Pentingnya Toleransi untuk Mencegah Konflik Sosial di Indonesia
Pendahuluan
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki beragam suku, agama, ras, dan budaya. Keberagaman ini adalah ciri khas yang perlu dilindungi dan dilestarikan. Di sisi lain, perbedaan tersebut bisa menimbulkan ketegangan sosial jika masyarakat tidak memahami pentingnya saling menghormati satu sama lain. Dalam hal ini, toleransi sangat dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan dan persatuan bangsa.
Fitriani,S (2020:183) menyatakan bahwa Toleransi menjadi salah satu bentuk untuk saling menghormati sesama dan tidak memaksakan kehendak. Manusia yang menganggap dirinya lebih tinggi, baik, dan benar justru cenderung akan menimbulkan sikap yang anti toleran. Sikap merasa diri paling benar membuat seseorang sulit menerima perbedaan pendapat, keyakinan, atau kebiasaan orang lain. Orang seperti ini cenderung menolak perbedaan dan memaksakan pandangan pribadinya, sehingga hubungan sosial menjadi renggang atau bahkan menimbulkan konflik.
Dalam kehidupan bermasyarakat, toleransi sangat penting untuk menjaga kerukunan dan keharmonisan antarindividu maupun antarkelompok. Dengan adanya toleransi, perbedaan yang ada tidak menjadi sumber perpecahan, melainkan menjadi kekuatan untuk memperkaya kehidupan sosial. Oleh karena itu, menumbuhkan sikap toleransi sejak dini menjadi hal yang perlu diperhatikan, terutama dalam lingkungan pendidikan dan masyarakat.
1. Makna Dan Bentuk Sikap Toleransi
Toleransi, dalam pengertian dasarnya, adalah penghargaan dan penerimaan terhadap keragaman dalam masyarakat. Wulandari dan rekan-rekannya (2023: 5) menyatakan dalam jurnal yang berjudul Menggali Makna Toleransi Antar Umat Beragama dalam Kerangka Keselarasan Sosial, bahwa toleransi merujuk pada willingness untuk menerima keragaman serta menghargai perbedaan dalam pandangan, keyakinan, dan kebiasaan tanpa memaksa orang lain. Di kalangan masyarakat Indonesia, manifestasi toleransi terlihat jelas dalam kerjasama antaragama, gotong royong, serta penghormatan terhadap praktik ibadah masing-masing kelompok.
Menurut pandangan penulis, arti toleransi lebih dalam daripada sekadar hidup berdampingan tanpa perselisihan. Ini juga mencakup sikap empati dan keterbukaan terhadap nilai-nilai sosial dan budaya yang dimiliki oleh orang lain. Dengan kata lain, toleransi tidak hanya berarti tidak berkonflik, tetapi juga mengenai usaha untuk membangun komunikasi dan pemahaman yang saling mendukung demi memperkuat persatuan bangsa.
2. Dampak Kurangnya Toleransi (Sikap Intoleransi)
Pada saat ini nilai toleransi mulai berkurang di masyarakat, penghargaan satu sama lain juga mulai pudar. Perbedaan yang seharusnya menjadi sumber kekuatan justru beralih menjadi pemicu perpecahan. Dalam situasi ini, interaksi sosial menjadi lemah dan mudah hancur hanya karena perbedaan sudut pandang atau keyakinan. Ketidakmampuan untuk menerima perbedaan membuat sebagian individu merasa lebih unggul dan berhak untuk memaksakan pendapat mereka kepada orang lain.
Amry et al. (2022: 188) menyatakan bahwa intoleransi timbul ketika seseorang yakin bahwa pendapat atau keyakinannya adalah yang paling benar sehingga menolak pandangan orang lain. Fitriani (2020: 183) juga menegaskan bahwa merasa lebih baik daripada orang lain menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya intoleransi di masyarakat. Ketika pandangan yang sempit ini menyebar, interaksi antaranggota masyarakat menjadi tidak harmonis dan kepercayaan sosial pun menurun.
Konsekuensi dari intoleransi tidak hanya terlihat dalam bentuk perselisihan fisik, tetapi juga dalam tindakan diskriminatif dan penyebaran ujaran kebencian. Perilaku semacam ini menciptakan luka sosial yang sulit untuk disembuhkan karena memperkuat stereotip dan prasangka antar kelompok. Oleh karena itu, meningkatkan kesadaran akan pentingnya menghargai perbedaan adalah langkah yang krusial agar masyarakat tidak terjebak dalam siklus konflik yang berulang.
3. Pentingnya Toleransi untuk Mencegah Konflik Sosial
Sekolah memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai toleransi kepada peserta didik sejak dini. Pendidikan tidak hanya bertujuan membentuk kemampuan intelektual, tetapi juga membangun karakter moral dan sosial. Menurut Nasution (2020:88), lembaga pendidikan menjadi tempat strategis untuk menanamkan nilai kebinekaan, saling menghargai, dan hidup berdampingan dengan damai.
Melalui pembelajaran berbasis karakter, seperti diskusi lintas agama, kegiatan sosial, dan musyawarah kelas, siswa dapat belajar menghargai perbedaan dalam praktik nyata. Sikap ini akan terbawa hingga mereka dewasa dan menjadi warga negara yang beradab serta bertanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat. Konflik sosial tidak selalu muncul dari perbedaan besar, tetapi sering kali berawal dari masalah kecil yang tidak dipahami dengan baik. Ketika setiap orang lebih fokus pada membela pandangannya sendiri tanpa mendengarkan orang lain, ruang untuk berdialog menjadi tertutup. Dari situ, benih-benih perpecahan mulai tumbuh, melemahkan rasa persaudaraan dan mempertajam batas antara kelompok. Dalam masyarakat yang beragam seperti Indonesia, situasi ini sangat berbahaya, karena keragaman yang seharusnya menjadi kekuatan bisa berubah menjadi sumber konflik.
Toleransi berfungsi sebagai jembatan untuk menghubungkan perbedaan tersebut. Nilai ini berperan sebagai alat untuk mencegah konflik dengan mengembangkan keinginan untuk memahami perbedaan dan mencari cara damai untuk menyelesaikan perselisihan. Hermawati, Sujaryanto, dan Nuryadi (2023: 4) menekankan bahwa banyak konflik sosial disebabkan oleh kurangnya pemahaman antarbudaya serta pandangan agama yang sempit. Melalui pendidikan dan dialog yang terbuka, masyarakat dapat meningkatkan kesadaran untuk hidup berdampingan dengan harmonis.
Lebih dari sekadar saling hormat, toleransi juga merupakan kekuatan sosial yang menjaga kesatuan bangsa. Ketika masyarakat terbiasa berkomunikasi dan menghargai perspektif yang berbeda, setiap perbedaan dapat diselesaikan dengan cara yang tidak kasar. Nilai ini tidak hanya menghindarkan dari konflik, tetapi juga meningkatkan rasa kepemilikan terhadap negara serta sesama warga. Dengan menumbuhkan semangat toleransi, Indonesia dapat terus berkembang sebagai sebuah bangsa yang damai dalam keberagaman.
4. Peran Pendidikan dan Keluarga dalam Menanamkan Toleransi
Menanamkan nilai toleransi tidak bisa dilakukan secara instan ia harus dibangun sejak dini melalui lingkungan yang mendidik dan penuh teladan. Sekolah dan keluarga menjadi ruang pertama tempat seseorang belajar memahami arti perbedaan. Ketika pendidikan hanya menekankan aspek pengetahuan tanpa menyentuh nilai kemanusiaan, maka rasa saling menghargai pun akan mudah pudar. Karena itu, menanamkan toleransi melalui pendidikan dan keluarga menjadi langkah strategis untuk menciptakan masyarakat yang damai dan beradab.
Waman dan Dewi (2021: 91) menyatakan bahwa pembelajaran kewarganegaraan dapat membentuk karakter peserta didik agar menghargai keberagaman. Melalui kegiatan belajar yang menekankan kerja sama lintas budaya dan agama, siswa tidak hanya memahami arti hidup damai dalam perbedaan, tetapi juga belajar untuk berpikir terbuka dan menghormati keyakinan orang lain. Sekolah dengan demikian berperan sebagai wadah utama pembentukan karakter toleran yang akan terbawa hingga kehidupan sosialnya kelak.
Namun, pendidikan formal saja tidak cukup. Keluarga memiliki peran yang sama besarnya dalam membentuk sikap toleransi anak. Sikap orang tua yang menghormati sesama menjadi contoh konkret bagi anak untuk belajar bersikap terbuka dan berempati. Lingkungan keluarga yang hangat dan terbuka terhadap perbedaan menumbuhkan kepekaan sosial serta menghargai keragaman. Dengan demikian, pendidikan dan keluarga harus berjalan beriringan sebagai fondasi utama pembentukan generasi yang toleran, adil, dan siap hidup dalam masyarakat multikultural.
Kesimpulan
Keberagaman di Indonesia adalah anugerah yang sekaligus menjadi tantangan. Tanpa sikap toleransi, keberagaman itu dapat berubah menjadi sumber konflik dan perpecahan. Nilai toleransi bukan sekadar tentang menghormati perbedaan, tetapi tentang kesediaan untuk melihat sesama manusia dengan rasa hormat dan kemanusiaan yang setara. Dalam konteks sosial yang terus berubah, sikap ini menjadi benteng untuk menjaga keutuhan bangsa dari ancaman perpecahan dan intoleransi.
Ketika intoleransi tumbuh, kepercayaan sosial akan terkikis, dan rasa persaudaraan melemah. Oleh karena itu, menanamkan nilai-nilai toleransi harus dimulai dari ruang terkecil (keluarga dan sekolah) hingga ke lingkungan masyarakat yang lebih luas. Toleransi harus menjadi budaya, bukan sekadar konsep moral yang diajarkan di kelas.
Bangsa yang menempatkan toleransi sebagai dasar kehidupan bersama bukan hanya mampu mencegah konflik sosial, tetapi juga membangun peradaban yang damai, adil, dan berkeadilan. Semangat saling menghargai inilah yang akan memastikan Indonesia tetap kokoh berdiri sebagai negara yang besar dalam perbedaan, kuat dalam kebersamaan, dan damai dalam keberagaman.
Nama : Nur Indah Janiati
Nim : 2227230018
Dosen Pengampu : Dr. Ujang Jamaludin, S.Pd., M.SI., M.Pd
Mata Kuliah : Kewarganegaraan
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”































































