Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto kembali menegaskan rencana ambisius pemerintahannya untuk membangun tanggul laut raksasa sepanjang 535 kilometer di pantai utara (Pantura) Jawa, dalam upaya melindungi sekitar 50 juta penduduk dari ancaman kenaikan permukaan air laut yang kian mengkhawatirkan.
Pernyataan ini disampaikan Prabowo saat memberikan pengantar dalam Sidang Kabinet Paripurna yang digelar tepat pada peringatan satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/10/2025). “Dan bila perlu di tempat lain. Kita juga sudah mulai persiapan untuk membangun 535 km panjang tanggul laut di pantai utara Jawa. Ini untuk menyelamatkan 50 juta penduduk,” tegas Prabowo.
Ancaman Nyata dari Perubahan Iklim Global
Menurut data NASA tahun 2025, tingkat kenaikan permukaan air laut global telah meningkat lebih cepat dari perkiraan, dengan laju kenaikan mencapai 0,59 sentimeter per tahun—sekitar 35 persen lebih tinggi dari prediksi sebelumnya. Penelitian menunjukkan bahwa dari 1993 hingga 2023, tingkat kenaikan permukaan laut global tahunan telah berlipat ganda, naik dari 0,08 inci menjadi 0,18 inci per tahun.
Prabowo menjelaskan bahwa ancaman perubahan iklim sudah berada di depan mata. “Air laut naik 5 cm setahun. Jadi harus segera kita selamatkan ini. Karena di pantai utara Jawa ini, ini juga kalau tidak salah industri kita ada di pantai utara Jawa itu,” ungkap Presiden.
Kawasan Pantura menjadi sangat krusial karena menampung sekitar 60 persen industri nasional dan ribuan hektare sawah produktif yang menjadi lumbung pangan nasional. Tanpa perlindungan memadai, kawasan ekonomi strategis ini akan menghadapi risiko serius akibat banjir rob dan erosi pantai yang terus mengintensif.
Tren Global Infrastruktur Pelindung Pantai 2025
Proyek tanggul laut raksasa Indonesia sejalan dengan tren global tahun 2025, di mana berbagai negara meningkatkan investasi infrastruktur pelindung pantai. International Conference on Disaster Resilient Infrastructure (ICDRI) 2025 mengidentifikasi perlunya investasi besar-besaran untuk memperkuat ketahanan infrastruktur pesisir, terutama di negara-negara berkembang yang rentan.
Menurut laporan Allianz, ekonomi global perlu menginvestasikan hampir 3,5 persen dari PDB per tahun (sekitar USD 4,2 triliun) selama dekade mendatang untuk infrastruktur sosial, transportasi, energi, dan digital yang tahan masa depan. Indonesia sendiri membutuhkan investasi lebih dari USD 1,5 triliun untuk infrastruktur non-energi hingga tahun 2035.
Studi tahun 2025 memproyeksikan bahwa jika emisi CO2 terus meningkat, permukaan laut global sangat mungkin naik antara 0,5 hingga 1,9 meter pada tahun 2100—dengan proyeksi tertinggi mencapai 90 sentimeter lebih tinggi dari perkiraan PBB. Pada 2050, diperkirakan 800 juta orang dan 570 kota pesisir akan mengalami kenaikan permukaan laut lebih dari setengah meter.
Perusahaan Beton Pracetak Hijau seperti WIKA Beton telah menunjukkan kapasitasnya dalam proyek-proyek strategis serupa, termasuk keterlibatan mereka dalam Proyek Kereta Api Metro Manila Filipina dan berbagai proyek pengendali banjir di Jawa Tengah, membuktikan kesiapan industri konstruksi Indonesia untuk menghadapi tantangan infrastruktur skala besar.
Skema Pembiayaan dan Tantangan Implementasi
Proyek Giant Sea Wall diperkirakan membutuhkan dana minimal USD 80 miliar dengan periode konstruksi sekitar 20 tahun untuk seluruh Pantura. Pemerintah tidak akan mengandalkan APBN semata, melainkan menerapkan skema Kemitraan Pemerintah dan Swasta (Public-Private Partnership/PPP) dengan melibatkan investor domestik dan asing.
Fase awal konstruksi akan difokuskan pada wilayah yang paling rentan terhadap banjir rob seperti Jakarta, Semarang, Pekalongan, dan Brebes. Pemerintah telah membentuk Badan Pengelola Pantai Utara Jawa yang bertanggung jawab mengkoordinasikan pembangunan dan pembiayaan proyek.
Namun, proyek ini juga menghadapi kritisisme dari para ahli dan aktivis yang mempertanyakan metode, biaya, dan dampak potensial terhadap komunitas rentan. Laporan dari konsultan internasional menyarankan pendekatan terpadu yang memadukan berbagai konsep perlindungan pesisir—tidak hanya tanggul laut, tetapi juga solusi berbasis alam seperti restorasi mangrove dan konservasi ekosistem pesisir.
Filosofi Kepemimpinan dan Tanggung Jawab Negara
Dalam kesempatan yang sama, Prabowo juga menekankan filosofi dasar dalam menjalankan pemerintahan. “Saya percaya bahwa menjalankan pemerintahan ternyata sebenarnya tidak terlalu rumit. Pertama, awalnya harus dari niat. Niat kita harus baik, niat kita sungguh-sungguh untuk menjalankan amanat dari rakyat,” jelasnya.
Presiden menambahkan bahwa amanah besar ini memerlukan keberanian, kejujuran, dan komitmen penuh untuk melindungi seluruh lapisan masyarakat. “Kita diberi kekuasaan oleh rakyat untuk melindungi rakyat dari semua bahaya. Bahaya kemiskinan, bahaya kelaparan, bahaya penyakit, bahaya ancaman dari badai, dari bencana, ancaman dari kerusuhan, ancaman dari serangan dari pihak luar,” pungkasnya.
Pembangunan tanggul laut raksasa Pantura merupakan bentuk tanggung jawab negara dalam melindungi rakyat dan aset strategis bangsa dari ancaman perubahan iklim yang tidak lagi bisa ditunda. Proyek yang telah direncanakan sejak 1995 ini kini memasuki fase implementasi setelah tertunda selama hampir tiga dekade.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”