Yogyakarta, 13 Juni 2025 – Setelah mencuri perhatian di Gala Premiere Jakarta dan menuai pujian dari forum internasional, film terbaru karya Garin Nugroho, “Nyanyi Sunyi Dalam Rantang”, memulai perjalanan roadshow nasionalnya dari jantung budaya Indonesia—Yogyakarta.
Diputar perdana di Empire XXI Yogyakarta dengan dihadiri oleh Walikota Yogyakarta, Bupati Gunung Kidul, Bupati Bantul, Sekda Daerah Istimewa Yogyakarta dan para pejabat lainnya, film ini menandai langkah awal dari rangkaian pemutaran keliling yang menyasar kota-kota strategis dalam agenda nasional antikorupsi. Yogyakarta dipilih bukan tanpa alasan. Kota ini bukan hanya latar syuting film, tetapi juga simbol perlawanan terhadap ketimpangan dan ketidakadilan sistemik. Di sinilah ruh gerakan antikorupsi dituangkan ke dalam narasi visual.

“Yogyakarta adalah tempat di mana suara-suara yang selama ini tersembunyi mulai terdengar. Kami ingin memulai perjalanan ini dari tempat suara itu pertama kali mengemuka,” ujar Garin Nugroho usai pemutaran film, Jumat (13/6).
“Nyanyi Sunyi Dalam Rantang” diangkat dari empat kisah nyata yang menggambarkan pergulatan individu melawan sistem yang timpang. Melalui karakter Puspa (diperankan Della Dartyan), film ini menyuarakan jeritan mereka yang terdampak kolusi kekuasaan dan korporasi, memperlihatkan bagaimana korupsi merampas bukan hanya uang negara, tetapi juga keadilan, tanah, dan nyawa manusia.

Setelah Yogyakarta, film ini akan menyapa penonton di Jayapura, Pekanbaru, dan Balikpapan—kota-kota yang menjadi fokus Stranas PK (Strategi Nasional Pencegahan Korupsi) untuk memperkuat sektor sumber daya alam, pelayanan publik, dan penegakan hukum.
Dukungan datang dari berbagai pihak, termasuk GIZ (kerja sama Indonesia-Jerman), CFPS (Corruption-Free Procurement in Forestry Sector), dan Tempo Media, memungkinkan film ini menjangkau ruang-ruang publik seperti kampus UGM. Kolaborasi lintas negara ini menunjukkan bahwa diplomasi pembangunan dan pendekatan budaya bisa bersinergi membangun keadilan yang lebih luas.
Ketua KPK Setyo Budianto dalam pernyataan tertulisnya menyampaikan bahwa film ini adalah pengingat kuat bahwa korupsi bukan sekadar hitungan angka.
“Korupsi adalah ketika nyawa, tanah, dan keadilan hilang. Film ini adalah ajakan untuk berpikir, bersikap, dan bertindak. Hukum harus hadir untuk seluruh warga negara, tanpa kecuali,” tegasnya.
“Nyanyi Sunyi Dalam Rantang” bukan sekadar tontonan. Ia adalah perlawanan sunyi yang kini mulai lantang.