KOMUNIKASI KELOMPOK
Komunikasi kelompok adalah salah satu aspek paling mendasar dalam kehidupan sosial manusia. Dalam keseharian, kita terlibat dalam berbagai kelompok, baik formal maupun informal yang masing – masing menuntut keterampilan komunikasi yang berbeda. Materi tentang komunikasi kelompok yang saya pelajari di perkuliahan semester 2 ini yaitu tidak hanya memberikan teori, tetapi juga membuka wawasan tentang bagaimana manusia berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama. Namun, pemahaman saya terhadap konsep ini menjadi lebih dalam saat saya pernah mengalaminya langsung dalam sebuah proyek video feature di Masjid Istiqlal.
Sebagai bagian dari tugas kelompok, kami diminta untuk membuat video feature yang mengangkat tema sejarah awal berdirinya Masjid Istiqlal. Ini bukan sekadar proyek dokumenter biasa, tapi juga sebuah proses pembelajaran tentang dinamika kerja kelompok, pembagian peran, dan komunikasi.
Kelompok kami terdiri dari beberapa orang dengan latar belakang keterampilan yang beragam. Saya sendiri dipercaya untuk menangani pengaturan posisi kamera dan make up bagi talent yang akan tampil di video. Meskipun peran saya berada di belakang layar, koordinasi dan komunikasi dengan seluruh anggota tim sangatlah penting agar hasil akhir video sesuai dengan harapan.
Dalam teori komunikasi kelompok yang saya pelajari, terdapat tahapan-tahapan perkembangan kelompok: forming, storming, norming, dan performing. Saya bisa merasakan keempat tahapan ini secara langsung dalam proyek kami.
Pada tahap forming, kami mulai membentuk kelompok dan mengenali satu sama lain. Ini adalah fase di mana masing-masing anggota mulai mencari peran yang sesuai, mencoba memahami tujuan proyek, dan menjalin komunikasi awal. Saat itu, suasana masih hangat dan penuh semangat, tetapi belum sepenuhnya solid.
Memasuki tahap storming, kami mulai dihadapkan pada perbedaan pendapat. Misalnya, ada perdebatan tentang sudut pandang visual yang akan diambil, pemilihan narasumber, hingga pembagian waktu kerja. Di sinilah pentingnya komunikasi terbuka dan rasa saling menghargai muncul. Kami belajar bahwa konflik dalam kelompok adalah hal wajar, asalkan disikapi dengan dewasa dan dijadikan bahan evaluasi untuk perbaikan.
Setelah melalui diskusi dan kompromi, kami masuk ke tahap norming. Hubungan antar anggota mulai lebih erat, komunikasi mengalir lebih lancar, dan pembagian peran menjadi lebih jelas. Semua sudah mulai mengenal pola kerja masing-masing, dan rasa kebersamaan pun semakin tumbuh.
Tahap terakhir, performing, kami jalani saat proses pengambilan gambar di lokasi dan pelaksanaan wawancara dengan departemen Humas Masjid Istiqlal. Proses ini menuntut kekompakan maksimal. Saya harus memastikan bahwa talent tampil rapi dan percaya diri, serta kamera berada di sudut yang tepat untuk menangkap momen penting. Tim lain juga bekerja sesuai perannya, dan semuanya bergerak secara harmonis.
Wawancara dengan pihak Humas menjadi momen yang cukup menegangkan sekaligus berkesan. Kami berusaha menyampaikan pertanyaan dengan sopan, mendokumentasikan jawaban dengan baik, dan tetap menjaga suasana kerja yang profesional. Dari proses ini, kami belajar pentingnya komunikasi tidak hanya di dalam tim, tetapi juga dengan pihak eksternal.
Melalui pengalaman ini, saya benar-benar merasakan bahwa komunikasi kelompok bukan hanya tentang menyampaikan pesan, tetapi tentang membangun makna bersama. Seperti yang dijelaskan dalam teori Devito (2009), komunikasi yang efektif terjadi ketika pesan yang disampaikan dapat diinterpretasikan dengan tepat oleh penerimanya. Hal ini kami alami langsung saat kami harus menyampaikan ide, menyusun jadwal, dan menyatukan berbagai sudut pandang dalam satu hasil karya visual.
Komunikasi kelompok juga berkaitan erat dengan peran dan struktur. Dalam proyek kami, tidak semua orang menjadi pemimpin, tetapi setiap orang memiliki kontribusi yang penting. Kepemimpinan muncul secara kolektif, sesuai dengan prinsip dalam self-help group, di mana tanggung jawab dibagi, dan keputusan diambil bersama. Saya belajar bahwa menjadi pendukung yang baik sama pentingnya dengan menjadi pengarah atau koordinator.
Proyek ini juga mengajarkan tentang makna kepercayaan, koordinasi, dan komitmen. Tidak selalu mulus, tapi melalui komunikasi yang terbuka dan kesediaan untuk mendengarkan satu sama lain, kami berhasil menyelesaikan tugas dengan hasil yang membanggakan. Video feature kami bukan hanya menjadi dokumentasi sejarah, tetapi juga representasi dari kerja kelompok yang solid dan dinamis.
Dari pengalaman ini, saya menyadari bahwa teori komunikasi kelompok yang kami pelajari di kelas bukanlah sesuatu yang abstrak. Ia hidup dalam interaksi kami sehari-hari, dalam diskusi kelompok, dalam konflik yang kami selesaikan, dan dalam tujuan yang berhasil kami capai bersama. Dan mungkin, pelajaran paling berharga bukan hanya tentang bagaimana berbicara, tetapi juga tentang bagaimana memahami dan dihargai sebagai bagian dari satu tim.