Sukoharjo – Fenomena post-truth yang semakin berkembang di era digital menjadi perhatian serius bagi banyak pihak. Dalam rangka menanggulangi dampak negatifnya, Lembaga Kajian Lintas Kultural (LKLK) menggelar Dialog Publik dan Temu Tokoh bertajuk “Mencegah dan Menanggulangi Post-Truth – Sebuah Transformasi Paradigma Baru dalam Bersosialisasi”. Acara ini akan berlangsung pada Jumat, 14 Februari 2025, pukul 13.00 – 17.00 WIB, bertempat di Ballroom Hotel Tosan Solobaru, Sukoharjo. Kegiatan ini diketuai oleh Fadhel Moubharok IF, SS, dengan Sofwan Faizal Sifyan selaku Direktur LKLK sebagai keynote speaker. Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber kompeten, di antaranya:
1. Ahmad Bintang Irianto – Kepala Detasemen Khusus 99 Satkornas Banser
2. Mohd. Adhe Bakti – Direktur Pusat Kajian dan Radikalisme (PAKAR) serta Pemerhati Cyber Army
3. Ahmad Hafidh – Wakil Ketua Umum MUI Kabupaten Sukoharjo
4. Ian Prasetyo – Jurnalis dan Pegiat Sosial Media
Diskusi akan dimoderatori oleh Tri Rohmadi, SH, MH Founder Marhenesa Law Official dengan 100 peserta dari kalangan muda pegiat media sosial se-Soloraya.
Post-Truth dan Tantangan Era Digital
Era digital membawa kemudahan dalam mengakses dan menyebarkan informasi, tetapi juga menimbulkan fenomena post-truth, di mana fakta objektif sering kali dikalahkan oleh emosi dan kepercayaan pribadi. Berita palsu (hoaks) dapat menyebar lebih cepat daripada informasi yang terverifikasi, terutama melalui media sosial. Bahkan, kemajuan teknologi telah memungkinkan pembuatan video palsu (deepfake) yang sangat meyakinkan. Dalam ranah politik, post-truth menjadi ancaman nyata. Hoaks politik yang tersebar luas dapat mengganggu stabilitas nasional, memicu polarisasi masyarakat, dan merusak kepercayaan terhadap institusi politik. Oleh karena itu, literasi informasi dan digital menjadi aspek penting dalam menangkal dampak negatif dari fenomena ini.
Membangun Kesadaran dan Literasi Digital
Melalui dialog ini, LKLK bertujuan untuk:
1. Meningkatkan kesadaran publik tentang bahaya post-truth dan cara menanggulanginya.
2. Membendung ujaran kebencian dan kekerasan di media sosial, yang dapat memicu konflik sosial akibat polarisasi politik.
3. Menghidupkan kembali semangat toleransi dan kebersamaan di tengah masyarakat yang mulai terpecah akibat maraknya disinformasi.
Kegiatan ini menjadi ruang diskusi bagi tokoh-tokoh lintas bidang untuk berbagi wawasan dan pengalaman dalam menangkal efek buruk post-truth. Diharapkan, peserta dapat menjadi agen perubahan dalam membangun kesadaran digital di komunitas masing-masing. Dengan adanya dialog ini, LKLK berupaya menghadirkan solusi konkret dalam menghadapi tantangan post-truth di era digital. Masyarakat perlu memiliki keterampilan dalam memilah informasi, memahami fakta secara kritis, serta membangun diskusi yang sehat di ruang publik.
“Post-truth bukan hanya persoalan akademik, tetapi juga masalah sosial yang mempengaruhi stabilitas bangsa. Kita perlu membangun budaya literasi informasi yang kuat agar masyarakat tidak mudah terjebak dalam hoaks dan propaganda digital,” ujar Sofwan Faizal Sifyan dalam pernyataannya. Acara ini diharapkan menjadi langkah awal dalam memperkuat literasi digital, meningkatkan kesadaran kritis, serta membangun ekosistem informasi yang sehat dan terpercaya di Indonesia.