Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dilarang mengerjakan proyek pemerintah karena posisi mereka rentan terhadap konflik kepentingan dan secara tegas melanggar peraturan perundang-undangan, terutama Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
Rawan Konflik Kepentingan
Sebagai wakil rakyat, anggota DPRD memiliki tiga fungsi utama: legislasi (membentuk peraturan daerah), anggaran (membahas dan menyetujui anggaran), dan pengawasan (mengawasi jalannya pemerintahan daerah). Keterlibatan mereka dalam proyek pemerintah akan mengaburkan batas antara tugas dan kepentingan pribadi, yang dapat memicu berbagai masalah:
- Penyalahgunaan Wewenang: Anggota DPRD dapat menggunakan pengaruhnya untuk memenangkan tender proyek bagi perusahaan miliknya atau yang berafiliasi dengannya. Mereka bisa menekan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) atau panitia lelang.
- Pengawasan yang Melemah: Fungsi pengawasan menjadi tumpul karena mereka akan mengawasi proyek yang dikerjakannya sendiri. Sulit untuk bersikap objektif dan kritis terhadap kualitas pekerjaan atau potensi penyelewengan jika ada kepentingan bisnis pribadi di dalamnya.
- Anggaran yang Tidak Tepat Sasaran: Dalam proses pembahasan anggaran, anggota DPRD bisa saja mengarahkan alokasi dana ke proyek-proyek yang potensial bisa mereka kerjakan, bukan berdasarkan prioritas dan kebutuhan riil masyarakat.
Pelanggaran Undang-Undang
Larangan ini secara eksplisit diatur dalam UU MD3. Salah satu pasalnya secara jelas melarang anggota dewan untuk melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan wewenang dan tugas sebagai anggota dewan serta hak sebagai anggota dewan. Mengerjakan proyek yang didanai oleh APBD atau APBN jelas merupakan tindakan yang berhubungan langsung dengan fungsi anggaran dan pengawasan mereka.
Selain itu, larangan ini juga sejalan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), yang menuntut adanya transparansi, akuntabilitas, dan pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Dengan demikian, larangan ini bertujuan untuk memastikan bahwa anggota DPRD fokus pada tugasnya sebagai wakil rakyat, menjaga integritas lembaga legislatif, dan mencegah kerugian negara.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”