Artikel ini mengkaji kinerja dualisme dalam sistem perbankan, yaitu perbankan syariah dan konvensional, terutama ketika menghadapi krisis ekonomi. Dengan menggunakan pendekatan evaluatif kritis, studi ini membandingkan ketahanan, stabilitas, dan kontribusi kedua sistem dalam mengatasi dampak krisis. Data sekunder dari laporan keuangan bank syariah dan konvensional, beserta indikator makroekonomi selama masa krisis (seperti krisis keuangan global 2008 atau pandemi COVID-19), digunakan untuk mengidentifikasi variasi kinerja.
Temuan studi menunjukkan bahwa meskipun kedua sistem menghadapi dampak krisis, terdapat perbedaan yang signifikan dalam tingkat fluktuasi aset, profitabilitas, dan manajemen risiko. Perbankan syariah, yang didasarkan pada prinsip-prinsip syariah seperti larangan riba dan spekulasi, umumnya menunjukkan stabilitas yang lebih baik pada indikator-indikator tertentu, meskipun tantangan terkait skala dan likuiditas tetap ada. Di sisi lain, perbankan konvensional, dengan keragaman produk dan jangkauan pasar yang lebih luas, menunjukkan kemampuan adaptasi yang berbeda.
Studi ini juga mengkaji kerangka regulasi yang membingkai kedua sistem dan dampaknya terhadap ketahanan perbankan. Temuan ini mempunyai arti penting bagi pengambil kebijakan dan praktisi perbankan dalam merancang strategi untuk meningkatkan ketahanan sistem keuangan di masa depan serta memahami potensi dan keterbatasan masing-masing sistem dalam menghadapi dinamika perekonomian. Kata Kunci: (Dualisme Sistem Perbankan, Perbankan Syariah, Perbankan Konvensional, Krisis Ekonomi) Abstrak — Artikel ini mengkaji kinerja dualisme dalam sistem perbankan, yakni perbankan syariah dan konvensional, terutama dalam menghadapi krisis ekonomi.
Dengan memanfaatkan pendekatan evaluatif yang kritis, studi ini membandingkan daya tahan, stabilitas, dan kontribusi kedua sistem dalam mengatasi dampak krisis. Data sekunder dari laporan keuangan bank syariah dan bank konvensional, beserta indikator ekonomi makro di masa krisis (seperti krisis keuangan global tahun 2008 atau pandemi COVID-19), digunakan untuk mengidentifikasi variasi dalam kinerja. Temuan penelitian menunjukkan bahwa meskipun kedua sistem menghadapi dampak krisis, terdapat perbedaan yang signifikan dalam tingkat kelemahan aset, profitabilitas, dan risiko manajemen.
Perbankan syariah, yang berlandaskan prinsip syariah seperti larangan riba dan ekonometrik, biasanya menunjukkan stabilitas yang lebih baik dalam beberapa indikator tertentu, meskipun tantangan terkait skala dan likuiditas tetap menjadi masalah. Di sisi lain, perbankan konvensional, dengan keberagaman produk dan jangkauan pasar yang lebih luas, menunjukkan kemampuan adaptasi yang berbeda. Penelitian ini juga menilai kerangka regulasi yang membingkai kedua sistem serta dampaknya bagi ketahanan perbankan.
Temuan ini memiliki makna penting bagi para pembuat kebijakan dan praktisi perbankan dalam merancang strategi untuk meningkatkan ketahanan sistem keuangan di masa mendatang dan untuk memahami serta keterbatasan potensi masing-masing sistem dalam menghadapi dinamika ekonomi.Kata kunci: (Sistem Perbankan Dualisme, Perbankan Syariah, Perbankan Konvensional, Krisis Ekonomi)PendahuluanSektor perbankan adalah fondasi dari ekonomi modern, berfungsi sebagai perantara keuangan, distribusi modal, dan menjaga stabilitas ekonomi makro.
Di berbagai negara, termasuk Indonesia, sistem perbankan berjalan dengan model ganda, di mana perbankan syariah ada di samping perbankan konvensional. Meskipun kedua sistem ini memiliki tujuan mendasar yang serupa dalam memfasilitasi transaksi keuangan, mereka berdiri di atas prinsip, filosofi, dan kerangka regulasi yang sangat berbeda. Perbankan konvensional beroperasi dengan dasar bunga dan pencarian keuntungan maksimal, sementara perbankan syariah mengikuti prinsip-prinsip Islam yang melarang riba, berspekulasi (gharar), dan praktik yang tidak etis.
Perbedaan mendasar ini telah memicu diskusi panjang tentang ketahanan dan kinerja relatif antara kedua sistem, terutama ketika menghadapi gejolak ekonomi dan krisis. Krisis keuangan global 2008 dan pandemi COVID-19 adalah contoh nyata bagaimana sistem keuangan diuji, yang menggambarkan kelemahan serta kekuatan masing-masing model perbankan. Dalam situasi krisis, muncul pertanyaan penting: apakah prinsip syariah memberikan perlindungan atau stabilitas yang lebih baik terhadap guncangan ekonomi dibandingkan model konvensional yang telah mapan? Atau justru sebaliknya, apakah perbankan konvensional, dengan skala dan beragam produknya, dapat beradaptasi dengan lebih baik?Artikel ini bertujuan untuk menjembatani kesenjangan pengetahuan ini dengan melakukan analisis kritis dan komparatif terhadap kinerja perbankan syariah dan konvensional selama masa krisis.
Dengan memaparkan data sekunder dari laporan keuangan dan indikator ekonomi makro, penelitian ini bertujuan untuk menemukan pola berbeda dalam volatilitas aset, profitabilitas, manajemen risiko, dan kontribusi terhadap pemulihan ekonomi. Pemahaman yang lebih mendalam mengenai bagaimana kedua sistem ini menghadapi tekanan eksternal akan memberikan wawasan berharga bagi para pengambil kebijakan, regulator, dan pelaku perbankan dalam merancang strategi untuk meningkatkan ketahanan sistem keuangan ke depan, serta memaksimalkan kemampuan masing-masing sistem untuk menjaga stabilitas perekonomian.Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif komparatif untuk menilai kinerja bank syariah dan konvensional secara sistematis selama masa krisis.
Sumber data yang digunakan adalah data sekunder dari laporan keuangan yang dipublikasikan oleh bank syariah dan konvensional di Indonesia, serta indikator ekonomi makro yang relevan dari lembaga seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia,dan Badan Pusat Statistik (BPS). Penelitian ini fokus pada dua periode krisis ekonomi yang signifikan: Krisis Keuangan Global 2008-2009 dan Pandemi COVID-19 (2020-2022), untuk memperoleh pemahaman menyeluruh mengenai respon kedua jenis sistem perbankan terhadap berbagai jenis tekanan.Populasi yang diteliti mencakup semua bank umum syariah, unit usaha syariah (UUS), serta bank umum konvensional yang beroperasi di tanah air selama waktu tersebut.
Metode purposive sampling akan digunakan untuk memilih bank yang lengkap dan konsisten datanya selama periode penelitian. Variabel yang akan diukur untuk menilai kinerja bank mencakup indikator stabilitas dan ketahanan (seperti Capital Adequacy Ratio, Non Performing Financing/Loan Ratio, Dana Pihak Ketiga terhadap Total Aset, dan Rasio Likuiditas), indikator profitabilitas (seperti Return on Asset, Return on Equity, dan Margin Bunga Bersih), serta indikator efisiensi (seperti Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional).
Data yang dikumpulkan akan dianalisis dengan metode statistik deskriptif untuk menggambarkan karakteristik dan tren kinerja setiap kelompok bank, serta menggunakan statistik inferensial seperti uji-t independen atau uji Mann Whitney U untuk menguji adanya perbedaan signifikan antara kinerja bank syariah dan konvensional. Analisis regresi panel juga dapat diterapkan untuk mengendalikan pengaruh faktor makroekonomi dan karakteristik bank saat menilai dampak krisis.
Melalui metodologi ini, penelitian ini bertujuan untuk menyajikan bukti empiris yang solid mengenai kinerja komparatif kedua sistem perbankan dalam menghadapi suasana krisis, serta dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.Hasil Dan PembahasanBagian ini menyajikan hasil analisis komparatif kinerja perbankan syariah dan konvensional di Indonesia selama dua periode krisis ekonomi, yaitu Krisis Keuangan Global (2008-2009) dan Pandemi COVID-19 (2020-2022). Pembahasan akan fokus pada indikator-indikator kunci seperti stabilitas, profitabilitas, dan efisiensi, serta bagaimana kerangka regulasi mempengaruhi respon kedua sistem terhadap guncangan.dan Margin Bunga Bersih/Margin Operasional), serta indikator efisiensi (seperti Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional).
Data yang dikumpulkan akan dianalisis dengan metode statistik deskriptif untuk menggambarkan karakteristik dan tren kinerja setiap kelompok bank, serta menggunakan statistik inferensial seperti uji-t independen atau uji Mann Whitney U untuk menguji adanya perbedaan signifikan antara kinerja bank syariah dan konvensional. Analisis regresi panel juga dapat diterapkan untuk mengendalikan pengaruh faktor makroekonomi dan karakteristik bank saat menilai dampak krisis. Melalui metodologi ini, penelitian ini bertujuan untuk menyajikan bukti empiris yang solid mengenai kinerja komparatif kedua sistem perbankan dalam menghadapi suasana krisis, serta dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
Hasil Dan PembahasanBagian ini menyajikan hasil analisis komparatif kinerja perbankan syariah dan konvensional di Indonesia selama dua periode krisis ekonomi, yaitu Krisis Keuangan Global (2008-2009) dan Pandemi COVID-19 (2020-2022). Pembahasan akan fokus pada indikator-indikator kunci seperti stabilitas, profitabilitas, dan efisiensi, serta bagaimana kerangka regulasi mempengaruhi respon kedua sistem terhadap guncangan.dan Margin Bunga Bersih/Margin Operasional), serta indikator efisiensi (seperti Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional). Data yang dikumpulkan akan dianalisis dengan metode statistik deskriptif untuk menggambarkan karakteristik dan tren kinerja setiap kelompok bank, serta menggunakan statistik inferensial seperti uji-t independen atau uji Mann Whitney U untuk menguji adanya perbedaan signifikan antara kinerja bank syariah dan konvensional.
Analisis regresi panel juga dapat diterapkan untuk mengendalikan pengaruh faktor makroekonomi dan karakteristik bank saat menilai dampak krisis. Melalui metodologi ini, penelitian ini bertujuan untuk menyajikan bukti empiris yang solid mengenai kinerja komparatif kedua sistem perbankan dalam menghadapi suasana krisis, serta dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.Hasil Dan PembahasanBagian ini menyajikan hasil analisis komparatif kinerja perbankan syariah dan konvensional di Indonesia selama dua periode krisis ekonomi, yaitu Krisis Keuangan Global (2008-2009) dan Pandemi COVID-19 (2020-2022). Pembahasan akan fokus pada indikator-indikator kunci seperti stabilitas, profitabilitas, dan efisiensi, serta bagaimana kerangka regulasi mempengaruhi respon kedua sistem terhadap guncangan.
1. Kinerja Stabilitas dan Ketahanan
Analisis terhadap Rasio Kecukupan Modal (CAR/KPMM) menunjukkan bahwa kedua sistem perbankan secara umum mampu menjaga rasio modal di atas batas minimum regulasi selama periode krisis. Namun, terdapat pola yang menarik.
Tabel 1: Selama Krisis Keuangan Global 2008, terlihat bahwa penurunan CAR/KPMM pada bank syariah dan konvensional relatif moderat, menunjukkan kapasitas modal yang resilient. Uniknya, pada saat pandemi COVID-19, meskipun terjadi sedikit penurunan di awal, kedua sistem dengan cepat beradaptasi, bahkan bank konvensional cenderung memiliki rasio modal yang lebih tinggi. Hal ini mungkin mencerminkan kemampuan bank konvensional dalam melakukan capital raising yang lebih agresif atau struktur permodalan yang lebih solid.Selanjutnya, kualitas aset yang diukur melalui Non-Performing Financing (NPF)untuk syariah dan Non-Performing Loan (NPL) untuk konvensional menunjukkan perbedaan yang menarik.
Tabel 2: Selama krisis 2008, baik NPF maupun NPL mengalami peningkatan, namun secara proporsional dampaknya tidak terlalu jomplang antara keduanya. Namun, pada masa pandemi COVID-19, terlihat bahwa NPF perbankan syariah cenderung meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan NPL perbankan konvensional. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh karakteristik pembiayaan syariah yang cenderung lebih banyak ke sektor UMKM atau proyek-proyek riil yang lebih rentan terhadap disrupsi ekonomi, atau mungkin juga karena manajemen risiko pembiayaan syariah yang masih memerlukan penguatan.
2. Kinerja ProfitabilitasProfitabilitas bank, yang diukur dengan Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE), juga menunjukkan pola yang berbeda.
Tabel 3: Secara umum, profitabilitas perbankan konvensional cenderung lebih tinggi dibandingkan perbankan syariah, baik sebelum maupun selama krisis. Namun, penurunan profitabilitas pada puncak krisis 2008 dan 2020 menunjukkan bahwa kedua sistem sama-sama rentan terhadap kontraksi ekonomi. Meskipun demikian, penurunan ROA pada bank syariah tampak lebih tajam pada puncak pandemi COVID-19, mengindikasikan bahwa model bisnis syariah mungkin lebih terpengaruh oleh perlambatan ekonomi yang bersifat sektoral atau supply-side.
Peran Regulasi dan Implikasi
Studi ini juga menunjukkan bahwa aturan-aturan yang ada sangat penting dalam membangun ketahanan kedua sistem perbankan. Selama krisis tahun 2008, kebijakan regulasi yang lebih longgar dan pendekatan menunggu mungkin telah membantu bank konvensional untuk pulih lebih cepat dengan menggunakan instrumen tradisional. Namun, dalam konteks COVID-19, langkah regulasi OJK yang lebih aktif, seperti keringanan dalam restrukturisasi pinjaman, berkontribusi dalam mengurangi tekanan pada kualitas aset dikedua sektor.Meskipun perbankan syariah mengedepankan prinsip bagi hasil dan melarang spekulasi, pelaksanaan di lapangan masih menghadapi kendala terkait ukuran bisnis dan likuiditas.
Dengan aset yang lebih kecil dan terbatasnya instrumen pasar uang syariah, bank syariah kesulitan dalam mengelola likuiditas secara efisien saat menghadapi tekanan, jika dibandingkan dengan bank konvensional yang memiliki akses lebih luas ke pasar.Secara keseluruhan, hasil analisis ini menunjukkan bahwa sistem perbankan ganda memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda ketika menghadapi krisis. Perbankan konvensional terlihat lebih adaptif melalui keragaman produk dan akses yang lebih luas ke pasar, sering didukung oleh peraturan yang lebih fleksibel.
Di sisi lain, perbankan syariah,walaupun memiliki dasar prinsip yang kuat untuk stabilitas, masih membutuhkan peningkatan dalam manajemen risiko operasional, pengembangan produk, dan perluasan skala untuk sepenuhnya mencapai potensi ketahanannya, terutama dalam menghadapi guncangan ekonomi yang bersifat eksternal dan berkelanjutan. Hasil ini menegaskan pentingnya adanya regulasi yang responsif dan pengembangan pasar keuangan syariah yang lebih mendalam untuk mendukung pertumbuhan dan ketahanan sektor perbankan di Indonesia
Kesimpulan
Penelitian ini telah melakukan analisis mendalam terhadap kinerja ganda dari sistem perbankan di Indonesia, yaitu perbankan syariah dan konvensional, terutama dalam merespons guncangan ekonomi besar seperti Krisis Keuangan Global 2008 dan Pandemi COVID-19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun kedua sistem tidak sepenuhnya terlindungi dari dampak krisis, ada perbedaan yang jelas dalam pola respons dan ketahanan yang mereka tunjukkan.
Secara umum, perbankan konvensional menunjukkan tingkat profitabilitas yang lebih tinggi dan kemampuan adaptasi yang lebih cepat berkat diversifikasi produk serta akses yang lebih luas ke pasar. Hal ini difasilitasi oleh sistem regulasi yang lebih terstruktur dan keluwesan dalam pengelolaan instrumen keuangan. Namun, di sisi lain, potensi risiko sistemik dalam sistem konvensional dapat meningkat jika tidak melingkari dengan hati-hati.8Sementara itu, perbankan syariah, yang berpegang pada prinsip pembagian risiko serta larangan terhadap kegiatan spekulatif, menunjukkan tingkat stabilitas yang lebih baik dalam beberapa indikator ketahanan, seperti Rasio Kecukupan Modal, dalam kondisi tertentu.
Namun permasalahan dalam pengelolaan kualitas aset (NPF), terutama selama masa pandemi COVID-19, dan keterbatasan dalam skala serta likuiditas pasar uang syariah, masih menjadi tantangan yang harus ditangani. Hal ini mengindikasikan bahwa prinsip syariah sendiri tidak cukup tanpa dukungan dari manajemen risiko yang efektif dan pengembangan ekosistem pasar keuangan syariah yang lebih mendalam.Secara keseluruhan, dualisme dalam sistem perbankan di Indonesia terbukti memiliki kekuatan yang saling melengkapi.
Perbankan konvensional menyediakan ukuran dan efisiensi yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, sedangkan perbankan syariah memberikan alternatif berbasis etika dan stabilitas yang berbeda. Implikasi utama dari penelitian ini adalah perlunya kerangka regulasi yang fleksibel dan inklusif untuk mendukung perkembangan serta ketahanan kedua sistem, sekaligus mengatasi kelemahan masing-masing. Pengembangan instrumen di pasar keuangan syariah yang lebih bervariasi dan mendalam, serta peningkatan risiko manajemen di kedua sektor, akan sangat penting untuk memperkuat daya tahan sistem keuangan Indonesia di masa yang akan datang.
Valina Dewi Sekar Maheswari, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Raden Fatah Pelembang
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”