Ni Made Puspaningsih: Menyalakan Arah, Menjadi Arti “Bukan Tentang Saya, Tapi Tentang Apa yang Bisa Saya Tinggalkan”
“Perempuan tidak harus berada di belakang. Ia bisa memimpin dengan hati, menyuarakan lewat aksi, dan memberi cahaya bahkan saat dunia meragukannya.”
Ni Made Puspaningsih tumbuh dari sebuah desa kecil yang sunyi di Bali bernama Desa Angantaka. Sebuah tempat yang tak banyak percaya bahwa pendidikan adalah jalan keluar, terlebih bagi seorang perempuan. Di sanalah Puspa, begitu ia akrab disapa, menumbuhkan keyakinannya sendiri: bahwa belajar bukan hanya tentang nilai, tapi tentang harapan.
Lingkungannya tidak selalu mendukung. Ia besar dalam suasana yang kerap meremehkan pentingnya pendidikan, bahkan dalam keluarga pun, tak jarang muncul cekcok dan ketidakharmonisan yang meninggalkan luka dan trauma. Tapi dari luka itulah ia belajar tentang daya tahan. Tentang bagaimana menjadi utuh, bahkan saat hidup tak selalu memberi ruang untuk tumbuh.
Dan ia tumbuh. Pelan-pelan, tapi dengan arah yang pasti.
Puspa menjadikan pendidikan sebagai tameng dan senjata. Keseimbangan antara akademik dan non-akademik selalu diusahakan olehnya. Selalu menjadi Juara 1 di kelas, Juara Umum 1 saat SMP secara berturut–turut, bahkan hingga SMA. Ia tak hanya belajar untuk dirinya, tapi juga memilih menjadi pengajar bagi banyak orang lain. Ia mengajar anak-anak di desa terpencil, membuka les privat, bahkan turun langsung mengajar bahasa Inggris di panti asuhan. Ia percaya, memberi ilmu bukan hanya soal mengisi kepala, tapi menyentuh dan bermanfaat untuk hidup orang lain.
Kecintaannya terhadap budaya Bali juga tumbuh kuat. Ia aktif melestarikan budaya melalui seni tari Bali dan drama gong tradisional sebagai bagian dari Sekehe Drama Gong “Desker Budaya” Banjar Kekeran, Angantaka, sebuah bentuk nyata dari semangatnya menjaga akar identitas Pulau Dewata di tengah gempuran zaman.
Sejak usia 20 tahun, Puspa bisa mandiri secara finansial, membangun penghasilannya dari hasil mengajar, menjadi MC, moderator, speaker, hingga juri di berbagai ajang perlombaan. Tapi meski sibuk di atas panggung, ia tetap membumi, karena baginya, inti dari semua ini bukan pencitraan, melainkan kontribusi.
Dengan rekam jejak panjang di dunia organisasi, Puspa telah berkali-kali dipercaya sebagai pemimpin. Mulai dari menjadi Ketua OSIS Angkatan pertama SMAN 2 Abiansemal selama 2 periode berturut–turut yang dipilih langsung oleh warga sekolah, Ketua Panitia Pemilihan Duta Pariwisata Provinsi Bali tahun 2024, hingga Ketua Fraksi Majapahit, fraksi terbesar saat ajang Parlemen Remaja Nasional tahun 2021, di mana ia membawa suara Bali di tingkat nasional. Semua pengalaman ini bukan hanya soal mengatur, tapi soal membentuk arah dan menjaga nilai.
Ia juga aktif sebagai relawan yang peduli pada alam dan ibu pertiwi. Dalam beberapa tahun terakhir, Puspa kerap mengikuti kegiatan pelestarian lingkungan seperti beach clean up, edukasi lingkungan, dan aksi penghijauan. Salah satu aksi nyata paling membanggakan adalah saat ia menginisiasi kegiatan penyulaman mangrove di Pulau Pudut, Nusa Dua, Bali pada 16 Juli 2025, yang melibatkan lebih dari 115 peserta. Kegiatan ini menjadi bagian dari kampanye Millennials Menginspirasi oleh Duta Inspirasi Indonesia, sekaligus menjadi bukti bahwa kepedulian lingkungan tak harus hanya berupa kata, tapi juga tindakan nyata.
Sebagai Duta Pariwisata sejak tahun 2023, Puspa juga konsisten mengangkat isu pelestarian dan promosi pariwisata berkelanjutan. Ia terlibat langsung dalam memperkenalkan budaya dan menjaga alam Bali lewat keterlibatan aktif di lapangan.
Duta Inspirasi Indonesia Batch 17 tahun 2025.
Mahasiswa Berprestasi Universitas Udayana.
Peraih medali emas dan silver tingkat nasional dalam bidang bahasa dan sains.
Pemimpin, pengajar, relawan budaya, dan perempuan yang memimpin dengan hati.
Namun di balik semua gelar dan piagam itu, ia menyimpan satu keyakinan sederhana: hidup bukan untuk jadi hebat, tapi untuk jadi manfaat. Ia tidak berusaha menjadi inspirasi dengan kata-kata, tapi dengan tindak nyata. Ia tidak hidup untuk disorot, tapi untuk berdampak.
“Kita tak harus sempurna untuk berguna. Cukup jadi pelita bagi yang butuh arah, cukup jadi langkah bagi yang ragu melangkah.”
Begitulah filosofi hidup yang Puspa bawa ke mana pun ia melangkah.
Puspa adalah cermin dari generasi muda yang tidak dibentuk dari kemewahan, tapi dari kesadaran. Bahwa siapa pun, dari mana pun, bisa memilih untuk menyala.
Jika kamu hari ini sedang ragu, merasa biasa-biasa saja, atau takut gagal, ingatlah kisah ini. Bahwa dari desa kecil, dari keluarga yang tak sempurna, dari ruang yang sempit sekalipun, seseorang bisa tumbuh menjadi terang, asal ia cukup berani untuk berjalan.
Karena selama kita masih punya satu langkah lagi untuk ditempuh…
kita masih bisa menyala untuk banyak hal.
“Saya tidak ingin dikenang sebagai seseorang yang hanya ‘pintar’, tapi juga bisa memberdayakan sekitar untuk bertumbuh lebih baik dan memberi dampak.”