Pancasila merupakan dasar negara, ideologi, serta pandangan hidup bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai universal dan fundamental. Lima sila Pancasila mencerminkan cita-cita moral dan filosofis bangsa yang berfungsi sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, termasuk dalam menjalankan hak dan kewajiban warga negara. Di era globalisasi yang ditandai oleh perubahan sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang sangat cepat, tantangan terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban warga negara menjadi semakin kompleks.
Arus globalisasi membawa pengaruh besar terhadap perilaku masyarakat, termasuk dalam cara memahami hak dan kewajiban. Di satu sisi, globalisasi memberikan kemudahan dalam memperoleh hak, seperti kebebasan berpendapat dan hak memperoleh informasi. Namun di sisi lain, muncul fenomena pengabaian terhadap kewajiban seperti lemahnya kesadaran hukum, rendahnya disiplin sosial, dan menurunnya rasa tanggung jawab terhadap negara (Paramesti dkk., 2023). Dalam konteks tersebut, nilai-nilai Pancasila berperan sebagai kompas moral agar warga negara mampu menyeimbangkan hak dan kewajiban dengan berlandaskan nilai keadilan, kemanusiaan, dan persatuan.
Nilai-nilai Pancasila memiliki kedudukan penting sebagai pedoman dalam menafsirkan dan melaksanakan hak serta kewajiban warga negara. Setiap sila mengandung nilai moral dan sosial yang berfungsi sebagai landasan bagi terciptanya keseimbangan antara kebebasan individu dan tanggung jawab sosial. Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa, terkandung nilai spiritual yang menegaskan hak setiap warga negara untuk memeluk agama sesuai keyakinan masing-masing, sekaligus kewajiban untuk menghormati perbedaan tersebut. Sikap toleransi ini menjadi dasar dalam menjaga kerukunan antarumat beragama.
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menegaskan pentingnya penghormatan terhadap martabat manusia. Hak asasi warga negara harus dijaga dan dilindungi oleh negara, namun pelaksanaannya harus disertai kewajiban moral untuk memperlakukan orang lain dengan adil dan beradab (Hasan dkk., 2024). Nilai ini menjadi penyeimbang agar kebebasan tidak menimbulkan ketidakadilan dalam kehidupan bermasyarakat.
Sila Persatuan Indonesia mengandung pesan penting tentang kesadaran kebangsaan. Pelaksanaan hak individu tidak boleh mengorbankan kepentingan bersama atau mengancam keutuhan bangsa. Dalam konteks globalisasi yang membawa pengaruh budaya luar, nilai persatuan berperan menjaga identitas nasional agar masyarakat tidak terpecah oleh kepentingan pribadi atau kelompok (Nurhadianto, 2016).
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan menegaskan bahwa hak politik warga negara, seperti hak berpendapat dan hak memilih, harus dilaksanakan secara bertanggung jawab. Kebebasan berekspresi di era digital menuntut adanya kesadaran etika dan kepedulian terhadap dampak sosial dari setiap tindakan.
Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia menjadi puncak dari keseluruhan nilai Pancasila. Sila ini menegaskan bahwa keadilan harus diwujudkan dalam semua aspek kehidupan. Setiap warga negara berhak atas kesejahteraan, pendidikan, dan keadilan hukum, tetapi juga berkewajiban berkontribusi bagi kemajuan bangsa, misalnya melalui kepatuhan hukum, pembayaran pajak, dan semangat gotong royong (Paramesti dkk., 2023).
Dalam penerapannya, pelaksanaan hak dan kewajiban di era globalisasi menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah lemahnya internalisasi nilai Pancasila di kalangan generasi muda. Banyak siswa dan mahasiswa memahami Pancasila hanya sebatas hafalan, bukan sebagai pedoman dalam bersikap dan bertindak (Basamah & Ediyono, 2024). Selain itu, globalisasi membawa nilai-nilai baru seperti individualisme, hedonisme, dan konsumerisme yang dapat menggeser nilai kebersamaan serta kepedulian sosial.
Tantangan lainnya ialah rendahnya literasi digital dan etika bermedia. Banyak warga negara yang memanfaatkan kebebasan berekspresi tanpa memperhatikan tanggung jawab sosial, sehingga menimbulkan konflik atau pelanggaran terhadap hak orang lain (Rofiq dkk., 2024). Di sisi lain, terdapat pula ketidakseimbangan antara tuntutan hak dan pelaksanaan kewajiban, di mana sebagian masyarakat lebih fokus menuntut hak tanpa diiringi kesadaran untuk memenuhi kewajiban sebagai warga negara yang baik.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, diperlukan strategi penguatan nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan dan kebijakan publik. Pendidikan karakter berbasis nilai Pancasila perlu diperkuat di semua jenjang agar nilai-nilai seperti gotong royong, tanggung jawab, dan keadilan dapat dihayati secara nyata. Selain itu, literasi digital yang berbasis nilai Pancasila perlu dikembangkan agar kebebasan di ruang digital tidak disalahgunakan. Pemerintah juga perlu memastikan setiap kebijakan dan peraturan hukum selalu berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan persatuan agar masyarakat memiliki kepercayaan yang kuat terhadap negara dan sistem hukumnya (Hasan dkk., 2024).
Nilai-nilai Pancasila memiliki relevansi yang sangat kuat terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban warga negara di era globalisasi. Pancasila tidak hanya berfungsi sebagai dasar negara, tetapi juga sebagai panduan moral untuk menjaga keseimbangan antara hak individu dan kewajiban sosial. Setiap sila mengandung nilai-nilai yang dapat mengarahkan perilaku warga negara agar tetap berkeadilan, beradab, dan bertanggung jawab.
Namun, di tengah kemajuan global, penerapan nilai-nilai Pancasila masih menghadapi hambatan seperti lemahnya internalisasi, rendahnya literasi digital, dan pengaruh budaya asing yang individualistik. Oleh karena itu, penguatan pendidikan karakter, peningkatan kesadaran digital yang beretika, serta penegakan kebijakan yang berlandaskan Pancasila menjadi langkah penting untuk membentuk warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya serta berkepribadian sesuai jati diri bangsa Indonesia.
Oleh Nandita Lusiana Dewi Aryani
Mata Kuliah Kewarganegaraan
Dosen Pengampu: Dr. Ujang Jamaludin, S.Pd., M.Si., M.Pd
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”