Fenomena “mental ikut-ikutan” makin sering terlihat di kalangan anak muda hari ini. Budaya ikut arus ramai dianggap lebih aman ketimbang berdiri sendiri. Saat berada dalam kelompok besar, mereka merasa percaya diri, tapi begitu harus melangkah sendirian, mentalnya goyah. Inilah yang menjadi sorotan utama para pemerhati sosial: generasi penerus tidak boleh tumbuh dengan pola pikir instan seperti ini.
Mentalitas beramai-ramai memang terasa nyaman. Ada rasa aman karena dukungan massa membuat langkah terasa ringan. Namun, ketika situasi menuntut keberanian personal, banyak yang memilih mundur. Mereka takut salah, takut gagal, bahkan takut menjadi bahan sorotan. Padahal, dunia kerja, usaha, maupun kehidupan nyata sering kali menuntut keputusan individu yang tegas dan berani.
Jika dibiarkan, mental ikut-ikutan bisa menjadi hambatan besar bagi perkembangan diri. Generasi penerus yang hanya bisa berjalan ketika bersama kerumunan akan sulit membentuk karakter yang kuat. Mereka akan mudah terbawa arus opini, tren sesaat, bahkan propaganda yang merugikan. Bukannya menjadi pemimpin perubahan, mereka justru jadi pengikut tanpa arah.
Pendidikan karakter dan pembinaan mental harus diarahkan untuk mengikis pola pikir semacam ini. Anak muda perlu dilatih untuk mengambil keputusan dengan sadar, bukan sekadar mengikuti suara mayoritas. Keteguhan hati, keyakinan pada prinsip, serta keberanian untuk berdiri sendiri adalah nilai yang harus terus ditanamkan sejak dini. Hanya dengan cara ini, generasi penerus bisa berkembang menjadi pribadi yang tangguh.
Menjadi pribadi yang mandiri bukan berarti menolak kebersamaan. Justru kebersamaan akan lebih bermakna ketika setiap individu memiliki karakter kuat. Dalam tim, orang yang punya pendirian jelas akan memberi warna, kontribusi, dan pengaruh positif. Sebaliknya, orang yang hanya ikut-ikutan akan mudah hilang dalam keramaian, tidak memberi dampak apa pun selain jumlah.
Harga diri adalah hal lain yang patut dijaga. Anak muda berkelas bukanlah mereka yang sekadar viral karena ikut tren, melainkan yang bisa bertahan dengan identitas diri. Ketika mampu berkata “tidak” pada arus yang menjerumuskan, itulah bentuk nyata integritas. Karakter ini yang akan menjadi bekal mereka untuk bertahan di tengah dunia yang makin kompetitif dan penuh godaan.
Masyarakat, keluarga, dan lingkungan pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk mental generasi penerus. Anak muda harus diberi ruang untuk berpendapat, salah, lalu belajar memperbaiki diri. Dengan begitu, mereka terbiasa menghadapi risiko, bukan hanya mencari aman dengan cara ikut-ikutan. Proses inilah yang menumbuhkan kepercayaan diri sejati.
Akhirnya, mental ikut-ikutan hanya akan melahirkan generasi yang rapuh. Sebaliknya, generasi yang mampu berdiri sendiri dengan pendirian teguh akan menjadi anak muda berkelas: jelas identitasnya, kuat karakternya, dan teguh prinsipnya. Mereka bukan hanya penonton dalam arus perubahan, tetapi aktor utama yang siap membawa bangsa menuju masa depan lebih baik.
Mental ikut-ikutan memang terasa aman, tapi sesungguhnya membuat kita rapuh. Hidup dalam keramaian memberi ilusi kekuatan, namun ujian sejati justru hadir ketika kita berdiri sendirian. Generasi penerus tidak boleh berhenti hanya menjadi pengikut arus. Mereka harus berani menegakkan harga diri, memegang prinsip, dan melangkah dengan keyakinan meski tanpa tepuk tangan.
Anak muda berkelas bukanlah mereka yang sibuk mengejar tren, melainkan yang berani berbeda, tetap tegak meski sendirian, dan konsisten menapaki jalan yang diyakini benar. Saat itulah, kita bukan sekadar bagian dari kerumunan—tetapi penentu arah perubahan.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”