Masa setelah melahirkan merupakan periode transisi yang besar bagi seorang ibu, baik secara fisik maupun emosional. Sayangnya, tidak semua ibu mengalami masa ini dengan baik. Banyak yang justru mengalami gangguan kesehatan mental, mulai dari baby blues hingga depresi postpartum yang serius.
Berdasarkan laporan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 2024, sebanyak 57% ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues. Angka ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan risiko tertinggi gangguan mental pascamelahirkan di Asia. Sementara itu, laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa secara global sekitar 13% ibu pascapersalinan mengalami depresi, dan angkanya lebih tinggi di negara berkembang, mencapai 19,8%.
Gejala Awal yang Kerap Dianggap Remeh
Baby blues umumnya muncul dalam dua minggu pertama setelah melahirkan. Gejala seperti suasana hati yang mudah berubah, menangis tanpa sebab, kelelahan ekstrem, dan sulit tidur sering kali dianggap sebagai hal biasa. Namun, jika gejala ini berlangsung lebih dari dua minggu dan disertai perasaan bersalah, tidak berguna, atau keinginan untuk melukai diri sendiri atau bayi, maka kemungkinan besar telah berkembang menjadi depresi postpartum.
Sayangnya, banyak kasus yang tidak teridentifikasi sejak dini karena kurangnya literasi kesehatan mental, ditambah dengan stigma sosial yang masih kuat terhadap gangguan kejiwaan, terutama pada ibu.
Data Regional: Sulawesi Selatan dalam Zona Waspada
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, angka prevalensi depresi di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 7%, termasuk dalam kategori sedang hingga tinggi dibandingkan dengan provinsi lain. Kondisi ini menandakan bahwa perhatian terhadap kesehatan mental ibu di daerah ini perlu ditingkatkan, terutama di wilayah dengan akses layanan kesehatan terbatas.
Dampak Jangka Panjang pada Ibu dan Anak
Gangguan mental pada ibu pascapersalinan tidak hanya berdampak pada ibu itu sendiri, tetapi juga pada anak yang dilahirkan. Studi menunjukkan bahwa depresi postpartum dapat mengganggu ikatan emosional antara ibu dan bayi, yang berpotensi memengaruhi perkembangan kognitif dan emosional anak di masa depan. Selain itu, risiko gangguan kesehatan mental berulang pada ibu juga meningkat jika tidak ditangani secara tepat.
Upaya Penanganan dan Pencegahan
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi gangguan kesehatan mental pascapersalinan antara lain:
– Peningkatan literasi kesehatan sejak masa kehamilan melalui penyuluhan dan media edukatif.
– Skrining psikologis rutin bagi ibu hamil dan pascamelahirkan di fasilitas kesehatan.
– Pelibatan keluarga, khususnya pasangan, dalam memberikan dukungan emosional.
– Regulasi penggunaan media sosial, termasuk kampanye literasi digital bagi ibu muda.
– Selain itu, dukungan kebijakan dari sektor kesehatan dan perlindungan sosial sangat dibutuhkan agar deteksi dan penanganan gangguan ini dapat dilakukan secara menyeluruh.