Indonesia baru saja melewati salah satu pesta demokrasi terbesar di dunia. Jutaan warga, dari Sabang sampai Merauke, berbondong-bondong menuju TPS untuk menyalurkan hak pilihnya. Namun, di balik angka partisipasi yang tinggi, pertanyaan mendasar tetap muncul: ke arah mana demokrasi Indonesia akan bergerak setelah ini?
Jawabannya sebagian besar ada di tangan generasi muda. Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan bahwa lebih dari separuh pemilih terdaftar berasal dari kalangan milenial dan generasi Z. Artinya, suara anak muda bukan hanya “pelengkap”, tetapi penentu hasil politik. Ironisnya, meski jumlahnya besar, posisi generasi muda sering kali direduksi sekadar objek kampanye, bukan subjek yang aktif menentukan narasi.
Politik Transaksional vs. Politik Substansial
Salah satu tantangan terbesar demokrasi Indonesia hari ini adalah kuatnya politik transaksional. Uang, janji populis, hingga pencitraan digital masih menjadi menu utama kampanye. Generasi muda, yang akrab dengan media sosial, menjadi target paling empuk. Disinformasi, politik identitas, hingga iklan politik yang dangkal membanjiri lini masa mereka.
Namun, anak muda juga punya peluang besar untuk membalik keadaan. Akses pada informasi alternatif, kemampuan mengolah data, dan jejaring global memberi mereka bekal untuk menuntut politik yang lebih substansial: kebijakan berbasis riset, transparansi anggaran, hingga agenda jangka panjang seperti transisi energi dan ketimpangan sosial.
Dari Jalanan ke Ruang Digital
Sejarah Indonesia mencatat peran penting mahasiswa dalam setiap fase perubahan politik: 1966, 1998, hingga aksi-aksi reformasi belakangan ini. Namun, bentuk partisipasi kini semakin beragam. Ruang digital membuka kesempatan bagi anak muda untuk berpolitik tanpa harus selalu turun ke jalan.
Petisi online, advokasi melalui thread Twitter, podcast diskusi kebijakan, hingga konten edukasi politik di TikTok menunjukkan cara baru berpartisipasi. Memang, aksi digital kerap dipandang sebelah mata—hanya “clicktivism” atau aktivisme instan. Tetapi dalam banyak kasus, suara digital mampu mendorong perubahan nyata: mulai dari pembatalan aturan bermasalah, hingga meningkatnya tekanan pada pejabat publik yang melanggar etika.
Tantangan Apathy dan Kepercayaan Publik
Sayangnya, tak sedikit anak muda yang merasa apatis. Mereka melihat politik sebagai arena kotor yang penuh kepentingan elite. Riset dari beberapa lembaga survei juga menunjukkan penurunan tingkat kepercayaan terhadap partai politik dan DPR. Jika tren ini dibiarkan, demokrasi akan kehilangan energi pembaharuannya.
Maka, tantangan generasi muda adalah menemukan cara untuk tetap kritis tanpa jatuh pada sinisme total. Demokrasi memang jauh dari sempurna, tetapi tanpa keterlibatan aktif, ruang perbaikan akan semakin menyempit dan dikuasai oleh kepentingan segelintir orang.
Membayangkan Demokrasi ke Depan
Indonesia memasuki fase kritis: bonus demografi, ancaman krisis iklim, ketidakpastian ekonomi global, hingga penetrasi teknologi kecerdasan buatan. Semua isu ini akan menentukan kualitas hidup generasi muda di masa depan. Oleh karena itu, mereka tak bisa hanya jadi penonton.
Bayangkan jika generasi muda bersatu mendorong agenda transisi energi yang adil, memastikan akses pendidikan dan kesehatan merata, serta mengawal kebijakan digital agar tidak hanya menguntungkan raksasa teknologi. Itu semua bukan utopia—melainkan kemungkinan nyata jika anak muda menggunakan kekuatan kolektifnya.
Penutup
Demokrasi Indonesia sedang diuji. Jalan ke depan akan penuh kompromi, tarik-menarik kepentingan, dan bahkan kekecewaan. Tetapi demokrasi bukanlah proyek sekali jadi. Ia adalah perjalanan panjang yang terus diperjuangkan.
Generasi muda memiliki peran ganda: sebagai pengingat bahwa politik bukan sekadar perebutan kursi, dan sebagai motor inovasi agar demokrasi relevan dengan tantangan zaman. Jika suara mereka hanya berhenti di bilik suara, demokrasi akan stagnan. Namun jika suara itu berlanjut dalam bentuk partisipasi kritis, pengawasan, dan keberanian mengajukan alternatif, maka masa depan demokrasi Indonesia akan tetap hidup dan berdenyut.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”