Jakarta – Di tengah hiruk-pikuk Ibu Kota, berdiri megah sebuah bangunan kolonial di Jalan Gajah Mada No. 111, Jakarta Barat. Dindingnya putih pualam, jendelanya tinggi dengan lengkungan klasik. Siapa sangka, di balik tembok itu tersimpan sejarah bangsa: jutaan dokumen yang merekam jejak Indonesia dari masa penjajahan hingga era digital.
Bangunan tua itu bukan museum biasa. Ia adalah saksi bisu perjalanan panjang bangsa ini. Gedung itulah cikal bakal Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) — sebuah lembaga yang tak hanya menyimpan kertas tua berdebu, tetapi juga menjaga memori kolektif negeri.
Jejak Sejarah dari Zaman Kolonial
Sejarah ANRI bermula sejak 28 Januari 1892, ketika pemerintah kolonial Belanda mendirikan Landsarchief, lembaga arsip resmi Hindia Belanda. Lembaga ini bertugas menyimpan dokumen administrasi pemerintahan kolonial yang terus bertambah volumenya. Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1950-an, pengelolaan arsip mulai diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Namun baru pada 1971, berdasarkan Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1971, dibentuklah Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) secara resmi sebagai lembaga mandiri.
Transformasi ANRI: Dari Rak Kayu ke Arsip Digital
Kini, lebih dari satu abad sejak pertama kali berdiri, ANRI telah berkembang pesat. Kantor pusatnya pindah ke Jl. Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan, dilengkapi ruang penyimpanan modern, laboratorium restorasi arsip, dan ruang baca publik. Tidak hanya menyimpan dokumen fisik, ANRI kini menjalankan program digitalisasi besar-besaran. Dengan dukungan teknologi dan kerja sama antar-lembaga, ANRI telah mendigitalisasi lebih dari 35.000 meter lari arsip, termasuk arsip dari kementerian/lembaga yang akan pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN).Melalui aplikasi SRIKANDI (Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi), masyarakat kini bisa mengakses dokumen secara daring. Tak perlu lagi membolak-balik dokumen tua; cukup sekali klik.
Di Balik Layar: Kerja Sunyi Para Arsiparis
Saat tim liputan kami menyambangi ANRI, tampak beberapa staf bekerja di ruang restorasi. Mereka mengenakan sarung tangan dan masker, dengan hati-hati membalik halaman arsip rapuh yang nyaris usang termakan waktu. Beberapa sedang memindai dokumen bersejarah ke komputer, memastikan warisan bangsa tak hilang ditelan zaman.
“Dokumen-dokumen ini adalah bukti sejarah yang tak tergantikan,” ujar Rina Oktaviani, salah satu arsiparis senior. “Kami tidak hanya menjaga kertas, tapi menjaga identitas bangsa.”
Menjaga Masa Lalu, Menyambut Masa Depan
Lantas, mengapa arsip begitu penting? ANRI bukan sekadar gudang penyimpanan. Arsip adalah sumber otentik sejarah, bukti hukum, dan dasar pengambilan kebijakan. Tanpa arsip, sejarah bisa hilang, manipulasi mudah terjadi, dan generasi muda kehilangan jejak warisan bangsanya.
Karena itulah, ANRI terus berinovasi. Tak hanya melayani akademisi dan peneliti, kini ANRI juga membuka diri pada masyarakat umum. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, gedung cagar budaya di Gajah Mada dijadikan tempat prewedding dan wisata edukasi sejarah.
Kesimpulan
Sejarah tak selalu ditulis dengan tinta emas. Kadang, ia disimpan diam-diam di balik lemari besi dan rak arsip. Namun lewat kerja senyap ANRI, sejarah itu tetap hidup — tak hanya untuk dikenang, tapi untuk dipelajari dan dijadikan pelajaran bagi masa depan.