Sejarah sering terasa jauh dan kaku. Namun kalau kita perhatikan, sejarah sebenarnya adalah cerita tentang manusia—tentang harapan, keyakinan, dan juga tragedi. Begitu pula kisah panjang yang menghubungkan Revolusi Oktober 1917 di Rusia dengan perjalanan politik di Indonesia hingga peristiwa G30S/PKI 1965.
Ketika Rusia Mengguncang Dunia
Bayangkan Rusia di tahun 1917: negeri luas yang rakyatnya hidup miskin di bawah kekuasaan Tsar. Kaum buruh dan petani, yang sudah lama tertindas, akhirnya bangkit bersama Partai Bolshevik. Mereka menggulingkan kekuasaan lama dan mendirikan pemerintahan baru—pemerintahan yang mengaku berdiri atas nama kaum pekerja.
Kemenangan ini, yang dikenal sebagai Revolusi Oktober, menjadi gempa politik yang gaungnya terdengar hingga ke ujung dunia. Bagi banyak bangsa terjajah, termasuk Indonesia, revolusi itu seperti mercusuar: bukti bahwa rakyat biasa pun bisa menentukan arah sejarah.
Api yang Menyala di Hindia Belanda
Di tanah jajahan Hindia Belanda, berita tentang Revolusi Rusia segera membangkitkan imajinasi. Para buruh pelabuhan, pekerja perkebunan, hingga kaum intelektual muda melihat kemungkinan baru: kemerdekaan bukan hanya urusan elite, tapi bisa diperjuangkan rakyat luas.
Dari sinilah lahir Partai Komunis Indonesia (PKI) pada awal 1920-an. PKI menjadi salah satu partai komunis pertama di Asia, dan berusaha menerjemahkan semangat Revolusi Oktober ke dalam perjuangan anti-kolonial. Mereka mengorganisir pemogokan, aksi massa, bahkan pemberontakan bersenjata pada 1926–1927. Memang, semua itu gagal. Banyak anggotanya dipenjara atau dibuang. Tapi api gagasan itu tidak pernah benar-benar padam.
Setelah Merdeka: Harapan dan Ketegangan
Kemerdekaan Indonesia tahun 1945 membuka babak baru. PKI yang sempat hancur, bangkit lagi. Pada 1950-an dan awal 1960-an, di bawah pimpinan D.N. Aidit, PKI tumbuh menjadi partai raksasa dengan jutaan simpatisan. Para buruh, tani, dan rakyat kecil melihat PKI sebagai suara mereka.
Namun, di balik itu semua, ketegangan politik makin tajam. Militer, kelompok agama, dan partai nasionalis kanan mengkhawatirkan dominasi PKI. Sementara di luar negeri, Perang Dingin membuat Indonesia jadi ajang tarik-menarik antara Amerika Serikat, Uni Soviet, dan Tiongkok. Situasinya tegang, rapuh, dan penuh kecurigaan.
Malam Paling Gelap: G30S/PKI
Lalu datanglah malam 30 September 1965. Sejumlah jenderal diculik dan dibunuh dalam peristiwa yang kemudian disebut G30S. Gerakan itu segera dituduhkan kepada PKI.
Bagi sebagian pihak dalam PKI, langkah tersebut dianggap sebagai usaha mencegah kudeta oleh “Dewan Jenderal” terhadap Presiden Soekarno. Tetapi narasi yang kemudian dibangun justru menempatkan PKI sebagai dalang utama.
Dari sinilah dimulai tragedi besar: ratusan ribu orang ditangkap, disiksa, bahkan dibunuh. PKI dihancurkan, dan sejarah Indonesia memasuki era Orde Baru dengan Soeharto di puncak kekuasaan.
Dari Revolusi ke Renungan
Kalau ditarik garis panjang, ada semacam benang merah: dari Revolusi Oktober di Rusia ke G30S di Indonesia. Ide tentang rakyat kecil yang bisa merebut masa depan memberi inspirasi luar biasa. Tapi jalan sejarah Indonesia berakhir berbeda.
Revolusi di Rusia berhasil karena bertemu dengan kondisi krisis yang akut: perang, kelaparan, dan keruntuhan kekuasaan lama. Di Indonesia, PKI mencoba mengulang spirit itu, tapi terbentur kenyataan: negara baru yang rapuh, struktur sosial yang berbeda, dan tekanan Perang Dingin yang keras.
Yang tersisa adalah pelajaran pahit: gagasan besar bisa menyalakan harapan, tapi juga bisa berujung tragedi ketika berhadapan dengan realitas politik yang kejam.
Note:
Tidak ada yg salah dari Ideologi, yg salah adalah senjata yg tak pernah berpikir
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”