Jakarta Di tengah gemerlap gedung-gedung tinggi dan hiruk pikuk musik modern di ibu kota, ondel-ondel, ikon budaya Betawi, kini seolah kehilangan tempat di tanah kelahirannya sendiri. Boneka raksasa setinggi dua meter yang dulu disambut meriah di setiap hajatan rakyat, kini lebih sering terlihat mengamen di lampu merah daripada tampil di panggung kebudayaan.
Seni ondel-ondel yang dulunya menjadi simbol penyambutan tamu kehormatan kini mengalami krisis eksistensi. Banyak seniman Betawi terpaksa menurunkan harga pertunjukan mereka karena minimnya undangan tampil. Tak sedikit pula yang akhirnya beralih profesi menjadi pengamen jalanan demi bertahan hidup.
Berdasarkan data Dinas Kebudayaan DKI Jakarta tahun 2024, jumlah sanggar seni Betawi yang masih aktif hanya sekitar 40% dari total di tahun 2015. Sebagian besar sanggar terpaksa tutup karena kekurangan dana dan kurangnya minat masyarakat terhadap pertunjukan tradisional.
Salah satu di antaranya adalah Bang Jali (45), seniman Betawi asal Setiabudi.
“Dulu sebulan bisa dua sampai tiga kali manggung. Sekarang? Setahun belum tentu sekali,” ujarnya sambil menatap kostum ondel-ondel lusuh di sudut rumahnya.
Fenomena ini kian terasa dalam lima tahun terakhir, terutama di wilayah Jakarta Pusat dan Timur. Modernisasi dan kemajuan teknologi membuat masyarakat, khususnya generasi muda, lebih tertarik pada hiburan instan seperti konser musik modern atau konten digital.
Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Mochamad Miftahulloh Tamary, mengatakan bahwa Miftahulloh cukup terbuka terhadap isu-isu kebudayan dan kesenian di Jakarta. Salah satu obsesinya adalah menciptakan kegiatan yang dapat menjadi ikon budaya Kota Jakarta. Terlebih setelah Jakarta tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara sesuai UU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
“Saya ingin ada satu kegiatan khas Jakarta dan dapat menarik perhatian luas,” harap Miftahulloh.
Berikut wawancara selengkapnya dengan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Mochamad Miftahulloh Tamary, yang digabung dengan petikan perbincangan di ruang kerjanya selama hampir satu jam.
Dukungan dari pemerintah memang ada, namun dinilai belum cukup kuat untuk mengembalikan kejayaan seni Betawi. Minimnya ruang pertunjukan serta kurangnya regenerasi seniman muda juga memperparah kondisi ini.
Saatnya generasi muda menoleh ke akar budaya, Ondel-ondel bukan sekadar boneka besar yang menari, tapi simbol identitas dan kebanggaan masyarakat Betawi. Generasi muda perlu kembali menoleh ke akar budaya ini bukan untuk menolak modernitas, tapi agar tidak kehilangan jati diri. Bayangkan jika suatu hari nanti anak-anak Jakarta hanya mengenal ondel-ondel lewat emoji atau video TikTok lama. Betapa ironisnya bila simbol kebanggaan kota justru tinggal kenangan digital.
Jakarta boleh modern, tapi modernitas tanpa akar budaya ibarat gedung tinggi tanpa fondasi. Ondel-ondel bukan sekadar boneka besar, tapi cermin jiwa kota yang penuh semangat dan warna. Jika ia hilang, maka yang hilang bukan hanya kesenian melainkan sebagian dari jati diri Jakarta itu sendiri.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”




































































