Skema pinjaman lunak dari Jepang untuk pembangunan moda raya terpadu di Ibu Kota menjadi faktor utama mengapa kontraktor proyek MRT Jakarta masih didominasi perusahaan asal Negeri Sakura.
Kepala Divisi Engineering MRT Jakarta, Riska Muslimah, menjelaskan bahwa ketentuan pinjaman lunak yang disalurkan melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) mewajibkan kontraktor utama berasal dari Jepang, baik bekerja sendiri maupun berkolaborasi dengan mitra lokal.
“Persyaratannya dari lender, kontraktor utamanya harus perusahaan Jepang, atau perusahaan Jepang yang berpartner dengan kontraktor dari Indonesia,” kata Riska dalam paparan media, Selasa (26/8/2025).
Aturan ini membuat perusahaan Jepang menjadi pemimpin konsorsium dalam pekerjaan sipil, dengan sejumlah joint venture bersama kontraktor nasional. Contohnya adalah SAJV (Shimizu Adhi Karya Joint Venture) yang terlibat dalam pembangunan fase awal.
Selain keharusan melibatkan kontraktor asal Jepang, terdapat pula syarat penggunaan teknologi dan komponen Jepang sekurang-kurangnya 30 persen dari total proyek. “Persinyalan misalnya menggunakan CBTC Jepang, atau alat pengeboran terowongan (tunneling bore machine/TBM) yang memang belum dimiliki di Indonesia. Itu sudah dianggap kontribusi Jepang. Termasuk keterlibatan tenaga kerja asal Jepang juga masuk hitungan,” tambahnya.
Namun demikian, Riska menekankan bahwa proyek MRT tetap membuka ruang besar bagi industri dalam negeri. Dengan porsi minimal Jepang 30 persen, sisanya sebesar 70 persen dapat diisi oleh perusahaan nasional.
Salah satu contoh nyata adalah keterlibatan WIKA Kobe, perusahaan spesialis manufaktur segmen terowongan yang merupakan anak usaha dari PT Wijaya Karya Beton Tbk (WIKA Beton). Perusahaan ini dipercaya mengerjakan segmen tunnel di fase pertama pembangunan MRT Jakarta.
“Kualitas segmen tunnelnya WIKA Kobe sudah sangat baik, dan kita memang apresiasi Jepang yang menanamkan pengetahuan, melakukan transfer teknologi, sehingga sekarang kita bisa memproduksi segmen tunnel di dalam negeri,” jelas Riska.
Menurutnya, pola kerja sama semacam ini justru memperkuat kapasitas industri konstruksi nasional. “Kalau makin banyak kolaborasi dengan pola transfer teknologi seperti ini, semakin besar pula peluang industri lokal tumbuh ke depan,” ujarnya.
Adapun dari sisi pembiayaan, proyek MRT Jakarta mendapat pendanaan melalui pinjaman lunak JICA (ODA Loan) dengan bunga rendah, masa tenggang panjang, dan tenor hingga 40 tahun. Riska menyebut skema ini memang sangat meringankan beban fiskal Pemprov DKI, sekaligus menuntut pemenuhan berbagai persyaratan lender yang sudah tertuang dalam perjanjian pinjaman.