Siaran Berita, Yogyakarta, 17 September 2025 – Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, menggelar sebuah seminar akademik bertajuk “Dampak Gizi Buruk Ibu Selama Kehamilan terhadap Tumbuh Kembang Anak.” Acara ini menghadirkan sosok muda yang tengah menapaki jenjang pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Suliani, S.Pd, sebagai pemateri utama. Kehadirannya memberi warna berbeda karena ia tidak hanya berbicara berdasarkan teori, tetapi juga memadukan pengalaman akademiknya dengan realitas lapangan yang selama ini kerap terabaikan.
Dalam pemaparannya, Suliani menekankan pentingnya kesadaran publik bahwa perjalanan tumbuh kembang seorang anak sesungguhnya telah dimulai sejak masih berada dalam kandungan. Periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) menjadi topik kunci yang ia tekankan, yaitu fase sejak konsepsi hingga usia dua tahun, yang dianggap sebagai masa emas untuk membangun fondasi kesehatan, kecerdasan, serta kualitas hidup anak di masa mendatang. “Kalau ibu hamil mengalami gizi buruk, maka itu sama saja seperti kita sedang menutup jalan masa depan anak sebelum ia sempat berlari,” ujarnya dengan tegas.
Suliani mengurai dampak gizi buruk ibu hamil dengan sangat rinci. Menurutnya, anak-anak yang lahir dari ibu dengan kekurangan gizi berisiko mengalami berat badan lahir rendah, stunting, keterlambatan perkembangan kognitif, bahkan rentan terkena penyakit kronis saat dewasa. Ia menambahkan, masalah gizi tidak hanya memengaruhi kondisi fisik, tetapi juga perkembangan otak yang sangat menentukan kecerdasan anak. “Gizi adalah bahasa cinta pertama seorang ibu untuk anaknya. Jika bahasa itu tidak pernah diucapkan, maka anak akan kesulitan memahami dunia,” ungkapnya dengan analogi yang menggugah.
Lebih jauh, Suliani menyoroti fakta di Indonesia yang masih berjuang menghadapi masalah gizi kompleks. Meski program-program nasional sudah berjalan, kesenjangan masih begitu terasa. Di pedesaan, banyak ibu hamil yang tidak mendapat edukasi memadai tentang gizi, sementara di perkotaan, tantangan justru muncul dari pola konsumsi instan yang miskin nutrisi. Faktor budaya dan mitos juga memperparah keadaan, seperti larangan bagi ibu hamil mengonsumsi makanan tertentu yang justru penting bagi tumbuh kembang janin. “Di sinilah kita butuh intervensi pendidikan. Karena mitos hanya bisa dikalahkan dengan ilmu,” tegas Suliani.
Sebagai mahasiswa pascasarjana, Suliani memandang persoalan ini tidak bisa didekati hanya dari aspek kesehatan semata. Ia menegaskan bahwa pendidikan anak usia dini harus terhubung dengan kesadaran gizi masyarakat. Guru PAUD, menurutnya, memiliki posisi strategis sebagai agen literasi gizi. Bukan sekadar mengajar anak di kelas, melainkan juga membangun komunikasi dengan orang tua, menyebarkan pemahaman tentang pentingnya asupan nutrisi, dan menjadi jembatan antara dunia akademik dan masyarakat. “Guru PAUD itu ujung tombak. Mereka bukan hanya mendidik, tapi juga mendampingi keluarga. Kalau guru paham soal gizi, maka orang tua akan ikut tercerahkan,” ujarnya.
Diskusi yang berlangsung pun dinamis. Beberapa mahasiswa menanyakan strategi konkret menghadapi keterbatasan ekonomi keluarga prasejahtera yang membuat ibu hamil sulit mengakses makanan bergizi. Suliani memberikan jawaban yang realistis: pentingnya memanfaatkan sumber pangan lokal dengan cara yang kreatif, memaksimalkan program posyandu, serta membangun kolaborasi antara pendidik, tokoh masyarakat, dan tenaga kesehatan. Ia menekankan bahwa solusi tidak boleh berhenti pada teori, melainkan harus hadir dalam praktik nyata. “Edukasi tanpa aksi hanya akan menjadi catatan kertas. Kita butuh aksi nyata, sekecil apa pun, karena itu bisa menyelamatkan satu generasi,” paparnya.
Seminar ini juga memperlihatkan bagaimana isu gizi sejalan dengan visi besar UIN Sunan Kalijaga, yaitu integrasi ilmu agama dengan ilmu modern. Suliani menyinggung bahwa Islam sendiri telah lama menekankan pentingnya menjaga kesehatan tubuh, termasuk bagi ibu hamil. Ia menautkan pesan moral ini dengan data ilmiah, sehingga audiens merasakan bahwa gizi bukan hanya soal biologi, tetapi juga amanah spiritual yang melekat pada setiap orang tua.
Acara ditutup dengan refleksi kolektif. Para mahasiswa PIAUD menyadari bahwa perjuangan mereka tidak berhenti di ruang kuliah. Sebagai calon pendidik, mereka memikul tanggung jawab besar untuk menyuarakan pentingnya gizi yang seimbang sejak masa kehamilan. Seminar ini seolah menjadi alarm akademik yang mengingatkan: pendidikan anak usia dini hanya bisa berjalan optimal jika fondasi gizi telah terbangun kokoh sejak dari rahim.
Dengan menghadirkan Suliani, S.Pd, seminar ini membuktikan bahwa suara mahasiswa pascasarjana pun mampu memberi pencerahan yang tajam dan bernas. Ia berhasil menyatukan data, pengalaman, serta semangat muda dalam menyampaikan pesan kritis tentang bahaya gizi buruk ibu hamil. Seminar ini pun menegaskan bahwa perjuangan melawan gizi buruk adalah bagian dari perjuangan panjang bangsa dalam membangun generasi emas Indonesia.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”