Semarang, 2025 – Di tengah gempuran digital yang serba cepat dan semua kegiatan bisa dilakukan melalui gawai dengan instan, sekelompok anak muda di Semarang memilih untuk kembali ke halaman demi halaman buku. Mereka berkumpul dan bergabung dengan book club untuk menghabiskan waktu mereka daripada harus terjebak dengan doom scrolling. Mereka berkumpul secara rutin tiap minggu untuk membaca buku bersama dengan yang lainnya dan juga melakukan diskusi dan bertukar gagasan.
Komunitas ini berdiri sejak tahun 2022. Berawal dari ketidaksengajaan, Firly Aufa Ahsanti (founder), membuat cuitan di aplikasi X yang mengatakan bahwa ia ingin mengadakan kegiatan baca buku bersama kemudian terdapat 3 orang yang membalas cuitan tersebut sehingga Baca Buku Bareng volume pertama terlaksana pada hari minggu dan dihadiri 4 orang tersebut termasuk Founder sendiri. Tak disangka – sangka, seiring berjalannya waktu kegiatan Baca Buku Bareng semakin banyak yang ikut berpartisipasi sehingga Book Club Semarang semakin berkembang hingga saat ini. Kegiatan rutin yang mereka lakukan adalah BBB (Baca Buku Bareng) setiap hari minggu di Taman Indonesia Kaya sebagai lokasinya. Sampai saat ini, kegiatan Baca Buku Bersama dapat diikuti oleh semua kalangan dan tidak ada batas usia untuk bergabung dalam komunitas ini.
Salah satu anggota komunitas ini adalah Kirana (21), ia merupakan seorang staf divisi komersial kreatif. Ia mengatakan bahwa sebelum dirinya memutuskan untuk bergabung ke komunitas, ia mengikuti kegiatan BBB secara rutin lalu seiring berjalannya waktu ia memutuskan untuk bergabung di komunitas ini dengan latar belakangnya yang memang gemar membaca buku. “Jujur, aku jenuh dan agak muak sama kegiatan monoton aku, jadi aku coba deh ikut open requirement staff di Book Club Semarang ini,” jelas Kirana.
Menurut Kirana, tantangan literasi di era digital ini adalah ketika ia mengira bahwa sudah banyak orang – orang yang tidak tertarik lagi untuk membaca buku. Namun ternyata setelah ia bergabung di komunitas ini pikiran tersebut tertangkis oleh fakta bahwa masih banyak orang yang ingin meluangkan waktunya untuk membaca buku di era gempuran digital saat ini. “Sebenarnya, tidak ada alasan untuk tidak membaca buku sih. Apalagi di era digital yang mana buku – buku sudah tersedia versi non fisik, jadi seharusnya itu mempermudah kita sebagai pembaca untuk bisa membaca di mana saja dan kapan saja melalui gawai,” tambahnya.
Namun meski harus bertahan di era digital yang cepat dan instan ini, Book Club Semarang memanfaatkan digitalisasi. Mereka tetap aktif di media sosial untuk mendokumentasikan kegiatan yang dilakukan dan juga mengenalkan keberadaan komunitas ini. Mereka juga menggunakan platform Zoom untuk melaksanakan kegiatan KMB (Kanca Maca Bareng) secara online yang diadakan sebulan sekali. Kegiatan KMB sejatinya sama seperti BBB yang membedakannya adalah kegiatan ini dilakukan secara online dan pembaca berdiskusi berdasarkan genre buku kesukaan mereka.
Selain mempertahankan budaya literasi, kegiatan Book Club ini juga secara tidak langsung menjadi cara untuk mengurangi kebiasaan doom scrolling di media sosial. Kirana mengungkapkan bahwa waktu yang dihabiskan untuk silent reading ketika membaca buku bersama selama setengah jam dan diskusi buku selama kurang lebih satu jam, hal ini membuat partisipan benar – benar fokus. “Karena silent reading itu setengah jam dan book review sekitar satu jam, di situ kita fokus untuk diskusi. Ini cukup membantu untuk mengurangi doom scrolling sih,” ucapnya.
Di era digital ini, Book Club Semarang hadir sebagai pengingat bahwa literasi bukan hanya sekedar kemampuan membaca tetapi juga sebagai alternatif sehat dari rutinitas digital atau doom scrolling yang sering kali melelahkan secara batin. Dengan suasana yang mendukung dan komunitas yang saling merangkul, mereka percaya selama masih ada yang mau membuka halaman dan berdiskusi harapan budaya baca di Indonesia belum hilang.