Di tengah cepatnya arus digitalisasi, politik tidak terbatas hanya pada ruang rapat parlemen atau di jalanan. Saat ini, ruang politik juga muncul di layar ponsel, di antara topik trending, cerita yang diunggah, dan kampanye hashtag. Di sanalah gen-Z pemuda yang dilahirkan antara tahun 1997 sampai 2012 mendapatkan tempat baru untuk mengekspresikan cita-cita dan nilai-nilai mereka.
Generasi ini disebut sebagai digital natives, generasi yang berkembang bersamaan dengan internet dan media sosial. Mereka mengikuti berita politik melalui TikTok, mengekspresikan kritik di X (Twitter), serta mengorganisir petisi di Change.org. Aktivisme mereka bersifat fleksibel, cepat, dan inovatif — sekaligus mencerminkan wajah baru bagaimana demokrasi tumbuh di zaman digital.
Partisipasi Digital Yang Semakin Nyata
Survei Katadata (2024) menunjukkan bahwa sekitar 68% Gen-Z di Indonesia telah terlibat dalam kampanye politik atau sosial lewat media sosial. Angka ini menunjukkan bahwa generasi muda saat ini lebih memilih berpartisipasi secara online dibanding terjun langsung ke lokasi.
Namun, hanya sekitar 35% dari mereka yang terlibat dalam aktivitas politik resmi seperti organisasi pelajar atau partai politik. Ini menunjukkan bahwa bagi Gen-Z, politik bukan hanya tentang pemungutan suara, melainkan juga tentang pertarungan ide dan nilai di dunia digital.
Mereka secara aktif mengangkat isu lingkungan, kesetaraan gender, hak digital, dan transparansi pemerintahan. Gerakan #ReformasiDikorupsi, #TolakTambang, dan #SaveKPK mencerminkan kemampuan anak muda dalam memobilisasi massa serta membentuk opini publik melalui media sosial.
Hambatan Yang Masih Membatasi
Walaupun nampak progresif, keterlibatan politik Gen-Z belum sepenuhnya tanpa kendala. Salah satu tantangan utama adalah sikap apatis dan ketidakpercayaan kepada kalangan elite politik. Banyak pemuda yang menganggap politik hanya untuk orang dewasa, dipenuhi kepentingan pribadi, dan jauh dari prinsip kejujuran.
Kekecewaan terhadap tindakan elite membuat banyak Gen-Z memilih untuk berbicara dari jauh — melalui postingan, meme, atau video satir — tanpa ingin terlibat langsung dalam sistem yang mereka pandang tidak transparan.
Di samping itu, penyebaran informasi yang salah dan pemisahan di media sosial menjadi masalah yang signifikan. Laporan Kominfo (2024) mencatat bahwa lebih dari setengah pengguna internet muda di Indonesia mengaku mengalami kesulitan dalam membedakan berita yang benar dan berita hoaks. Akibatnya, perdebatan politik sering kali menjadi pertikaian pendapat tanpa landasan yang kuat.
Aspirasi Gen-z Terhadap Demokrasi Digital
Penghalang lainnya yaitu rendahnya literasi politik. Meskipun akrab dengan teknologi, tidak semua Gen-Z mengerti struktur politik, proses legislasi, atau mekanisme kebijakan publik. Akibatnya, keterlibatan mereka terkadang bersifat reaktif, hanya mengikuti isu yang viral tanpa mendalami konteksnya.
Di balik semua rintangan tersebut, Gen-Z menyimpan harapan yang tinggi untuk masa depan demokrasi di Indonesia. Mereka menginginkan sistem demokrasi yang lebih inklusif, partisipatif, dan jelas. Bagi mereka, demokrasi seharusnya tidak hanya berakhir pada perayaan pemilu setiap lima tahun. Demokrasi perlu terwujud setiap hari melalui dialog digital, jajak pendapat, partisipasi elektronik, dan transparansi data pemerintah.
Generasi ini juga menolak politik identitas dan mulai mengalihkan perhatian pada isu-isu global seperti keberlanjutan lingkungan, keadilan sosial, serta kesetaraan gender. Mereka yakin bahwa politik tidak seharusnya berkaitan dengan kekuasaan, tetapi seharusnya berfokus pada nilai-nilai dan kemanusiaan.
Keinginan mereka sejalan dengan hasil laporan Indonesian Youth Political Outlook (2025), yang menunjukkan bahwa 72% pemuda Indonesia menginginkan pemerintah menyediakan saluran dialog digital yang interaktif, seperti forum online untuk memberikan masukan kebijakan atau aplikasi partisipatif untuk mengawasi publik.
Peran Pemerintah
Jika harapan ini tidak terhenti pada layar ponsel, setiap pihak harus terlibat. Pemerintah perlu mengambil langkah untuk meningkatkan literasi digital dan politik di antara siswa dan mahasiswa. Penguatan ruang partisipasi daring juga penting, contohnya dengan menciptakan aplikasi pengaduan masyarakat dan e-voting yang terpercaya.
Partai politik juga harus menyesuaikan diri. Mereka tidak dapat lagi hanya hadir saat pemilihan. Pemuda perlu diberikan kesempatan untuk berkontribusi secara nyata, baik dalam gagasan maupun dalam kepemimpinan. Representasi politik yang baru dan inklusif akan menjadi kunci agar demokrasi tetap bersemayam dalam hati generasi muda.
Institusi pendidikan juga memikul tanggung jawab yang signifikan. Sekolah dan kampus bukan sekadar lokasi untuk mempelajari teori politik, tetapi juga arena untuk menerapkan praktik demokrasi. Lewat debat umum, simulasi pemilihan, atau forum diskusi daring, siswa dan mahasiswa dapat dilatih untuk berpikir kritis sekaligus menghargai keberagaman.
Menjabat Dunia Digital dan Dunia Nyata
Generasi Z telah memberikan energi baru untuk demokrasi Indonesia. Mungkin mereka tidak berunjuk rasa di jalan seperti generasi sebelumnya, tetapi mereka berjuang melalui like, share, dan tweet yang dapat mengubah pola pikir masyarakat.
Namun, aktivisme digital saja tidak cukup untuk menghasilkan demokrasi yang sehat. Diperlukan tindakan konkret untuk mengaitkan dunia maya dan kehidupan nyata menghubungkan cita-cita digital dengan tindakan sosial yang nyata.
Apabila negara, masyarakat, dan generasi muda berkolaborasi, maka demokrasi digital bukan sekadar impian, tetapi masa depan politik Indonesia yang lebih transparan, partisipatif, dan berwibawa
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”