Kecerdasan buatan (AI) telah menjadi bagian dari kehidupan modern, termasuk dalam dunia pendidikan. Bagi pelajar Indonesia, kehadiran AI bukan lagi hal futuristik, melainkan kenyataan yang pelan namun pasti mulai masuk ke ruang kelas dan proses belajar sehari-hari. Di balik kecanggihannya, AI membawa dampak nyata—baik positif maupun tantangan baru—bagi perkembangan pendidikan dan karakter siswa.
Apa Manfaat AI dalam Dunia Belajar?
AI dapat mendukung pembelajaran yang lebih personal dan efisien. Dengan bantuan teknologi, siswa bisa mengakses materi pelajaran yang disesuaikan dengan kecepatan belajar masing-masing. Fitur seperti chatbot edukatif, koreksi otomatis, hingga platform pembelajaran adaptif telah membantu siswa memahami materi dengan cara yang lebih interaktif dan menarik.
AI juga mempermudah guru dalam memetakan perkembangan akademik siswa. Data dan analisis dari platform AI mampu memberi gambaran yang lebih objektif tentang kekuatan dan kelemahan siswa, sehingga strategi pembelajaran bisa disesuaikan secara lebih tepat sasaran.
Kecerdasan buatan sendiri merupakan teknologi yang mengalami perkembangan pesat dari tahun ke tahun. Dengan semakin beragamnya fitur dan fungsionalitas, AI telah berdampak besar pada berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Seiring berkembangnya teknologi ini, AI mulai menjadi bagian penting dalam proses pembelajaran di sekolah maupun perguruan tinggi, dan menjadi elemen primer dalam pertumbuhan teknologi pendidikan (Luger & Stubblefield, 1993; Mulianingsih et al., 2020). Hal ini tentu membawa implikasi signifikan terhadap kesiapan siswa dalam menghadapi dunia kerja yang semakin digital dan dinamis.
Tantangan Baru di Tengah Kecanggihan
Namun, kehadiran AI juga menuntut kesiapan yang tidak ringan, terutama bagi pelajar. Terlalu bergantung pada AI bisa melemahkan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas. Ketika jawaban instan tersedia hanya dalam beberapa klik, tantangan bagi pelajar adalah bagaimana tetap mempertahankan semangat belajar, nalar mandiri, dan tanggung jawab atas proses memahami sesuatu.
Sayangnya, belum semua institusi pendidikan di Indonesia mampu menerapkan teknologi secara optimal. Masih ada sekolah yang belum memanfaatkan teknologi untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar secara maksimal. Padahal di era kompetitif ini, sekolah seyogianya dapat memanfaatkan berbagai aplikasi dan media digital untuk membantu tugas guru dan mendukung kebutuhan siswa—mulai dari otomatisasi umpan balik, pemilihan materi yang sesuai, hingga penyesuaian kurikulum (Tjahyanti et al., 2022).
Peran Orang Tua dan Guru di Era Digital
Dalam situasi ini, orang tua dan guru tetap menjadi sosok kunci dalam mendampingi pelajar menggunakan AI secara bijak. Orang tua perlu memberikan pengawasan dan arahan agar anak tidak sekadar “menikmati kemudahan”, tetapi juga belajar memanfaatkan teknologi dengan tanggung jawab.
Guru pun perlu mengembangkan peran mereka, tidak hanya sebagai sumber informasi, tapi juga sebagai fasilitator pembelajaran yang membimbing siswa dalam berpikir kritis, menilai informasi, dan mengembangkan karakter.
Secara konsep, AI adalah bidang dalam ilmu komputer yang memungkinkan mesin melakukan tugas-tugas yang umumnya membutuhkan kecerdasan manusia. Beberapa pakar seperti H. A. Simon, Knight, dan Rich bahkan menyatakan bahwa AI memiliki potensi untuk melampaui kemampuan manusia dalam aspek-aspek tertentu. Maka dari itu, pemahaman tentang AI perlu menjadi bagian dari pendidikan—bukan hanya untuk menggunakan, tetapi juga untuk memahami cara kerjanya dan dampaknya secara menyeluruh.
AI Bukan Pengganti, tapi Pendamping Proses Belajar
AI seharusnya tidak dilihat sebagai pengganti manusia, tetapi sebagai alat bantu. Interaksi sosial, nilai-nilai moral, dan karakter tidak bisa dibentuk oleh algoritma. Di sinilah pentingnya peran manusia—baik orang tua maupun guru—untuk tetap terlibat aktif dalam proses pendidikan.
Kesimpulan
Teknologi AI membuka peluang besar bagi kemajuan pendidikan di Indonesia, tetapi juga membawa tanggung jawab baru. Pelajar perlu dibekali bukan hanya dengan akses digital, tetapi juga literasi dan nilai untuk menggunakannya secara bijak. Karena di balik layar canggih dan sistem otomatis, pembentukan karakter tetap bergantung pada sentuhan manusia yang penuh perhatian dan empati.
Penulis: Enjelin Amanda Dewi
Sumber gambar: Istockphoto.com