TANGSEL– Wakil Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Pilar Saga Ichsan mengajak, masyarakat untuk lebih mencintai dan melestarikan budaya Betawi sebagai bagian penting dari jati diri masyarakat Kota yang bertajuk Cerdas, Modern, Religius(Cimore) ini.
Ajakan ini disampaikan dalam Festival Budaya Betawi yang digelar meriah di Kecamatan Pondok Aren.
Pilar menerangkan, di tengah pesatnya perkembangan wilayah, masyarakat tidak boleh melupakan akar budaya lokal.
Menurutnya, Budaya, bukan hanya sebatas tampilan luar seperti busana adat atau seni pertunjukan, melainkan juga nilai-nilai luhur yang menjadi fondasi kehidupan masyarakat.
“Yang diharapkan bahwa nilai-nilainya yang akan ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti budaya guyub, kerjasama, gotong royong, dan setia kawan. Itu yang dipunya oleh masyarakat Betawi dan harus ditanamkan ke masyarakat,” kata Pilar, di Kecamatan Pondok Aren, Sabtu 26 Juli 2025.
Salah satu elemen, budaya Betawi yang menjadi perhatian khusus adalah pencak silat. Pilar menyebut, aliran seperti Beksi dan Jalan Enam sebagai warisan penting yang tidak boleh ditinggalkan.
Untuk itu, lanjut Pilar, Pemkot Tangsel telah memasukkan pencak silat ke dalam kurikulum muatan lokal wajib di sekolah.
“Pemkot sudah dua tahun ini melakukan langkah di Dinas Pendidikan, yaitu muatan lokal wajib untuk seni pencak silat. Supaya para pelaku silat juga bisa hidup, direkrut oleh sekolah-sekolah, dan anak-anak kita jadi tahu,” jelasnya.
Pilar menyebut, komitmen pelestarian budaya tersebut juga diwujudkan dalam bentuk penyediaan fasilitas bagi para pelaku seni dan komunitas budaya, salah satunya padepokan IPSI Tangsel yang dibangun di Jaletreng, Taman Kota 2.
Pilar menegaskan, bahwa pencak silat bukan hanya olahraga, tetapi bagian dari identitas warga.
“Pencak silat itu bukan hanya sekedar cabang olahraga. Ini adalah nilai budaya. Ini jati diri pribadi kita sebagai masyarakat Tangerang Selatan,” tegasnya.
Kemudian, Pilar mengingatkan, pentingnya memahami tiga akar budaya utama yang membentuk identitas kultural Tangsel, yakni Betawi Ora, Sunda Cisadane, dan Cina Benteng.
Menurutnya, Ketiganya telah hidup berdampingan selama ratusan tahun dan membentuk karakter khas masyarakat Tangsel.
“Kenal, dikenali, dicintai, silakan. Anda sukai, Anda nikmati, dan Anda bisa menguasai budaya itu. Supaya Anda kemanapun pergi, Anda bangga sebagai orang Tangerang Selatan,” imbuhnya.
Lebih jauh, Pilar mengingatkan bahwa identitas budaya adalah pembeda yang harus dijaga, terutama di tengah kehidupan metropolitan yang serba instan dan seragam.
Maka dari itu, Pilar menjelaskan, masyarakat yang kehilangan identitas budaya sebagai “mati obor” yakni tidak tahu asal-usul dan jati dirinya.
“Jangan sampai terjadi seperti itu. Tapi budaya Betawi terus lestari dan ada dalam diri kita sehari-hari,” ucapnya.
Festival Budaya Betawi di Pondok Aren berlangsung selama dua hari, dengan beragam rangkaian kegiatan seni dan budaya.
Hari pertama diisi penampilan dari 38 padepokan pencak silat se-Kecamatan Pondok Aren, serta hiburan musik akustik dan penampilan musisi Betawi, Ipang Hore Hore.
Lebih lanjut, Hari kedua dimeriahkan oleh senam sehat bersama warga, pertunjukan lenong, gambang kromong dari Haji Saran seniman lokal berprestasi hingga malam puncak yang menampilkan tarian adat, pemberian hadiah, dan pertunjukan musik budaya.
Dalam Kegiatan ini, juga menghadirkan 30 tenan UMKM binaan Dekranasda dan Karang Taruna dari berbagai kelurahan, sebagai bentuk dukungan terhadap pemberdayaan ekonomi lokal berbasis komunitas.
Di lokasi yang sama, Ketua Karang Taruna Kecamatan Pondok Aren, Andika Prasetya menyampaikan, bahwa kegiatan ini merupakan bentuk nyata kepedulian generasi muda terhadap pelestarian budaya lokal.
“Tujuannya kami dari Karang Taruna Kecamatan Pondok Aren, pertama, menjaga kearifan lokal yang ada agar kita tidak lupa dengan tradisi dan budaya yang ada di wilayah,” ujar Andika.
Selain itu, Andika menyampaikan, aspirasi dari para pelaku budaya agar diberikan ruang yang lebih luas untuk tampil dan berkembang.
“Saya sering bersilaturahmi ke padepokan-padepokan di wilayah Pondok Aren. Mereka punya harapan besar agar disediakan tempat dan ruang bagi seni serta pelaku budaya agar tetap bisa dikenal dan dipelajari oleh generasi selanjutnya,” pungkasnya.(Mario)