Yogyakarta, 7 Oktober 2025 — Suasana Malioboro, Selasa (7/10), tampak berbeda dari biasanya. Tak ada deru kendaraan atau klakson becak motor. Sejak pagi, ribuan warga Yogyakarta tumpah ruah ke jalan, merayakan Hari Ulang Tahun ke-269 Kota Yogyakarta yang tahun ini mengusung tema “Lebih Dekat, Lebih Cepat, Maju Melesat.”
Jalan ikonik itu disulap menjadi ruang publik terbuka: penuh musik, warna, dan gelak tawa warga. Di beberapa titik, seniman muda menampilkan tarian kontemporer, sementara anak-anak sekolah menggambar mural bertema kebersihan dan kebersamaan.
“Malioboro hari ini jadi panggung kita semua. Ini bukan cuma pesta, tapi simbol semangat baru,” ujar Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo, usai membuka acara di kawasan Tugu Jogja.
Malioboro Full Pedestrian, Disambut Antusias Warga
Kebijakan uji coba Malioboro full pedestrian 24 jam menjadi magnet utama perayaan kali ini. Ruas jalan dari Tugu hingga titik nol kilometer ditutup total untuk kendaraan bermotor, memberi ruang bagi masyarakat menikmati suasana kota tanpa polusi dan kebisingan.

Siti Nurjanah (42), pedagang batik asal Kotagede, tampak sumringah melihat ramai pengunjung di depan tokonya.
“Biasanya orang cuma lewat, sekarang mereka bisa berhenti, ngobrol, dan lihat-lihat dagangan. Rasanya Jogja kembali ke suasana dulu — santai dan guyub,” katanya.
Di sisi lain, Rizky Adi (21), mahasiswa UGM, mengaku menikmati konsep jalan bebas kendaraan.
“Jadi lebih nyaman buat jalan dan foto-foto. Kalau bisa diterapkan lebih sering, pasti makin banyak wisatawan datang,” ujarnya sambil memotret suasana dengan ponsel.
Rangkaian Acara: Dari Parade Budaya hingga Malam Tirakatan
Selain parade budaya dan lomba mural, pemerintah kota juga menggelar kegiatan sosial seperti aksi bersih lingkungan, pencegahan stunting, serta lomba inovasi kampung ramah anak. Semua kegiatan difokuskan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan memperkuat identitas kota yang humanis.
Malam harinya, di Graha Umbulharjo, digelar malam tirakatan sebagai refleksi bersama. Doa dan renungan diiringi lantunan gamelan tradisional menghadirkan suasana syahdu. Acara ini menjadi simbol penghormatan terhadap sejarah berdirinya Yogyakarta setelah Perjanjian Giyanti pada 1756.
Makna di Balik 269 Tahun
Perayaan HUT ke-269 bukan sekadar pesta tahunan. Bagi banyak warga, ini adalah momen menegaskan cinta mereka pada kota yang dikenal dengan semangat ngayomi lan ngayemi — melindungi dan menenangkan.
Dwi Prasetyo (56), warga Prawirotaman, mengaku selalu hadir setiap tahun dalam peringatan hari jadi kota.
“Jogja itu bukan sekadar tempat tinggal. Ini rumah bersama. Kita semua bagian dari sejarahnya,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Di usianya yang semakin matang, Yogyakarta dihadapkan pada tantangan baru: kemacetan, urbanisasi, dan perubahan iklim. Namun semangat kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat menjadi kunci agar kota ini tetap istimewa di tengah arus modernitas. ( Yusuf )
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”