Etnis Uyghur merupakan etnis minoritas yang tinggal di wilayah barat laut Tiongkok, yakni Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang. Mayoritas etnis Uyghur memeluk agama islam, dan sangat taat kepada ajaran agama. Etnis Uyghur bersama dengan kelompok muslim di Tiongkok barat laut, sempat mendirikan negara merdeka tersendiri, yang diberi nama sebagai East Turkestan Republic.
Namun, negara tersebut runtuh karena adanya invasi dan aneksasi dua negara besar yakni China dan Uni Soviet, munculnya perbedaan pemikiran dan pendapat internal juga menjadi salah satu penyebab runtuhnya negara Republik Turkistan Timur. Pasca runtuhnya Republik Turkistan Timur, kegiatan etnis Uyghur dan komunitas muslim lokal lainnya diawasi dengan ketat oleh pemerintah Tiongkok hingga saat ini.
Pengawasan ketat yang telah dilakukan oleh pemerintah Tiongkok telah berlangsung sejak lama, kurang lebih puluhan tahun lamanya. Selain melakukan pengawasan, pemerintah Tiongkok juga melakukan tindakan represif terhadap etnis Uyghur di Xinjiang. Adapun tindakan represif yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok terhadap etnis Uyghur antara lain seperti diskriminasi, penahanan massal, penindasan budaya dan agama, serta kebijakan asimilasi paksa.
Adapun alasan pemerintah Tiongkok melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap etnis Uyghur, bertujuan untuk mencegah adanya penyebaran ideologi ataupun tindakan separatisme, ekstremisme, dan terorrisme yang terjadi terhadap etnis minoritas Uyghur di Xinjiang, pemerintah China mengatakan bahwa mereka ingin menjaga kedaulatan negara mereka, China melihat masa lalu dimana etnis Uyghur dan Komunitas Muslim lokal telah 2 kali melakukan pemisahan diri dari Tiongkok.
Hal ini, memicu ketakutan dan ketidakamanan pemerintah Tiongkok terhadap etnis Uyghur dan Komunitas Muslim Uyghur di Xinjiang, pemerintah melihat etnis minoritas tersebut sebagai ancaman kedaulatan bagi negara Tiongkok.
Kebijakan represif tersebut memicu respon internasional yang bervariatif, beberapa negara mendukung, seperti negara sekutu, dan beberapa negara juga mengecam keras tindakan represif tersebut seperti negara-negara barat, dan beberapa memilih diam seribu bahasa seperti negara-negara Asia Tenggara dan beberapa organisasi internasional lainnya.
Kekuatan Tiongkok dalam segi perekonomian dan militer yang melahirkan respon variatif dari masyarakat internasional, mereka cenderung memilih untuk menjaga hubungan baik dengan Tiongkok. Sebab, Tiongkok sering memberikan kontribusi yang penting dan signifikan dalam perekonomian beberapa negara di dunia, termasuk negara barat yang sering mengecam keras perlakuan Tiongkok terhadap etnis Uyghur.
Tiongkok juga memiliki sebuah inisiatif yang menjadi strategi ekonomi utama milik Tiongkok, yang bernama Belt Road Initiative (BRI) Inisiatif ini bertujuan untuk memperkuat dan meningkatkan perdagangan Intenternasional Tiongkok ke negara-negara Asia dan Eropa. Proyek BRI ini dikabarkan melibatkan wilayah Xinjiang, wilayah yang diduduki oleh etnis minoritas Uyghur.
Selain itu, Xinjiang juga memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah seperti minyak dan gas alam. Xinjiang juga dikenal sebagai jalur perdagangan dan pertukaran budaya Internasional, tepatnya wilayah ini meghubungi Kawasan Eropa dan Asia. Oleh karena itu, tujuan essay ini ialah untuk menganalisis lebih dalam mengenai konflik Uyghur yang terjadi di Xinjiang dan keterkaitannya terhadap proyek Belt Road Initiative (BRI) yang diinisiasikan pemerintah Tiongkok.
Keterkaitan antara Konflik Uyghur dengan Belt Road Initiative (BRI) Tiongkok
Xinjiang merupakan sebuah provinsi besar yang terletak di wilayah barat laut Tiongkok, Xinjiang wilayah strategis yang menghubungi Tiongkok dengan Asia dan Eropa. Oleh karena itu, Xinjiang memainkan peran penting dalam perdagangan Tiongkok, wilayah ini juga memiliki kekayaan alam yang melimpah seperti minyak, gas, hasil tambang, dan sumber daya alam lainnya.
Selain itu, Daerah Otonomi Xinjiang juga merupakan rumah bagi pangkalan udara milik Tiongkok yakni Hotan, Kashgar, dan Ngari Gunsa. Xinjiang dinilai sebagai negara yang berkontribusi cukup besar bagi perekonomian Tiongkok. Oleh karena itu, China sangat protektif dengan wilayah ini, dan terus berupaya menjaga kedaulatan wilayah ini untuk mencegah adanya separatisme kembali yang dilakukan oleh etnis minoritas Uyghur.
Xinjiang memegang peran kunci dalam proyek BRI milik Tiongkok, khususnya pada jalur darat (Silk Road Economic Belt). Dengan letak wilayah yang strategis, Xinjiang menghubungkan China dengan Asia Tengah, Timur Tengah, Rusia, dan Eropa. Kota-kota di Xinjiang seperti Kashgar dan Urumqi menjadi kunci penting dalam proyek BRI. Pada wilayah Kashgar, Tiongkok membangun konektivitas untuk memperkuat perdagangan dan aktifitas ekonomi lainnya dengan Asia Tengah dan Eropa melalui kereta api lintas negara, dan jalur darat.
Sedangkan di Urumqi, Tiongkok memiliki International Land Port yang dikenal sebagai salah satu terminal angkutan darat terbesar di Tiongkok. Kashgar juga dinobatkan seagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tiongkok, Kawasan ini menjadi Kawasan Perdangan Bebas, aktifitas ekonomi ekspor impor diwilayah ini menyumbang 20 persen volume perdagangan negara. Selain itu, Urumqi juga tidak kalah penting, wilayah ini memiliki kereta api ekspress China-Eropa (China-Europe Railway Express) yang bertujuan untuk melancarkan jalur perdagangan antara Tiongkok dengan Eropa, khususnya ke kota-kota besar di Eropa seperti Hamburg, Rotterdam, dan Duisburg. Selain itu, wilayah Xinjiang juga menjadi wilayah yang memproduksi kapas, Xinjiang menjadi wilayah penghasil kapas utama di Tiongkok.
China-Europe Railways Express di Xinjiang HUB. Sumber: Xinhua, English.news
Wilayah-wilayah penting tersebut merupakan wilayah yang diduduki oleh etnis minoritas Uyghur, yang memiliki budaya dan agama yang berbeda dengan orang-orang asli Tiongkok. Selain itu, orang-orang Uyghur dikenal sebagai orang-orang yang taat kepada agama dan sangat menjaga budayanya. Hal ini, membuat Tiongkok terus mengontrol etnis Uyghur dengan ketat. Tiongkok terus melakukan berbagai tindakan represif terhadap etnis Uyghur dan komunitas muslim minoritas lainnya yang berada di Xinjiang, menjadi salah satu strategi pemerintah Tiongkok untuk mempertahankan wilayah kunci tersebut. Sebab, Xinjiang memainkan peran penting dalam proyek BRI milik Tiongkok.
Xinjiang menjadi pusat logistik BRI Tiongkok, menjadi tuan rumah untuk tiga dari enam koridor BRI, wilayah ini telah mendapatkan investasi sebanyak miliaran dollar, Xinjiang menyumbang lebih dari 80% perdagangan dengan negara-negara BRI pada tahun 2019. Tiongkok selalu berada dibayang-bayang ketakutan bahwa Xinjiang akan terpisah dari Tiongkok, seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Tiongkok melihat, bahwa etnis Uyghur akan melakukan pemberontakan kembali, seperti sebelumnya mereka mendirikan Republik Turkistan Timur. Jika hal itu terjadi kembali, Tiongkok akan kehilangan hampir setengah pendapatan negara tersebut. Hal ini, tentu akan sangat merugikan Tiongkok dan kemungkinan akan menurunkan eksistensi Tiongkok sebagai negara super power di panggung internasional. Oleh karena itu, Tiongkok selalu melihat etnis Uyghur sebagai ancaman bagi Tiongkok. Sejarah perjalanan separatisme yang dilakukan oleh etnis Uyghur di masa lalu, menjadi kartu penting Tiongkok dalam melakukan tindakan represif terhadap etnis Uyghur.
Etnis Uyghur tidak diberikan untuk memainkan peran yang strategis, mereka hanya menjadi pekerja paksa untuk kebun kapas, ataupun menjadi buruh pabrik dengan bayaran yang rendah. Bahkan, pemerintah Tiongkok dituduh melakukan pengusiran atau pembersihan etnis dengan cara melakukan imigrasi besar-besaran terhadap etnis Han ke wilayah Xinjiang, agar etnis asli Tiongkok tersebut dapat memegang kontol atas wilayah kunci.
Selain itu, kamp-kamp penahanan massal, yang dibangun oleh pemerintah Tiongkok untuk menahan etnis Uyghur dengan alasan untuk diberikan pendidikan ulang tersebut, merupakan tempat penahanan dan penyiksaan yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok terhadap etnis Uyghur. Tahanan kamp-kamp tersebut sering merasakan siksaan secara fisik ataupun mental hingga tewas, bahkan tahanan perempuan menjadi alat pemuas nafsu bagi oknum-oknum pemerintah yang menjaga kamp tersebut.
Perempuan Uyghur juga dipaksa untuk memasang alat kontrasepsi, sebagai upaya untuk membatasi semakin banyaknya Etnis Uyghur di Xinjiang. Selain itu, Etnis Uyghur dipaksa untuk menikah dengan etnis lain, dan dipaksa untuk meninggalkan praktik agama dan kebudayaan yang telah lama mereka jalani, dengan tujuan untuk mereset ulang pemikiran-pemikaran etnis Uyghur di Xinjiang.
Dengan memiliki kekayaan alam yang berlimpah, serta letak geografis yang strategis. Xinjiang menjadi kunci utama dalam proyek Belt Road Initiative (BRI) yang dibentuk oleh Tiongkok, untuk memperkuat eksistensi nya sebagai negara yang memegang perekonomian dunia. Wilayah yang menjadi rumah bagi etnis Uyghur dan komunitas muslim minoritas Tiongkok, telah dibentuk menjadi wilayah tempat berjalannya aktifitas ekonomi global, yang menghubungkan antara Tiongkok dengan Kawasan Asia, Timur Tengah, dan Eropa.
Etnis Uyghur tidak pernah diberikan peran yang strategis, dan dilarang untuk melakukan aktifitas keagamaan dan budaya dengan tujuan untuk menjaga kedaulatan negara. Tiongkok tidak ingin melihat wilayah strategis tersebut terpisah dari negara tersebut atau bahkan dikuasai oleh etnis yang berbeda dari mereka, sebab wilayah ini memegang kunci atas kekuatan ekonomi Tiongkok.
Oleh karena itu, Tiongkok ingin tetap memegang kontrol penuh terhadap wilayah Xinjiang, dan menghapus etnis minoritas seperti Uyghur dari wilayah kunci tersebut. Sebab, Uyghur dianggap sebagai ancaman bagi pemerintah Tiongkok, dengan melihat masa lalu Uyghur yang telah dua kali berhasil memisahkan diri dari Tiongkok, meskipun Tiongkok telah mendapatkan wilayah Xinjiang kembali.