Jakarta, SIARAN BERITA – Perkembangan Environmental, Social, and Governance (ESG) Rating di tahun 2025 menandai era baru dalam transformasi bisnis berkelanjutan di Indonesia. Dengan semakin ketatnya standar internasional dan meningkatnya kesadaran investor terhadap risiko keberlanjutan, perusahaan Indonesia kini menghadapi tekanan dan peluang sekaligus untuk membuktikan komitmen nyata mereka terhadap praktik bisnis berkelanjutan.
Pada semester pertama 2025, beberapa lembaga pemeringkat global seperti Sustainalytics, S&P Global, dan MSCI telah merilis penilaian ESG yang menunjukkan pola menarik. Bank Mandiri mencatat pencapaian spektakuler dengan memperoleh ESG Risk Rating 9,8 pada Agustus 2025, menempatkannya dalam kategori Negligible Risk dan menjadi bank regional terbaik di ASEAN menurut Sustainalytics. Angka ini merupakan peningkatan signifikan dari skor 28,45 (Medium Risk) di 2024, menunjukkan akelerasi transformasi yang luar biasa dalam kurun waktu kurang dari setahun.
Perjalanan peningkatan skor ini sendiri sangat instruktif: dari 28,45 pada 2024, menjadi 17,5 pada Januari 2025, dan akhirnya mencapai 9,8 pada Agustus 2025. Trendline ini bukan sekadar angka statistik, melainkan bukti komitmen organisasi dalam mentransformasi strategi bisnis dan operasional mereka sejalan dengan prinsip keberlanjutan. Bank Mandiri menempatkan diri pada peringkat 31 dari 989 bank global yang dievaluasi Sustainalytics, prestasi yang tidak hanya diakui secara global tetapi juga menjadi acuan penting bagi pasar modal domestik, mengingat skor Sustainalytics dijadikan referensi utama oleh Bursa Efek Indonesia (IDX).
Sementara itu, PT PLN (Persero) juga mencatat perbaikan dengan menurunkan ESG Risk Rating dari 30,7 (High Risk) pada 2024 menjadi 27,4 (Medium Risk) pada 2025. Meskipun angkanya masih jauh dari kategori Low Risk, penurunan sebesar 3,3 poin menunjukkan bahwa PLN sedang dalam proses penguatan manajemen risiko ESG di seluruh lini operasionalnya.
Sektor-Sektor Unggulan dan Dinamika Rating
Penelitian S&P Global menunjukkan bahwa sektor infrastruktur, perbankan, dan energi hijau menjadi pemimpin dalam peningkatan ESG Rating di Indonesia pada 2025. Di sektor infrastruktur, perusahaan seperti PT Wijaya Karya Beton (WIKA Beton) telah memperoleh sertifikasi Environmental Product Declaration (EPD), menandakan komitmen mereka terhadap pengurangan dampak lingkungan. Sektor perbankan menunjukkan akselerasi adopsi green banking, dengan institusi seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI) mulai menerapkan penyaluran kredit berbasis keberlanjutan. Sementara itu, perusahaan yang berinvestasi dalam energi terbarukan dan pengurangan emisi karbon mendapatkan skor ESG yang lebih tinggi dalam penilaian global.
Di tingkat penghargaan industri, Danone Indonesia, PT Telkom Indonesia, dan PT Semen Indonesia menerima pengakuan dari CNBC Indonesia atas inovasi dan komitmen mereka terhadap ESG. Telkom khususnya mendapat apresiasi atas upaya mempromosikan inisiatif ESG melalui inovasi teknologi digital, sementara Danone diakui atas penciptaan produk ramah lingkungan dan keterlibatan komunitas.
Perspektif Pengamat ESG Bukan Sekadar Rating, Melainkan Strategi Bisnis
Andryanto EN, pengamat dan praktisi ESG berkelanjutan yang telah mendokumentasikan dinamika ESG Rating di Indonesia, memberikan pandangan kritis terhadap perkembangan ini. Dalam analisisnya, Andryanto menekankan bahwa ESG bukan hanya tentang memenuhi standar atau meraih skor tinggi dalam rating tertentu, tetapi lebih dari itu, yaitu bagaimana perusahaan benar-benar menginternalisasi prinsip keberlanjutan dalam strategi dan operasional bisnisnya.
Perspektif ini mencerminkan pemahaman yang mendalam bahwa tren ESG Rating 2025 di Indonesia masih banyak didominasi oleh pendekatan compliance-driven, bukan value-driven. Perusahaan-perusahaan masih cenderung mengejar angka rating daripada mengubah fundamentalnya. Andryanto EN mengobservasi bahwa meskipun peningkatan skor ESG mengesankan, masih banyak perusahaan yang melakukan “ESG washing” – yaitu menciptakan citra keberlanjutan tanpa perubahan operasional yang signifikan.
“Investasi berbasis ESG semakin dipandang sebagai langkah strategis yang lebih tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan,” ujar Andryanto dalam konteks yang lebih luas. Ia menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 dan perubahan iklim menjadi pengingat bahwa risiko bukan hanya soal keuangan, tetapi juga keberlanjutan perusahaan dalam menghadapi tekanan lingkungan, sosial, dan tata kelola.
Andryanto juga menekankan bahwa pada tahun 2025, Indonesia memasuki fase kritis dalam penguatan tata kelola ESG di sektor industri dan keuangan. Perusahaan terbuka semakin dituntut untuk menerapkan prinsip keberlanjutan sejalan dengan regulasi internasional seperti Corporate Sustainability Due Diligence Directive (CS3D) Uni Eropa dan inisiatif ESG global lainnya. Dalam konteks ini, tantangan bagi emiten Indonesia adalah memastikan bahwa peningkatan ESG Rating bukanlah fenomena sesaat, tetapi refleksi dari transformasi organisasi yang nyata dan berkelanjutan.
Tantangan Implementasi dan Roadmap ke Depan
Meskipun tren positif terlihat jelas, masih terdapat tantangan signifikan dalam implementasi ESG di Indonesia. Pertama, transparansi data dan disclosure masih menjadi isu krusial. Banyak perusahaan belum menerapkan standar pelaporan ESG yang ketat dan terukur. Kedua, sumber daya dan keahlian masih terbatas, terutama di perusahaan-perusahaan mid-cap dan small-cap yang tidak memiliki kapasitas untuk membentuk tim ESG yang dedicat. Ketiga, regulasi domestik masih perlu dikonsolidasikan untuk menciptakan standar ESG yang konsisten di seluruh industri.
Tempo Data Science, melalui platform INSTAR 2025, menunjukkan bahwa penilaian ESG bervariasi antar sektor. Sektor energi menunjukkan skor median di atas 75, sementara sektor konsumer berada di sekitar 67. Perbedaan ini mencerminkan kompleksitas implementasi ESG yang berbeda-beda sesuai karakteristik industri. Platform INSTAR sendiri memberikan pengakuan dua level: INSTAR Verified (level tertinggi) dan INSTAR Committed (level awal), memastikan bahwa perusahaan yang telah melalui verifikasi mendapat eksposur positif sebagai pionir keberlanjutan.
Rekomendasi strategis untuk perusahaan Indonesia pada 2025 meliputi: pertama, peningkatan transparansi dan akuntabilitas melalui adopsi standar pelaporan ESG yang lebih ketat; kedua, investasi dalam teknologi hijau dan transformasi digital untuk meminimalkan jejak karbon; ketiga, penguatan regulasi domestik agar dapat bersaing di pasar global; dan keempat, perubahan mindset dari compliance-driven menjadi value-driven approach dalam mengintegrasikan ESG.
Kesimpulan: ESG sebagai Kebutuhan Fundamental, Bukan Pilihan
Perkembangan ESG Rating 2025 menunjukkan bahwa Indonesia telah masuk ke fase di mana keberlanjutan bukan lagi sekadar “nilai tambahan” dalam strategi bisnis, tetapi kebutuhan fundamental. Pencapaian Bank Mandiri, perbaikan PLN, dan penghargaan kepada Danone, Telkom, dan Semen Indonesia membuktikan bahwa transformasi berkelanjutan adalah mungkin dan memberikan hasil nyata.
Namun, seperti yang dikritisi oleh Andryanto EN dan praktisi ESG lainnya, perjalanan ini masih panjang. Perusahaan-perusahaan di Indonesia harus memahami bahwa meraih skor ESG tinggi bukan akhir dari perjalanan, melainkan permulaan dari transformasi organisasi yang lebih dalam. Ketika ESG diinternalisasi sebagai bagian dari DNA organisasi – bukan sekadar kepatuhan regulasi – barulah perusahaan akan mencapai resiliensi jangka panjang dan dapat berkontribusi nyata terhadap pembangunan berkelanjutan nasional.
Di era di mana investor semakin selektif dan konsumen semakin sadar terhadap isu keberlanjutan, ESG Rating 2025 menjadi barometer penting tidak hanya tentang kinerja finansial perusahaan, tetapi juga tentang kontribusi mereka terhadap masa depan yang lebih berkelanjutan untuk generasi mendatang.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”








































































