• Hubungi Redaksi
  • Login
  • Register
Siaran Berita
Leaderboard Puteri Anak dan Puteri Remaja Banten 2025
  • Berita Utama
  • Ekonomi & Bisnis
  • Internasional
  • Nasional
  • Properti
  • SBTV
  • Lainnya
    • Gaya Hidup
    • Teknologi
    • Otomotif
    • English
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Pariwisata
    • Pendidikan
    • Product Review
    • Sorot
    • Sport
    • Event
    • Opini
    • Profil
Siaran Berita
  • Berita Utama
  • Ekonomi & Bisnis
  • Internasional
  • Nasional
  • Properti
  • SBTV
  • Lainnya
    • Gaya Hidup
    • Teknologi
    • Otomotif
    • English
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Pariwisata
    • Pendidikan
    • Product Review
    • Sorot
    • Sport
    • Event
    • Opini
    • Profil
No Result
View All Result
Siaran Berita
No Result
View All Result
Home Sorot

Membungkam Suara Mahasiswa: Antara Demokrasi dan Represi Negara

Redaksi by Redaksi
12 June 2025
in Sorot
A A
0
SURABAYA, INDONESIA - MARCH 24: Activists clash with Indonesian Police officers during a protest against the military law revision on March 24, 2025 in Surabaya, Indonesia. On March 20, Indonesia's House of Representatives passed a revision to military law, allowing military officers to serve in more government posts and take up civilian positions without resigning from the Indonesian National Armed Forces. This amendment has drawn criticism from civil society groups, who warn it could signal a return to the repressive New Order era under former President Soeharto, when military officers dominated civilian affairs.Critics argue that this change could lead to abuse of power, human rights violations, and political impunity for army personnel, reminiscent of the era under dictator Suharto, who stepped down in 1998. The timing is particularly significant as Indonesia is now led by President Prabowo Subianto, an ex-special forces general and former son-in-law of Suharto, who was inaugurated in October 2024. (Photo by Robertus Pudyanto/Getty Images)

SURABAYA, INDONESIA - MARCH 24: Activists clash with Indonesian Police officers during a protest against the military law revision on March 24, 2025 in Surabaya, Indonesia. On March 20, Indonesia's House of Representatives passed a revision to military law, allowing military officers to serve in more government posts and take up civilian positions without resigning from the Indonesian National Armed Forces. This amendment has drawn criticism from civil society groups, who warn it could signal a return to the repressive New Order era under former President Soeharto, when military officers dominated civilian affairs.Critics argue that this change could lead to abuse of power, human rights violations, and political impunity for army personnel, reminiscent of the era under dictator Suharto, who stepped down in 1998. The timing is particularly significant as Indonesia is now led by President Prabowo Subianto, an ex-special forces general and former son-in-law of Suharto, who was inaugurated in October 2024. (Photo by Robertus Pudyanto/Getty Images)

851
SHARES
1.2k
VIEWS

Tindakan represif aparat terhadap mahasiswa yang mengungkapkan pendapat kembali menyoroti ironi dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi justru tereduksi melalui intimidasi dan kekerasan. Kasus kriminalisasi terhadap peserta demonstrasi, seperti yang terjadi pada aksi May Day di Semarang, menunjukkan bahwa hukum seringkali digunakan sebagai alat untuk melindungi kekuasaan, bukan keadilan.

Mahasiswa yang berupaya menyampaikan aspirasi secara damai malah dijerat dengan berbagai pasal pidana, tanpa adanya proses hukum yang transparan. Tindakan semacam ini mencerminkan penyalahgunaan kewenangan dan kegagalan aparat dalam menjalankan tugasnya secara profesional. Kekerasan yang terekam dan tersebar di media sosial hanya memperburuk citra aparat di mata publik, sekaligus menegaskan bahwa supremasi sipil belum sepenuhnya diakui dalam praktik.

Meskipun demikian, kehadiran lembaga bantuan hukum dan semangat solidaritas sipil menjadi bukti bahwa masih ada kekuatan masyarakat yang melawan ketidakadilan. Namun, jika negara terus membiarkan kekerasan dan kriminalisasi ini terjadi, maka tatanan demokrasi akan terus terancam. Aparat seharusnya berfungsi sebagai pelindung, bukan sebagai musuh bagi rakyat yang bersuara.

Baca Juga

SEMMI

Kongres SEMMI SII di bubarkan

16 June 2025
dims.apnews 1

Negara Israel Meluncurkan Serangan Terhadap Iran

15 June 2025
IMG 20250501 WA0005

Aktivis Sumsel Irfan Nazori Soroti Carut Marut Dunia Pendidikan Palembang, Desak Wali Kota Ambil Tindakan Tegas

14 June 2025
1001798622 4abb6e7160df4c92fe7f1240167f065a 12 6 2025 18.08.19

Aliansi BEM Probolinggo Raya Gelar Aksi Kamisan Perdana, Ingatkan Pemerintah Daerah Soal Tambang

12 June 2025

Ketika Suara Disamakan dengan Kejahatan

3 1
SURABAYA, INDONESIA – MARCH 24: Activists hold banners during a protest against the military law revision on March 24, 2025 in Surabaya, Indonesia. On March 20, Indonesia’s House of Representatives passed a revision to military law, allowing military officers to serve in more government posts and take up civilian positions without resigning from the Indonesian National Armed Forces. This amendment has drawn criticism from civil society groups, who warn it could signal a return to the repressive New Order era under former President Soeharto, when military officers dominated civilian affairs.Critics argue that this change could lead to abuse of power, human rights violations, and political impunity for army personnel, reminiscent of the era under dictator Suharto, who stepped down in 1998. The timing is particularly significant as Indonesia is now led by President Prabowo Subianto, an ex-special forces general and former son-in-law of Suharto, who was inaugurated in October 2024. (Photo by Robertus Pudyanto/Getty Images)

Menetapkan enam mahasiswa sebagai tersangka hanya karena ikut demonstrasi jelas merupakan bentuk ketidakadilan. Mereka dijerat dengan pasal-pasal seperti Pasal 212 dan 170 KUHP yang kerap disebut sebagai “pasal karet” karena dapat menyetujui keinginan aparat. Padahal, tindakan yang mereka lakukan bertujuan untuk menyampaikan pendapat secara damai, sesuatu yang dijamin oleh hukum dan hak asasi manusia. Tuduhan bahwa mereka “melawan petugas” kerap kali digunakan tanpa bukti yang jelas, dan sangat rawan disalahgunakan untuk membungkam suara-suara kritis. Hal ini membuat masyarakat takut menyampaikan pendapat di ruang publik.

Kriminalisasi seperti ini tidak hanya merugikan mereka yang ditangkap, tetapi juga memberikan pesan buruk kepada masyarakat bahwa menyuarakan kebenaran dapat berujung pada hukuman penjara. Hal ini sangat berbahaya bagi masa depan demokrasi kita. Tindakan kriminal seharusnya dilihat sebagai bagian dari partisipasi warga negara, bukan sebagai ancaman bagi negara. Jika hukum terus digunakan sebagai alat pembungkaman, maka keadilan hanya akan berpihak pada mereka yang berkuasa. Negara seharusnya hadir untuk melindungi rakyatnya, bukan mengancam mereka yang bersuara.

Tindakan Kekerasan Aparat

1 6
SURABAYA, INDONESIA – MARCH 24: Activists clash with Indonesian Police officers during a protest against the military law revision on March 24, 2025 in Surabaya, Indonesia. On March 20, Indonesia’s House of Representatives passed a revision to military law, allowing military officers to serve in more government posts and take up civilian positions without resigning from the Indonesian National Armed Forces. This amendment has drawn criticism from civil society groups, who warn it could signal a return to the repressive New Order era under former President Soeharto, when military officers dominated civilian affairs.Critics argue that this change could lead to abuse of power, human rights violations, and political impunity for army personnel, reminiscent of the era under dictator Suharto, who stepped down in 1998. The timing is particularly significant as Indonesia is now led by President Prabowo Subianto, an ex-special forces general and former son-in-law of Suharto, who was inaugurated in October 2024. (Photo by Robertus Pudyanto/Getty Images)

Laporan tentang kekerasan fisik, penahanan yang sewenang-wenang, serta perundungan terhadap para peserta aksi dan jurnalis mahasiswa menyoroti rendahnya standar profesionalisme aparat. Seharusnya, tugas utama kepolisian adalah melindungi masyarakat, bukan menyebarkan rasa takut. Aksi pemukulan, penahanan di tempat yang tidak layak, serta penyitaan alat dokumentasi jelas menunjukkan adanya pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Bahkan, mahasiswa yang tidak melakukan perlawanan pun mengalami perlakuan kasar, yang mencerminkan kurangnya perbedaan dalam penanganan berdasarkan tindakan yang dilakukan.

Lebih mengkhawatirkan lagi, kekerasan tidak hanya ditujukan kepada peserta aksi, tetapi juga kepada jurnalis kampus yang sedang meliput peristiwa tersebut. Hal ini mencerminkan adanya upaya untuk membungkam dokumentasi publik, yang seharusnya berfungsi sebagai alat pengawasan masyarakat terhadap aparat negara. Ketika kekerasan dibiarkan tanpa pertanggungjawaban, pelanggaran hak asasi manusia akan terus berulang dan menjadi pola yang dianggap wajar dalam penanganan unjuk rasa. Keadaan ini menandakan adanya masalah sistemik dalam institusi kepolisian yang perlu segera diperbaiki secara menyeluruh, baik melalui reformasi hukum maupun peningkatan transparansi dan pengawasan publik.

Peran Lembaga Hukum dan Sipil

Enam mahasiswa yang terlibat dalam aksi May Day di Semarang pada 1 Mei 2025 ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melawan petugas. Mereka dikenakan dakwaan dengan Pasal 211, 212, 214, dan 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sebelumnya, 18 orang mengalami penangkapan, tetapi 4 di antara mereka telah dibebaskan karena tidak terbukti bersalah. Delapan orang yang lain dibebaskan secara bertahap, sementara enam orang masih terus ditahan hingga 2 Mei 2025. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang mendampingi mereka dari segi hukum dan berusaha untuk mendapatkan penangguhan penahanan. Peran lembaga hukum, seperti LBH Semarang dibutuhkan disini, lembaga tersebut berperan dalam melindungi hak-hak hukum peserta aksi.

Mereka memberikan bantuan hukum kepada mahasiswa yang dituduh, memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan hak asasi manusia. Dalam kasus ini, solidaritas sipil terlihat melalui upaya bersama untuk mendampingi mahasiswa yang ditangkap, mengadvokasi hak-hak mereka, dan menuntut akuntabilitas atas tindakan aparat yang dianggap melanggar hak asasi manusia. Gerakan solidaritas ini mencerminkan kekuatan masyarakat dalam mempertahankan demokrasi dan menuntut keadilan. Peristiwa ini menyoroti signifikansi peran lembaga hukum dan solidaritas sipil dalam menjaga hak-hak konstitusional warga negara demi membangun sistem hukum yang adil dan transparan.

Biodata penulis :

Adhini Tri Rahmawati, email: adhinitri@student.ub.ac.id

Alsya Aulia Fitriani, email: alsyaaulia162@student.ub.ac.id

Leaderboard Puteri Anak dan Puteri Remaja Banten 2025

Renita Naila Fajriah, email: nailatata2903@student.ub.ac.id

Zuhrynda Nawang Maharani, email: zuhryndanawangm@student.ub.ac.id

Nomer telepon yang dapat dihubungi: 082141240299

 

Share340Tweet213Share60Pin77SendShare
Leaderboard apa apa
Previous Post

Clay Art, Sekarang jadi hobi anak anak Gen Z untuk mengisi waktu luang

Next Post

Babinsa Serda TNI Dadang Sutisna Pimpin Gotong Royong Atasi Longsor di Ciramagirang

Redaksi

Redaksi

Related Posts

SEMMI

Kongres SEMMI SII di bubarkan

16 June 2025
dims.apnews 1

Negara Israel Meluncurkan Serangan Terhadap Iran

15 June 2025
IMG 20250501 WA0005

Aktivis Sumsel Irfan Nazori Soroti Carut Marut Dunia Pendidikan Palembang, Desak Wali Kota Ambil Tindakan Tegas

14 June 2025
1001798622 4abb6e7160df4c92fe7f1240167f065a 12 6 2025 18.08.19

Aliansi BEM Probolinggo Raya Gelar Aksi Kamisan Perdana, Ingatkan Pemerintah Daerah Soal Tambang

12 June 2025
Next Post
Babinsa

Babinsa Serda TNI Dadang Sutisna Pimpin Gotong Royong Atasi Longsor di Ciramagirang

Golden Age

Golden Age: Pentingnya Pendidikan Sejak Dini untuk Masa Depan Anak

FamilyMart

"FamilyMart, Surganya Makanan Cepat Saji yang Ramah Kantong"

Dadang Sutisna

Jejak Langkah Babinsa Serda Dadang Sutisna: Dari TNI untuk Masyarakat Desa Ciramagirang

Mahasiswa Kesejahteraan Sosial melakukan wawancara kepada pekerja sosial terkait penanganan PPKS di Medan 05/06/2025

Penanganan PPKS Lewat Rumah Perlindungan Sosial Kota Medan dan Peran Pekerja Sosial

Please login to join discussion
Rumah Prabu Half Page
Siaran Berita

Siaran Berita menghadirkan berbagai informasi terbaru dan terpercaya.

Follow Us

Square Media Wanita
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Cyber
  • Syarat & Ketentuan Tulisan
  • Syarat dan Ketentuan Penggunaan Website
  • Disclaimer

© 2023 SIaran Berita - Pres Rilis dan Berita

Welcome Back!

Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Google
OR

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Berita Utama
  • Ekonomi & Bisnis
  • Internasional
  • Nasional
  • Properti
  • SBTV
  • Lainnya
    • Gaya Hidup
    • Teknologi
    • Otomotif
    • English
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Pariwisata
    • Pendidikan
    • Product Review
    • Sorot
    • Sport
    • Event
    • Opini
    • Profil
  • Login
  • Sign Up

© 2023 SIaran Berita - Pres Rilis dan Berita