Pernahkah kamu merasakan perut terasa panas, mual, atau kembung setelah melewatkan jam makan? Atau merasakan dada seperti terbakar ketika sedang begadang menyelesaikan tugas kuliah? Jika iya, kemungkinan besar itu adalah gejala asam lambung. Fenomena ini ternyata cukup sering dialami oleh mahasiswa. Secara global, diperkirakan sekitar 1 dari 5 orang di dunia (20%) menderita penyakit refluks gastroesofageal (GERD). Data Global Burden of Diseases (GBD) 2019 bahkan mencatat bahwa jumlah kasus GERD di seluruh dunia mencapai sekitar 783,95 juta orang.
Gangguan asam lambung atau GERD kini juga menjadi perhatian serius di Indonesia. Berdasarkan data Journal of Clinical Gastroenterology edisi April 2024, prevalensi GERD di Indonesia meningkat tajam dari 61,8% pada tahun 2019 menjadi 67,9% pada 2021. Artinya, hampir 7 dari 10 orang dewasa di Indonesia hidup dengan gejala seperti heartburn, mual, hingga gangguan tidur akibat refluks asam lambung. GERD sendiri merupakan kondisi ketika asam lambung naik ke kerongkongan (esofagus) sehingga menimbulkan sensasi terbakar di dada atau nyeri dada (heartburn).
Kondisi ini terjadi akibat melemahnya katup antara lambung dan kerongkongan. Di bagian bawah kerongkongan terdapat otot berbentuk cincin yang disebut lower esophageal sphincter (LES). Otot ini berfungsi layaknya pintu satu arah: terbuka saat kita menelan agar makanan masuk ke lambung, lalu menutup kembali untuk mencegah isi lambung naik. Namun, ketika fungsi cincin ini menurun, pintu tersebut tidak menutup rapat sehingga asam lambung dapat lebih mudah naik kembali ke kerongkongan. Inilah yang kemudian menimbulkan gejala GERD, terutama setelah makan atau saat berbaring. Sebenarnya, asam lambung adalah bagian normal dari sistem pencernaan, tetapi bila produksi dan pengeluarannya tidak terkontrol, dapat menyebabkan rasa tidak nyaman hingga komplikasi jangka panjang.
Pada mahasiswa, kasus GERD semakin sering ditemukan akibat pola hidup yang kurang sehat. Kebiasaan begadang, konsumsi kopi berlebihan, serta pola makan yang tidak teratur—seperti melewatkan jam makan, sering mengonsumsi makanan cepat saji, atau ngemil di malam hari—merupakan faktor utama pemicu meningkatnya kejadian GERD. Mahasiswa kedokteran misalnya, sering kali memiliki jadwal kuliah yang padat dan tuntutan akademik tinggi sehingga waktu tidur terabaikan.
Hal ini berdampak pada lambatnya proses pencernaan dan berpotensi memicu refluks, terutama saat malam hari. Penelitian yang dilakukan oleh Royani dkk. (2024) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara GERD dengan tingkat konsentrasi belajar mahasiswa. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa mahasiswa Angkatan 2021 Fakultas Kedokteran UMI yang mengalami GERD cenderung memiliki konsentrasi belajar lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa yang sehat. Artinya, GERD tidak hanya memengaruhi kesehatan fisik, tetapi juga berdampak pada fungsi kognitif, termasuk fokus, daya ingat, dan produktivitas akademik.
Gejala GERD biasanya muncul setelah makan dalam porsi besar, pada malam hari, atau ketika tubuh dalam posisi berbaring. Beberapa keluhan yang sering dirasakan antara lain rasa panas di dada, mual, perut kembung, sering bersendawa, serta rasa asam atau pahit di tenggorokan. Pada sebagian kasus, gejala ini bahkan menyerupai serangan jantung sehingga sering menimbulkan kepanikan pada penderitanya.
Pencegahan dan penanganan GERD dapat dilakukan melalui pengelolaan gaya hidup sehat. Beberapa langkah yang dianjurkan meliputi makan secara teratur dengan porsi sedang, mengunyah makanan perlahan, menghindari makanan pedas, asam, dan tinggi lemak, serta tidak langsung tidur setelah makan. Selain itu, penting juga untuk mengurangi konsumsi kopi, soda, dan cokelat, serta mengelola stres dengan baik melalui manajemen waktu dan relaksasi. Bagi mereka yang sudah mengalami gejala berulang, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat, baik melalui terapi obat maupun perubahan pola hidup yang lebih konsisten.
Khusus bagi mahasiswa, pencegahan GERD dapat dilakukan dengan membiasakan sarapan sebelum beraktivitas agar lambung tidak kosong terlalu lama, membawa bekal sehat untuk menghindari konsumsi makanan cepat saji, serta mengatur jam belajar agar tidak terlalu sering begadang. Mengganti camilan tidak sehat dengan buah, yoghurt, atau kacang-kacangan juga dapat membantu menjaga keseimbangan asam lambung. Selain itu, melakukan olahraga ringan secara rutin seperti jalan kaki atau peregangan di sela-sela belajar, serta memberi waktu istirahat yang cukup setiap hari, dapat mendukung kesehatan pencernaan sekaligus meningkatkan konsentrasi belajar.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”