Etika aparatur sipil negara (ASN) menjadi pondasi utama dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan keadilan bagi masyarakat. Artikel ini membahas tema tersebut secara komprehensif, mulai dari konteks historis hingga tantangan kontemporer.
Etika aparatur dalam pelayanan publik di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, yang menekankan integritas dan profesionalisme. Namun, praktik lapangan sering kali menghadapi korupsi dan nepotisme, sehingga diperlukan penguatan pengawasan dan pendidikan etika untuk meningkatkan kualitas layanan publik.
Pelayanan publik merupakan wajib bagi negara untuk mewujudkan good governance, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H UUD 1945 yang menjamin hak atas pelayanan dasar. Aparatur negara, sebagai pelaksana, harus mematuhi Kode Etik ASN yang mencakup prinsip netralitas, kompetensi, dan anti-korupsi. Masalah utama muncul dari rendahnya kesadaran etika, yang berdampak pada ketidakpuasan masyarakat terhadap layanan seperti administrasi kependudukan dan kesehatan.
Prinsip Etika ASN
Prinsip utama etika aparatur meliputi akuntabilitas (pertanggungjawaban), transparansi (keterbukaan informasi), dan independensi (bebas dari intervensi politik). Contohnya, dalam pelayanan perizinan usaha, aparatur wajib menghindari pungli sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 26 Tahun 2016.
Tantangan di Lapangan
Korupsi kecil (KKN) dan malas melayani sering terjadi di daerah otonom, seperti kasus penundaan layanan akta kelahiran di kantor kecamatan. Reformasi birokrasi melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) telah diterapkan, tetapi efektivitasnya terhambat oleh lemahnya sanksi disiplin.
Upaya Peningkatan
Pemerintah meluncurkan pelatihan etika melalui LAN (Lembaga Administrasi Negara) dan integrasi Zona Integritas di instansi. Studi kasus di Kementerian Kesehatan menunjukkan peningkatan kepuasan publik hingga 20% setelah program anti-korupsi.
Kesimpulan
Penguatan etika aparatur melalui regulasi tegas, pendidikan berkelanjutan, dan pengawasan independen oleh KPK serta Ombudsman esensial untuk optimalisasi pelayanan publik. Tanpa komitmen ini, visi Indonesia Emas 2045 sulit tercapai, sehingga seluruh pemangku kepentingan harus berkolaborasi.
Daftar Pustaka
1. Arfita et al. (2022). Etika Pelayanan Publik Aparatur Sipil Negara.
2. Santoso, T., & Dewi, M. P. (2019). Etika Aparatur Sipil Negara dalam Membangun Good Governance. Transparansi: Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi, 2(2).
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
5. Kumorotomo, Wahyudi. (2005). Etika Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers.
6. Arsana, I. J. (2018). Etika Profesi Insinyur (Membangun Sikap Profesionalisme Sarjana Teknik). Yogyakarta: Deepublish.
Penulis: Della Aulia Putri
Mahasiswa Hukum Universitas Pamulang
HAN,Hukum, Hukum Administrasi Negara
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”






































































