Menjaga Warisan Leluhur: Kebudayaan Suku Baduy di Tengah Arus Modernisasi
“Ada sesuatu yang sangat menenangkan ketika menyadari bahwa di sudut Banten, masih ada masyarakat yang memilih hidup selaras dengan alam—bukan karena keterpaksaan, tapi karena keyakinan.”
Dua Komunitas, Satu Hati yang Menjaga Adat
Di tengah gegap gempita modernisasi, saya berkesempatan menyelami kehidupan masyarakat Baduy, suku adat yang menghuni wilayah pedalaman Kabupaten Lebak, Banten. Suku ini terbagi menjadi dua komunitas: Baduy Dalam dan Baduy Luar. Keduanya hidup dengan prinsip adat yang ketat, meskipun Baduy Luar kini mulai sedikit membuka diri terhadap dunia luar.
Namun yang mengagumkan bagi saya pribadi adalah bagaimana mereka menjaga jarak dari teknologi, bukan karena ketertinggalan, melainkan sebagai bentuk kesetiaan terhadap warisan leluhur.
Filosofi yang Hidup dalam Setiap Langkah
Kepercayaan mereka, Sunda Wiwitan, bukan hanya sistem spiritual, melainkan filosofi hidup. Mereka percaya pada keselarasan antara manusia dan alam. Konsep ini terasa seperti fase di tengah masyarakat kita yang semakin konsumtif dan tergesa-gesa.
Upacara Seba, yang dilakukan dengan berjalan kaki puluhan kilometer untuk menyerahkan hasil bumi kepada pemerintah, bukan sekadar tradisi. Bagi saya, ini adalah perwujudan penghormatan kepada kekuasaan dan bumi—dua kekuatan yang memberi hidup.
Saya membayangkan jika semangat penghormatan dan kesadaran ekologis Baduy ini diterapkan secara lebih luas, mungkin kita tak akan mengalami krisis iklim secepat sekarang.
Tenun, Anyaman, dan Rumah yang Bicara Nilai
Menginjakkan kaki di pemukiman Baduy serasa kembali ke masa lampau yang damai. Rumah-rumah panggung dari bambu berdiri tanpa paku, kokoh dalam kesederhanaan. Karya tangan mereka seperti kain tenun dan anyaman bambu bukan hanya produk ekonomi, tapi ekspresi budaya.
Saya sempat berbicara dengan seorang pengrajin tua di Baduy Luar. Ia berkata, “Kami menenun bukan hanya untuk dijual, tapi untuk menjaga doa dan cerita tetap hidup.” Kata-kata itu terpatri dalam hati saya. Di dunia yang serba cepat, Baduy mengingatkan kita bahwa tidak semua hal harus dikejar. Ada nilai dalam merawat dan menunggu.
Keteguhan yang Diancam Modernisasi
Sayangnya, ancaman terhadap budaya Baduy terus berdatangan. Teknologi, wisata massal, dan urbanisasi perlahan-lahan merangsek masuk. Meski mereka menolak listrik, sinyal ponsel kini menjangkau sebagian wilayah Baduy Luar. Anak-anak muda mulai tergoda untuk keluar dan “mengejar dunia”.
Saya tidak menyalahkan mereka. Tapi saya juga merasa khawatir—apa jadinya jika generasi penerus meninggalkan akar budaya yang begitu berharga ini?
Di sinilah kita, sebagai masyarakat luar, punya peran penting. Bukan untuk mengubah Baduy, tapi untuk mendukung mereka melestarikan jati dirinya tanpa eksploitasi.
Penutup: Mengapa Kita Harus Peduli
Menjaga kebudayaan Suku Baduy bukan hanya soal melindungi minoritas, tapi soal menjaga keberagaman dan kebijaksanaan lokal yang sangat kita butuhkan hari ini.
Di saat dunia tenggelam dalam kecemasan akan masa depan, suku ini mengajarkan kita satu hal mendasar: bahwa hidup sederhana, selaras, dan penuh rasa hormat terhadap alam bisa menjadi kunci kebahagiaan yang hakiki.
dari Baduy kita belajar bahwa bukan hanya dengan foto dan kenangan, tapi dengan pertanyaan yang terus mengusik: apakah kita, di kota besar, benar-benar lebih “maju”?
Referensi dan Bacaan Lanjutan:
1. Tradisi Seba Baduy – sukafakta.com
2. Kehidupan dan Tradisi Baduy – archipelagoid.com
3. Harmoni dengan Alam – bantenlife.com
Oleh: Deliana