Kenakalan remaja merujuk pada tindakan tidak sesuai yang dilakukan oleh remaja, dan merokok di lingkungan sekolah merupakan salah satu contoh dari perilaku tersebut. Aktivitas merokok di sekolah dapat dipicu oleh beberapa faktor seperti keinginan untuk mencoba, pengaruh teman, ingin terlihat menarik, atau sebagai cara untuk menghindari masalah pribadi. Konsekuensinya dapat sangat merugikan, menghambat pertumbuhan, menciptakan ketergantungan, serta menimbulkan risiko kesehatan di masa depan. Perilaku remaja saat ini, merokok menjadi fenomena yang cukup umum. Aktivitas merokok diyakini dapat memberikan kenyamanan bagi para perokok, tetapi di sisi lain, hal ini bisa menimbulkan efek negatif baik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang-orang di sekitarnya. Berbagai zat yang terkandung dalam rokok dapat memiliki konsekuensi buruk bagi kesehatan penggunanya. Beberapa alasan yang mendorong seseorang untuk merokok antara lain ingin mendapatkan pengakuan (keyakinan anticipatory), mengatasi rasa kekecewaan (keyakinan reliefing), dan meyakini bahwa tindakan tersebut tidak melanggar norma (keyakinan permission/positif) (Joemana, 2004).
Fenomena penggunaan rokok di kalangan pelajar bukan hanya sekadar tindakan nakal. Hal ini merupakan hasil dari berbagai faktor yang saling berinteraksi: pengaruh teman, rasa penasaran, tekanan emosional, serta pencarian jati diri. Di sisi lain, ada faktor-faktor struktural yang lebih besar, seperti kemudahan mendapat akses dan iklan rokok yang sangat masif. Walaupun sejumlah pemerintah daerah telah mengimplementasikan Kawasan Tanpa Rokok, pelaksanaannya masih kurang konsisten. Toko-toko di sekitar sekolah tetap menjual rokok batangan dengan harga dua ribu rupiah, sementara di platform media sosial, anak-anak terpapar konten yang mempromosikan gaya hidup keren, termasuk iklan rokok atau vape. Industri tembakau dengan pintar mengemas produk rokok bukan lagi sebagai barang yang berbahaya, melainkan sebagai tanda simbol dari gaya hidup modern. Contohnya Kasus siswa ditampar di sebuah SMAN 1 Cimarga di Kabupaten Lebak, Banten, berbuntut panjang. Siswa tersebut ditampar oleh kepala sekolahnya setelah ketahuan merokok. Kejadian itu membuat ratusan siswa lainnya bebarengan untuk tidak masuk sekolah dan sempat mogok massal.
Peristiwa terjadi di SMAN 1 Cimarga dikabupaten Lebak Banten. Menurut penulis, Kejadian itu berawal dari tersebarnya video di media sosial dan viral banyak netizen-netizen indonesia yang ikut berpendapat tentang masalah ini, dan di antara lainnya ada beberapa hrd di sebuah perusahaan ikut berkomentar untuk blacklist SMAN 1 Cimarga tersebut dari angkatan 2026-2028 selama 3 tahun kedepan untuk masuk dalam dunia kerja di beberapa tempat kerja tertentu, tempat kerja di daerah sendiri maupun di luar kota dan ini di sepakati oleh beberapa hrd di beberapa perusahaan. Alasan ratusan siswa mogok sekolah karena membela korban yang merokok di sekolah. Tindakan kepala sekolah tersebut salah karena menampar siswa tersebut dan itu termasuk tindakan kekerasan,teteapi siswa tersebut seharusnya sadar dengan perbuatannya bukan malah mengaduh ke orang tua dan mencari pembelaan dari teman-temannya, orang tua dan teman-temanya salah karena membela orang yang berbuat kesalahan.
Ada berapa faktor yang dapat memengaruhi perilaku merokok di kalangan remaja, yaitu: Pertama adalah Faktor Psikologis, kondisi seperti stres, kecemasan, rasa bosan, rasa ingin tahu, dan tekanan dari teman sebaya berkontribusi untuk mendorong seseorang mulai merokok. Merokok sering dianggap sebagai cara untuk bersantai dan bersenang-senang. Remaja yang mengalami stres cenderung lebih besar kemungkinannya untuk merokok. Masa remaja adalah periode ketika seseorang mulai menghadapi berbagai masalah untuk pertama kalinya, seperti perubahan fisik, tekanan sekolah, kebosanan, pengaruh dari teman sebaya, masalah keuangan, dan lain-lain. Masalah-masalah ini membuat remaja sangat rentan terhadap stres (Finkelstein, 2006). Faktor kedua adalah faktor Biologis, di mana faktor genetik bisa berperan dalam membuat seseorang jadi tergantung pada rokok. Selain itu, efek nikotin dapat memperkuat ketergantungan pada nikotin itu sendiri.
Ketika seseorang menghisap rokok, nikotin akan terikat pada reseptor asetilkolin-nikotinik yang selanjutnya memicu jalur imbalan dan jalur adrenergenik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan kepuasan yang merangsang sistem dopaminergik, sehingga membuat mereka merasa lebih tenang, lebih fokus, dan mampu menekan rasa lapar. Pada jalur adrenergik, nikotin akan mengaktifkan sistem adrenergik di bagian otak yang disebut locus coeruleus untuk melepaskan serotonin. Sistem adrenergik bertugas dalam memproduksi norepinefrin, epinefrin, atau dopamin yang berfungsi untuk menciptakan perasaan senang (Sundberg dan kawan-kawan, 2007). Faktor ketiga adalah Faktor Lingkungan, yang meliputi peran orang tua, teman sebaya, saudara, iklan di televisi, dan reklame yang memengaruhi perilaku merokok seseorang. Orang tua memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku merokok anak, yang dapat menganggap merokok tidak berbahaya jika mereka melihat orang tua atau saudaranya melakukannya. Paparan iklan rokok di berbagai media dapat berpengaruh lebih besar dibandingkan orang tua dan teman sebaya, karena iklan rokok seringkali menggambarkan citra maskulinitas dan dapat memiliki dampak yang kuat.
Merokok memiliki efek yang sangat merugikan bagi kesehatan manusia, sehingga bukan hal yang mengejutkan jika ada peraturan yang melarang siswa untuk merokok di sekolah. Meski ada peraturan ketat mengenai isu ini, tetap saja masih ada siswa yang melanggarnya. Dalam situasi tersebut, sekolah dapat mengambil beberapa langkah. Salah satu tindakan yang dapat dijalankan adalah memberikan sanksi atau hukuman dengan memberikan tugas membersihkan fasilitas seperti kamar mandi, lapangan, atau area lain yang perlu kebersihan. Namun, penting untuk diingat bahwa hanya memberikan hukuman tidak cukup untuk mengatasi masalah tersebut karena siswa yang tidak mampu menahan keinginan merokok mungkin sudah terjebak dalam kecanduan. Oleh sebab itu, pihak sekolah seharusnya memberikan solusi dan dukungan kepada siswa untuk membantu mereka menghentikan perilaku merugikan tersebut, seperti memberikan informasi dan konseling mengenai efek negatif merokok, serta melibatkan keluarga siswa untuk ikut mendukung perubahan perilaku ini. Sebagai pengajar, kepala sekolah, atau petugas sekolah, kita tentunya menyadari bahwa kecanduan merokok dapat berdampak serius pada masa depan anak-anak. Alternatif kedua adalah dengan mengundang orangtua atau wali dari siswa tersebut. Dalam pertemuan tersebut, kita bisa menjelaskan bahwa siswa tersebut terbukti merokok serta memberikan pemahaman dan penjelasan mengenai dampak buruk yang ditimbulkan oleh merokok terhadap kesehatan anak. Selanjutnya, kita dapat menanyakan apakah ayah, kakak, atau anggota keluarga lainnya juga merokok, serta mendiskusikan bersama cara-cara untuk mengatasi kebiasaan buruk tersebut.
Dengan melibatkan keluarga dalam upaya mengatasi kecanduan merokok siswa di sekolah, diharapkan dapat terjalin sinergi antara sekolah dan rumah untuk mencegah hal ini terjadi di masa depan. Jika setelah pengamatan kita mendapati bahwa keluarga siswa khawatir tentang kebiasaan merokok, maka perlu memberikan informasi yang tepat tentang bahaya merokok serta dampak negatifnya yang berkaitan dengan kesehatan dalam jangka panjang. Sebaliknya, jika keluarga merasa bahwa merokok tidak ada masalah, maka informasi yang keliru tersebut sebaiknya diluruskan dengan memberikan fakta yang akurat tentang bahaya merokok bagi kesehatan. Kemudian, langkah ketiga yang bisa diambil adalah memberikan pemahaman yang benar tentang merokok agar siswa menyadari bahwa kebiasaan merokok tidak hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi juga dapat memberikan dampak negatif pada orang-orang di sekitarnya. Dalam usaha menciptakan lingkungan sekolah yang sehat, memperbaiki pandangan keluarga tentang merokok serta memberikan pendidikan yang benar kepada siswa adalah langkah yang sangat penting untuk dilakukan. Langkah terakhir yang tidak kalah penting adalah melakukan kerjasama dengan tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan dapat melakukan penilaian dan memastikan apakah anak mengalami adiksi dalam tingkat ringan atau sedang. Selanjutnya, kolaborasi dengan psikolog atau tenaga kesehatan lainnya yang terlatih dalam terapi psikososial dapat memberikan bantuan dalam mengubah pandangan, perilaku, dan keyakinan remaja tentang merokok, sehingga dapat mendukung siswa untuk berhenti merokok.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”





































































