Dalam beberapa bulan terakhir, media sosial diramaikan oleh tagar #KaburAjaDulu, yang awalnya cuman candaan kini berubah menjadi keresahan sosial gen z. Tagar ini menggambarkan keinginan sebagian anak muda untuk “lari” sebentar dari kerasnya hidup, yang dimana setiap hari hidup mereka makin tidak masul akal alias stress. Di balik humor sarkastik itu, terdapat pesan yang dalam yaitu bertambahnya beban ekonomi, biaya hidup semakin tinggi, dan berkurangnya harapan masyarakat terhadap masa depan.
Sebagian besar anak muda, terutama yang baru memasuki dunia kerja dan tinggal di kontrakan/kost, keseharian mereka akan dipenuhi oleh ketimpangan antara pendapatan dan kebutuhan. Harga makanan, transportasi/uang bensin, hingga bayar sewa kontrakan/kost melonjak jauh lebih cepat dibanding kenaikan gaji. Di kota besar seperti Jakarta, Bandung, atau Surabaya, biaya sewa kontrakan/kost bisa mencapai lebih dari separuh gaji /bulan yang didapat. Sementara di daerah, kesempatan kerja jauh lebih kecil dan terbatas memaksa banyak orang muda mencari pekerjaan di luar kota atau luar negeri. Dalam kondisi seperti ini, tidak mengherankan jika muncul perasaan putus asa yang kemudian di share lewat media sosial.
Tagar #KaburAjaDulu sebenarnya bukan sekedar tren viral, melainkan bentuk ekspresi gen z akibat tekanan ekonomi yang terus datang di kehidupan mereka. Gen z kini semakin sadar akan ketimpangan sosial yang mereka hadapi. Melalui media sosial, mereka membandingkan gaya hidup ideal yang banyak ditampilkan dengan kenyataan ekonomi yang sulit mereka capai. Hal ini menyebabkan tekanan psikologis baru yaitu perasaan tertinggal, merasa gagal, bahkan cemas/ragu akan masa depan.
Namun, persoalan ini tidak bisa disalahkan pada situasi ekonomi global atau inflasi yang tinggi. Di Indonesia sendiri, masih ada persoalan struktural yang memperparah keadaan yaitu upah minimum yang tidak sebanding dengan kebutuhan/gaya hidup, kesempatan kerja yang tidak merata, dan kurangnya dukungan pemerintah untuk sektor ekonomi kreatif yang bisa menjadi lahan potensial bagi anak muda. Ketika lapangan kerja terbatas dan peluang untuk berkembang minim, rasa frustasi pun muncul dan meluas menjadi fenomena sosial yang mulai diperhatikan banyak pihak.
Selain aspek ekonomi, kondisi sosial dan budaya juga berperan besar dalam membentuk tekanan yang dialami gen z. Budaya kerja yang masih menilai kesuksesan dari stabilitas finansial membuat gen z merasa gagal jika belum memenuhi ekspetasi masyarakat. Di sisi lain, perkembangan teknologi dan media sosial menciptakan standar hidup baru yang tidak realistis. Foto-foto libura, kafe estetik, dan gaya hidup konsumtif yang tersebar di internet mendorong gen z berjuang keras hanya untuk “tampak sukses”, meski di belakang layar mereka tertekan oleh beban keuangan.
Pemerintah seharusnya memandang fenomena ini sebagai alarm sosial yang serius. Bukan hanya menyangkut karena kesejahteraan ekonomi, tetapi juga kesehatan mental generasi penerus bangsa. Ketika rasa tidak percaya diri dan kelelahan terus meluas, maka produktivitas nasional akan terpengaruh. Dibutuhkan kebijakan yang tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga fokus pada pemerataan kesejahteraan, peningkatan lapangan kerja, dan kemudahan gen z untuk berkreasi dan berinovasi.
Kebijakan ketenagakerjaan yang berpihak pada gen z, misalnya melalui seminar/pelatihan berbasis keterampilan digital/wirausaha, dapat menjadi solusi konkret. Pemerintah daerah juga harus berperan aktif menciptakan ruang bagi ekonomi lokal untuk memberi kesempatan kerja bagi gen z tanpa harus merantau ke kota besar. Selain itu, dunia industri perlu membuka diri terhadap kolaborasi yang lebih fleksibel terhadap talenta gen z yang kreatif, bukan hanya tenaga kerja konvensional.
Di sisi lain, pendidikan juga memegang peranan penting dalam membentuk gen z yang tangguh menghadapi tantangan ekonomi. Sistem pendidikan yang terlalu fokus pada akademik perlu bergeser menjadi sistem yang menumbuhkan keterampilan praktis dan kemampuan adaaptif. Pengajaran tentang keuangan, kewirausahaan, dan manajemen karier seharusnya menjadi bagian dari kurikulum sejak dini. Dengan demikian, gen z dapat memahami bagaimana mengelola keuangan pribadi dan menghadapi dunia kerja dengan lebih berani dan realistis.
Selain pemerintah dan lembaga pendidikan, masyarakat juga harus memiliki tanggung jawab moral. Pola pikir yang masih menilai kesuksesa hanya dari jabatan perlu diubah menjadi apresiasi terhadap proses, kreativitas, dan ketekunan. Dukungan lingkungan sosial yang positif juga penting untuk membantu gen z/anak muda mengatasi tekanan dan membangun kembali kepercayaan diri terhadap masa depan.
Fenomena #KaburAjaDulu adalah cerminan jujur dari suara generasi yang merasa belum sepenuhnya di dengar. Mereka bukan ingin benar-benar kabur, tetapi ingin beristirahat sejenak dari tekanan hidup yang terus datang pada mereka. Tagar tersebut menjadi ruang untuk bernapas bagi mereka, kesempatan untuk berkembang, dan mendukung usaha mereka untuk bertahan. Tagar ini juga seharusnya menjadi sinyal bagi semua pihak bahwa ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam cara kita memahami gen z.
Karena pada akhirnya, gen z adalah kekuatan utama bagi penerus bangsa. Mereka bukan beban, melainkan sumber energi, ide, dan inovasi untuk kemajuan Indonesia. Jika hari ini mereka merasa lelah dan ingin “kabur”, maka mungkin yang perlu dilakukan adalah mendengarakan, memberi ruang bagi mereka untuk berbicara, menyakinkan mereka bahwa masa depan di negeri ini masih layak diperjuangkan.
Kita semua, baik pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat, perlu bergerak bersama menciptakan lingkungan yang adil dan manusiawi bagi generasi penerus. Sebab, masa depan bangsa tidak akan dibangun oleh mereka yang ingin kabur, melainkan oleh mereka yang merasa didukung untuk kembali pulang dan berjuang.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”





































































