Akhir-akhir ini, media sosial dihebohkan dengan berita bahwa Gunung Lawu direncanakan menjadi lokasi proyek panas bumi (geothermal) oleh pemerintah. Rencana ini merupakan bagian dari upaya pengembangan sumber energi terbarukan yang diklaim ramah lingkungan. Secara ilmiah, Gunung Lawu memang ideal untuk proyek panas bumi. Energi panas bumi juga memiliki keunggulan dibandingkan tenaga surya atau angin, ia dapat menghasilkan listrik secara terus menerus, tidak tergantung pada cuaca. Namun, di sisi lain, proyek tersebut menuai banyak penolakan dari masyarakat sekitar dan pemerhati lingkungan. Menurut saya, proyek geothermal di Gunung Lawu perlu dipikirkan ulang secara mendalam, meskipun bertujuan menyediakan energi bersih, pelaksanaannya berpotensi mengancam keseimbangan alam, nilai budaya, serta kehidupan masyarakat di sekitar Gunung Lawu.
Mulai dari sisi lingkungan, proyek geothermal di Gunung Lawu berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem alam. Proses eksplorasi dan pengeboran panas bumi biasanya memerlukan pembukaan lahan dalam skala besar, yang dapat menyebabkan berkurangnya tutupan hutan. Hal ini berdampak pada kehilangan habitat satwa liar serta meningkatkan risiko erosi, longsor, dan banjir. Studi oleh Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI (2021) menunjukkan bahwa proyek panas bumi di daerah vulkanik aktif berpotensi menimbulkan penurunan kualitas air tanah dan pergeseran lapisan permukaan, terutama jika fluida panas tidak dikelola dengan benar. Risiko lain yang jarang dibahas adalah potensi perubahan struktur tanah akibat pengeboran dalam. Aktivitas ini dapat memicu gempa kecil atau memperlemah kestabilan lereng yang sudah rawan longsor. Gunung Lawu selama ini dikenal sebagai kawasan konservasi dengan kekayaan hayati yang melimpah. Jika proyek ini dijalankan tanpa perencanaan matang, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan bisa jauh lebih besar daripada manfaat energi yang dihasilkan.
Selain itu, Gunung Lawu memiliki nilai budaya dan spiritual yang tinggi bagi masyarakat Jawa. Gunung ini sering dianggap sebagai tempat sakral dan penuh sejarah. Banyak peziarah dan pendaki datang untuk mencari ketenangan batin atau menjalankan tradisi spiritual tertentu. Setiap tahun, ribuan peziarah melakukan ritual di puncaknya pada malam satu Suro. Tempat-tempat seperti Hargo Dalem dan Sendang Drajat dianggap suci dan menjadi bagian dari narasi spiritual Jawa. Kehadiran proyek geothermal tentu berpotensi mengubah suasana spiritual dan budaya yang telah terjaga selama berabad-abad. Jika pembangunan dilakukan tanpa mempertimbangkan nilai-nilai budaya lokal, hal ini dapat menyebabkan hilangnya identitas dan kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun.
Meskipun energi geothermal tergolong energi ramah lingkungan, penerapannya tetap harus memperhatikan prinsip keberlanjutan. Energi bersih tidak seharusnya dihasilkan dengan cara merusak alam. Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan lokasi alternatif di luar kawasan konservasi atau wilayah dengan nilai budaya tinggi. Selain itu, diperlukan studi kelayakan dan analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang komprehensif agar proyek ini benar-benar aman bagi alam dan masyarakat sekitar.
Dalam setiap proyek besar seperti ini, partisipasi masyarakat lokal merupakan hal yang sangat penting. Warga sekitar Gunung Lawu berhak untuk menyampaikan aspirasi mereka terkait dampak yang mungkin dirasakan. Sebagian besar masyarakat menggantungkan hidup pada sektor pertanian, pariwisata, dan hasil hutan. Jika proyek geothermal menyebabkan perubahan struktur tanah atau kualitas air, maka hal ini dapat mengancam mata pencaharian mereka. Oleh karena itu, proses sosialisasi dan konsultasi publik harus dilakukan secara terbuka, transparan, dan partisipatif.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proyek geothermal di Gunung Lawu memang memiliki tujuan positif dalam penyediaan energi bersih, tetapi tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kelestarian alam dan budaya lokal. Pemerintah perlu meninjau kembali rencana tersebut dengan melibatkan ahli lingkungan, tokoh masyarakat, serta warga sekitar. Pembangunan berkelanjutan bukan hanya tentang mencari energi alternatif, tetapi juga tentang menjaga keseimbangan alam dan menghormati nilai budaya. Gunung Lawu bukan sekadar sumber energi, melainkan warisan alam dan spiritual yang harus dijaga untuk generasi mendatang.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”
































































