Kota Tebing Tinggi (31/12) – Jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) yang seharusnya menjadi jangkar stabilitas pemerintahan kini tengah berada dalam sorotan tajam. Alih-alih menjadi jembatan penyambung komunikasi, kinerja Sekda Kota Tebing Tinggi Erwin Suheri Damanik dinilai gagal menjalankan fungsi vitalnya, baik yang termaktub dalam aturan hukum maupun peran implisit sebagai penjaga harmoni birokrasi.
Kegagalan Administratif dan Mandulnya Koordinasi
Secara tertulis, Sekda adalah panglima tertinggi ASN yang bertanggung jawab atas koordinasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Namun, fakta di lapangan menunjukkan realita yang kontras. Program-program strategis daerah kerap terhambat oleh ego sektoral antar-dinas yang tak kunjung teratasi.
“Kita melihat ada sumbatan komunikasi yang parah. Di dalam lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi, sering kali terjadi faksi-faksi atau persaingan antar-Kepala Dinas (OPD). Sekda yang seharusnya berperan sebagai “hakim garis” atau mediator yang meredam ego sektoral agar program-program strategis tidak terhambat oleh konflik internal antar-pejabat, seolah ada kesan “pembiaran” terhadap hal tersebut. Akibatnya, serapan anggaran melambat dan pelayanan publik menjadi korbannya, sehingga proyek-proyek strategis pemerintah kota seperti “kejar tayang” ujar Surya Ningsih, seorang pengamat kebijakan publik.

Retaknya Harmoni Internal: Munculnya Faksi dan Konflik
Dampak paling nyata dari lemahnya manajerial Sekda Kota Tebing Tinggi adalah munculnya benih-benih faksi di tubuh birokrasi. Fungsi tidak tertulis Sekda sebagai conflict manager atau peredam konflik internal sama sekali tidak terlihat. Sebaliknya, kebijakan mutasi dan promosi jabatan yang dinilai tidak transparan di bawah kendalinya justru memicu kegaduhan dan menurunkan moral para aparatur sipil negara.
Ketidakmampuan Sekda dalam menjaga keseimbangan ini menciptakan suasana kerja yang toksik, di mana intrik politik internal lebih dominan ketimbang pencapaian target kinerja.
Gagal Menjadi “Bumper” Kepala Daerah
Idealnya, Sekda adalah sosok yang mampu menetralisir tekanan politik dan menjadi tameng teknis bagi Kepala Daerah. Namun, yang terjadi di Kota Tebing Tinggi justru sebaliknya. Setiap kebijakan kontroversial yang lahir langsung menghantam Walikota Tebing Tinggi H. Iman Irdian Saragih tanpa ada filtrasi atau penjelasan teknis yang memadai dari meja Sekda.
Kegagalan dalam melobi legislatif (DPRD) juga menambah daftar panjang rapor merah. Hubungan eksekutif dan legislatif yang terus memanas mencerminkan mandulnya fungsi negosiasi yang seharusnya dimainkan oleh Sekda di balik layar.
Rakyat yang Menanggung Akibat
Kegaduhan di “menara gading” pemerintahan ini tidak hanya menjadi konsumsi elite. Pandangan rakyat terhadap pemerintah kota kini berada di titik nadir. Publik melihat pemerintah kota lebih sibuk dengan konflik internal ketimbang mengurusi urusan perut rakyat.
“Bagaimana rakyat mau percaya, kalau di dalam saja mereka terus bertengkar? Sekda seharusnya menjadi penenang, bukan bagian dari masalah,” keluh seorang warga Bagelen yang sering memantau perkembangan konflik pemerintah kota di media sosial.
Beberapa aspek kegagalan dari kinerja Erwin Suheri Damanik sebagai Sekda Kota Tebing Tinggi, sehingga memunculkan dampak yang terjadi
1. Koordinasi OPD : Program mangkrak dan ego sektoral meningkat.
2. Manajemen Konflik : Munculnya kubu-kubu (faksi) di internal birokrasi.
3. Komunikasi Politik : Hubungan dengan DPRD disharmonis, anggaran sering terlambat. Dan cenderung mengabaikan fungsi kelembagaan DPRD
4. Kepercayaan Publik : Citra pemerintah daerah merosot tajam akibat kegaduhan yang terekspos.
Jika Sekda tidak segera kembali ke khitahnya sebagai administrator yang mumpuni dan diplomat yang ulung, maka roda pemerintahan Kota Tebing Tinggi diprediksi akan terus berjalan di tempat, terjebak dalam pusaran konflik yang dibuatnya sendiri.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”










































































