Dari Kayu Pinus hingga Meja Dapur Nusantara: Kisah Hariono Menembus Pasar Luar Pulau
Di sebuah desa yang tenang, suara ketukan palu bercampur dengan aroma khas kayu pinus memenuhi udara. Di sinilah, Hariono, seorang perajin sekaligus pengusaha, merajut mimpi yang telah membawanya melampaui batas-batas desa, bahkan hingga ke dapur rumah tangga di berbagai penjuru Indonesia. Di sebuah bengkel sederhana berlantai semen di pinggir desa, aroma khas kayu pinus berpadu dengan suara mesin potong yang menderu. Di balik meja kerja yang penuh serbuk kayu, Hariono, 40-an tahun, tersenyum sambil menghaluskan selembar talenan.

Pagi di Bengkel Kayu
Pagi itu, matahari baru saja menembus celah atap seng bengkel sederhana milik Hariono. Beberapa pekerja muda terlihat sudah sibuk memegang amplas, memotong papan kayu, dan menata tumpukan talenan yang baru saja kering. Di sudut ruangan, tumpukan kayu pinus berdiri tegak, menunggu giliran untuk diolah.
“Kalau yang ini talenan standar, sehari bisa 500 buah. Tapi kalau ukuran jumbo, paling 300,” ujar Hariono sambil tersenyum, tangannya menunjuk ke arah tumpukan yang rapi. Di balik senyum itu tersimpan perjalanan panjang, dari perantauan belasan tahun hingga menemukan jalan pulang melalui kayu dan peralatan dapur.
Dari Malaysia ke Meja Dapur
“Pasarnya sepi, jadi saya ganti haluan ke alat dapur. Ternyata jalannya ada di sini.” — Hariono
Sebelum menjadi pengusaha, Hariono menghabiskan 12 tahun di Malaysia. Pulang kampung pada awal 2020, ia sempat membuat gantungan baju dari kayu. Sayang, pasar tak bersahabat. Ia lalu mengalihkan fokus ke talenan, ulekan bawang, ulekan keripik, dan rolling pin.
Keputusan itu menjadi titik balik. Permintaan mulai mengalir, terutama dari pedagang grosir yang melayani ibu-ibu rumah tangga — segmen pasar yang ternyata sangat setia. keputusan yang kelak mengubah nasibnya. Talenan, ulekan bawang (pasa brambang), ulekan keripik (pasa gripek), dan rolling pin untuk kue menjadi produk andalan yang segera menarik perhatian pasar, terutama para ibu rumah tangga.
Media Sosial sebagai Jembatan Pasar
“Biasanya kalau sudah cocok, kita lanjut ke WhatsApp atau video call. Pembeli bisa lihat produknya langsung,” — Hariono
Hariono bukanlah pebisnis digital yang lihai mengutak-atik algoritma, Hariono tidak menutup diri dari teknologi. Ia memanfaatkan Facebook untuk bergabung di grup jual beli, menampilkan produknya, dan berinteraksi dengan calon pembeli. Dengan bergabung di grup jual beli peralatan rumah tangga, ia membangun jaringan pembeli. Kontak di dunia maya berlanjut ke WhatsApp atau video call untuk memamerkan produk. Dari situ, jaringan pelanggannya mulai terbentuk.
Kini, pemasarannya menjangkau Palembang, Surabaya, Jakarta, Balikpapan, Makassar, hingga Papua (Miga). Sebagian besar pembelian dilakukan secara grosir. TikTok pun mulai ia jajal, walau fokusnya masih pada penjualan langsung, bukan konten hiburan. Meski belum masuk serius ke Shopee atau TikTok Shop, Hariono mengakui peluangnya besar. “Kalau waktunya cukup, mungkin nanti saya coba,” ujarnya.
Pabrik Kecil Tanpa Libur
“Mau Minggu kerja, silakan. Nggak ada paksaan, semua fleksibel,” — Hariono
Bengkel Hariono nyaris tak mengenal hari libur. Sistemnya sederhana: pekerja bebas memilih kapan masuk, termasuk Minggu. Sistem ini membuat para pekerja, yang mayoritas berusia 20-an tahun dan lulusan SMA dari desa sekitar, merasa nyaman. “Kerja harus senang, biar hasilnya bagus,” ujarnya.
Bahan baku utamanya adalah kayu pinus dari TPK Perhutani. Bentuknya masih gelondongan besar, sehingga harus dipotong menjadi papan oleh rekan di luar lokasi. Tantangan terbesar datang dari cuaca. “Kalau panas, empat hari kering. Tapi kalau hujan, bisa sampai dua minggu,” ungkapnya. Karena itu, ia berencana membuat oven kayu untuk mempercepat pengeringan.
Fakta Produksi
- 10 karyawan tetap + 2 bagian packing
- Kapasitas harian: 500 talenan standar / 300 talenan jumbo
- Bahan baku: kayu pinus Perhutani, dibeli gelondongan
Kualitas yang Menjual
Produk ini dari kayu pinus pilihan, sudah anti jamur, tahan lama, dan aman digunakan.”
Tidak sekadar membuat peralatan dapur, Hariono memastikan produknya tahan lama dan anti jamur. Setiap talenan dan ulekan telah diberi perlakuan khusus agar tetap aman digunakan meski sering terkena air.
“Ini salah satu produk unggulan kami. Terbuat dari kayu pinus pilihan dan sudah diberi anti jamur, jadi tahan lama,” ucapnya saat mempraktikkan cara promosi ke calon reseller. Inilah nilai jual yang Hariono selalu tonjolkan di hadapan reseller.
Keunggulan ini menjadi daya tarik utama bagi pembeli luar pulau, yang menginginkan barang berkualitas dan tahan lama untuk dijual kembali.
Potret Kehidupan Sehari-hari di Bengkel
Pagi menjelang siang di bengkel kayu Hariono selalu dimulai dengan suara khas yang berirama: dengungan mesin pemotong, dentingan ringan palu, dan gesekan amplas yang halus namun konsisten. Ruangan berukuran sekitar 8×10 meter itu dipenuhi aroma segar kayu pinus, wangi alami yang menenangkan sekaligus membangkitkan semangat kerja.
Di sisi kanan bengkel, beberapa papan kayu pinus tersusun rapi menunggu giliran masuk ke meja potong. Dua pekerja muda berdiri berseberangan, satu memegang papan, satunya lagi mengarahkan mesin potong dengan gerakan mantap namun hati-hati. Serbuk kayu beterbangan, menempel di kulit dan pakaian mereka, tapi tak ada keluhan — hanya tatapan fokus dan sesekali obrolan ringan yang memecah keheningan.
Di meja panjang dekat pintu, tiga pekerja lain duduk membungkus talenan yang sudah halus. Setiap produk dimasukkan ke plastik bening tebal, lalu diberi label dan stiker sederhana bertuliskan “Kayu Pinus – Anti Jamur – Tahan Lama”. Kardus besar diletakkan di samping mereka, siap menampung puluhan bahkan ratusan talenan. Bau plastik baru bercampur dengan wangi kayu, menciptakan aroma khas yang sulit ditemukan di tempat lain.
Di luar bengkel, halaman yang tak terlalu luas digunakan sebagai area pengeringan. Deretan talenan setengah jadi dijemur di bawah terik matahari. Sinar matahari membuat serat-serat kayu tampak mengilap keemasan. Sesekali, Hariono keluar untuk memeriksa tingkat kekeringan kayu, menyentuh permukaannya, dan mengangguk puas.
Tak jauh dari area jemur, sebuah truk kecil parkir menunggu muatan. Sopirnya duduk sambil menyeruput kopi panas dari gelas kaca, sementara dua pekerja mulai mengangkut kardus-kardus berisi talenan dan ulekan. Ada yang akan dikirim ke pasar tradisional di kota tetangga, ada pula yang menempuh perjalanan panjang melalui kapal laut menuju Balikpapan atau bahkan Miga di Papua.
Hariono berdiri di tepi pintu bengkel, memperhatikan proses pengangkutan dengan senyum bangga. “Kalau barang sudah diangkut, rasanya lega. Tinggal tunggu kabar sampai di tangan pembeli,” ucapnya.
Strategi Grosir yang Menguntungkan
Bagi Hariono, memilih jalur grosir bukan sekadar keputusan bisnis — itu adalah filosofi kerja. Ia memahami benar bahwa pasar memiliki “ekosistem harga” yang harus dijaga. Menjual eceran dalam jumlah kecil dengan harga terlalu rendah dapat merusak kepercayaan pedagang besar, memicu persaingan tidak sehat, dan pada akhirnya membuat rantai distribusinya kacau.
“Kalau saya jual ecer dengan harga murah, pembeli grosir saya bisa marah. Mereka sudah keluar modal besar untuk ambil barang banyak, jadi mereka harus punya ruang untuk jual kembali,” jelasnya
Strategi ini membuahkan hasil. Pedagang-pedagang grosir dari berbagai daerah kini menjadi pelanggan tetapnya. Mereka tahu bahwa membeli dari Hariono berarti mendapatkan harga kompetitif, kualitas terjamin, dan stok yang selalu tersedia. Bahkan, beberapa penjual online di Shopee dan pedagang di pasar besar Surabaya atau Jakarta mengambil barang dari sini untuk dijual kembali di toko mereka.
Menariknya, Hariono tidak merasa terancam dengan adanya penjual lain yang memakai produknya tanpa menyebut mereknya. “Biar saja, yang penting produknya sampai ke pembeli akhir. Kalau mereka senang, pasti balik lagi,” katanya. Bagi Hariono, loyalitas pasar bukan hanya soal harga, tapi soal konsistensi kualitas dan kecepatan memenuhi pesanan.
Untuk menjaga hubungan baik dengan para grosir, ia sering memberi fleksibilitas pembayaran, terutama untuk pelanggan lama yang sudah dipercaya. Ada yang membayar tunai di muka, ada pula yang melakukan pelunasan setelah barang sampai. “Hubungan bisnis itu seperti berteman. Kalau kita percaya sama mereka, mereka juga akan percaya sama kita,” ujarnya.
Mimpi yang Lebih Jauh
Meski sibuk mengurus produksi harian, Hariono tak pernah berhenti memikirkan masa depan usahanya. Ia tahu bahwa mengandalkan cara kerja yang sama selamanya tidak cukup untuk membawa usahanya ke level berikutnya. Ada beberapa rencana besar yang kini ia simpan, sebagian sudah mulai dijalankan perlahan.
Pertama, membangun oven pengering kayu. Selama ini, proses pengeringan sangat bergantung pada cuaca. Musim hujan menjadi tantangan besar karena waktu pengeringan bisa dua kali lipat, bahkan kadang stok harus menunggu lebih lama sebelum bisa diproses. “Kalau ada oven, saya bisa kontrol suhu dan waktu. Produksi jadi lebih stabil, tidak tergantung hujan atau panas,” katanya. Rencana ini sudah masuk tahap persiapan modal.
Kedua, menambah variasi produk. Saat ini, fokusnya masih pada talenan, ulekan, dan rolling pin. Namun, ia bercita-cita membuat paket peralatan dapur kayu lengkap, seperti spatula, sendok saji, rak bumbu, hingga nampan. Ia ingin menciptakan lini produk yang bukan hanya fungsional, tapi juga estetis dan bisa bersaing dengan produk impor.
Ketiga, memperluas pemasaran digital. Hariono menyadari bahwa media sosial dan marketplace adalah kunci membuka pasar baru. Meskipun saat ini ia sudah menggunakan Facebook dan TikTok untuk penjualan langsung, ia berencana memaksimalkan Shopee, Tokopedia, dan TikTok Shop untuk menjangkau konsumen ritel di seluruh Indonesia. “Kalau ada tim khusus yang urus online, saya yakin bisa lebih banyak order masuk,” ucapnya.
Dan yang paling ambisius, menembus pasar ekspor. Hariono percaya bahwa kualitas kayu pinus Indonesia dan kerapian hasil produksinya bisa bersaing di luar negeri. Ia membayangkan produknya digunakan oleh rumah tangga di Asia Tenggara, Timur Tengah, bahkan Eropa. “Kalau ada rezeki, saya ingin kirim produk ini ke luar negeri. Itu mimpi saya sejak awal,” tuturnya dengan semangat.
Bagi Hariono, mimpi-mimpi ini bukan sekadar angan-angan. Ia percaya bahwa setiap langkah kecil yang ia ambil hari ini adalah bagian dari perjalanan panjang menuju cita-cita itu. “Usaha itu seperti menjemur kayu. Butuh waktu, sabar, dan perawatan. Kalau dijalani dengan benar, hasilnya pasti kuat dan tahan lama,” ujarnya