Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Muhammadiyah Bulukumba tengah berada dalam kondisi mati suri. Tanpa ada regenerasi, pemilihan, atau pelantikan pengurus baru, dua lembaga inti kemahasiswaan ini seolah-olah menghilang, menyisakan kekosongan yang kian meresahkan.
Tongkat estafet kepemimpinan terputus total. Tidak ada Pemira (pemilihan raya) yang digelar, tidak ada musyawarah besar, dan tidak ada komunikasi resmi dari pihak kampus mengenai keberlanjutan dua organisasi strategis ini. Padahal, eksistensi BEM dan DPM tidak hanya berfungsi sebagai sarana aspirasi mahasiswa, tetapi juga menjadi salah satu indikator penilaian dalam proses akreditasi perguruan tinggi.
BEM dan DPM memiliki peran penting dalam membangun iklim demokrasi kampus, melaksanakan program pengembangan soft skill mahasiswa, serta menjadi mitra kritis bagi kebijakan birokrasi. Mahasiswa pun mulai mempertanyakan komitmen kampus dalam membina kehidupan organisasi.
Kini, harapan satu-satunya ada pada keseriusan pihak universitas dalam merespons situasi ini. Jika tidak, bukan tidak mungkin BEM dan DPM di Universitas Muhammadiyah Bulukumba akan benar-benar tinggal nama mati di atas kertas, dan terkubur dalam sejarah kampus.