. Foto-foto tangan berlumur tanah liat dengan karya setengah jadi pun ramai menghiasi feed Instagram dan TikTok. Namun, apakah fenomena ini sekadar tren estetik belaka, atau benar-benar lahir dari minat seni yang tulus?
Pottery Sebagai Aktivitas Estetik
Tidak bisa dipungkiri, pottery menawarkan daya tarik visual yang kuat. Proses membentuk tanah liat, hasil karya yang unik, hingga suasana studio yang artsy menjadikan aktivitas ini sangat cocok untuk diabadikan dan dipamerkan di media sosial. Bagi sebagian orang, mengikuti kelas pottery adalah bagian dari gaya hidup estetik: sebuah cara untuk terlihat kreatif dan mindful di mata publik digital.
Lebih dari Tren: Terapi dan Kreativitas
Namun, pottery juga punya nilai lebih dari sekadar tren. Banyak peserta menemukan aktivitas ini menenangkan, bahkan terapeutik. Sentuhan tanah liat yang lembut, fokus dalam membentuk, hingga kepuasan melihat hasil karya dapat membantu meredakan stres akibat rutinitas urban yang padat.
Selain itu, pottery membuka ruang eksplorasi kreatif. Tidak ada hasil yang benar-benar salah; setiap karya mencerminkan karakter unik pembuatnya. Inilah yang membuat banyak orang akhirnya menjadikan pottery bukan hanya hobi sekali coba, tetapi bagian dari minat seni jangka panjang.
Antara Gaya Hidup dan Seni Sejati
Fenomena pottery di kalangan urban menunjukkan adanya pertemuan antara gaya hidup dan seni. Bagi sebagian, ia memang sekadar aktivitas lifestyle yang instan. Namun bagi yang lain, ia bisa menjadi pintu masuk untuk lebih mendalami seni kriya, bahkan mungkin mengubah arah karier atau gaya hidup.
Kesimpulan
Pottery di kota-kota besar memang tidak bisa dilepaskan dari tren estetik media sosial. Tetapi di balik itu, ia juga punya nilai terapeutik, kreatif, dan seni yang mendalam.
Apakah pottery hanya sekadar tren atau minat seni sejati? Jawabannya tergantung pada bagaimana kita menjalaninya: hanya sebagai konten sesaat, atau sebagai sarana untuk benar-benar berkarya dan menemukan ketenangan.
Penulis: Enjelin Amanda Dewi
Sumber gambar: canva.com
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”