Jayapura, Papua – Frasa “hutan adalah mama” seringkali terdengar di kalangan masyarakat adat Papua, khususnya dari para perempuan yang akrab disapa “Mama Papua”. Ungkapan ini bukan sekadar kiasan, melainkan cerminan dari hubungan yang sangat mendalam dan esensial antara masyarakat adat Papua dengan hutan. Bagi mereka, hutan bukan hanya sekadar kumpulan pohon, tetapi entitas hidup yang memberikan kehidupan dan identitas, layaknya seorang ibu kandung.
Sumber Kehidupan dan Mata Pencaharian
Bagi Mama Papua dan seluruh komunitas adat, hutan adalah penyedia utama segala kebutuhan hidup. Dari hutanlah mereka mendapatkan pangan berupa sagu, buah-buahan, umbi-umbian, hingga hasil buruan. Obat-obatan tradisional yang ampuh untuk menyembuhkan berbagai penyakit juga ditemukan dari kekayaan flora dan fauna hutan.
“Hutan itu sumber air bersih, tempat kami berkebun, mencari makanan,” ujar Mama Elisabeth, seorang perempuan adat dari suku Dani di Wamena. “Kalau hutan sakit, kami juga sakit. Anak-anak kami mau makan apa?”
Tak hanya itu, berbagai material untuk membangun rumah, membuat perahu, dan menghasilkan kerajinan tangan juga berasal dari hutan. Ketergantungan ini menjadikan hutan sebagai tulang punggung ekonomi dan keberlangsungan hidup mereka sehari-hari.
Pusat Pengetahuan dan Identitas Budaya
Lebih dari sekadar sumber daya alam, hutan adalah perpustakaan hidup bagi masyarakat adat Papua. Di dalamnya terkandung pengetahuan lokal yang diwariskan secara turun-temurun, mulai dari cara berburu, meramu obat, hingga memahami siklus alam. Setiap pohon, sungai, dan bukit memiliki cerita serta nilai spiritual yang membentuk identitas budaya mereka. Ritual adat, upacara penting, dan tradisi luhur seringkali dilaksanakan di dalam hutan. Hutan adalah ruang sakral yang menghubungkan mereka dengan leluhur dan alam semesta. Hilangnya hutan berarti hilangnya bagian integral dari identitas dan warisan budaya mereka.
Penjaga Ekologis dan Spiritual
Para Mama Papua memahami betul peran hutan sebagai penyeimbang ekosistem. Hutan yang lestari menjaga kualitas air, mencegah erosi, dan mengatur iklim mikro.
Mereka percaya bahwa ada roh-roh penjaga di dalam hutan yang harus dihormati. Oleh karena itu, praktik-praktik adat yang bijak, seperti tidak mengambil lebih dari yang dibutuhkan dan menjaga kebersihan hutan, telah menjadi bagian dari kearifan lokal mereka selama berabad-abad. “Hutan itu rumah kami, mama yang menjaga kami dari panas dan hujan,” kata Mama Agustina dari suku Asmat. “Kami harus menjaganya juga, karena kalau tidak, siapa yang akan menjaga kami?”
Melalui ungkapan “hutan adalah mama”, masyarakat Papua ingin menyampaikan pesan kuat tentang pentingnya merawat dan melindungi lingkungan. Ini adalah seruan untuk mengakui bahwa keberlanjutan hidup manusia sangat bergantung pada kelestarian alam, dan bahwa menghormati alam sama dengan menghormati kehidupan itu sendiri.