Sebagai mahasiswa, saya merasa miris melihat bagaimana pendidikan di era sekarang perlahan kehilangan nilai kemanusiaannya. Banyak kasus terjadi: biaya pendidikan yang terus naik, ketidakadilan akses pendidikan bagi mereka yang kurang mampu, hingga maraknya kasus bullying dan kekerasan di sekolah yang seolah menjadi cerita rutin di berita.
Sekolah seharusnya menjadi ruang aman untuk tumbuh dan belajar, tetapi sering kali berubah menjadi beban mental. Tidak jarang siswa dan mahasiswa dipaksa mengejar angka-angka demi akreditasi sekolah atau kampus, hingga lupa pada makna pendidikan itu sendiri: membentuk manusia yang berakhlak baik, kritis, dan peduli sekitar.
Saya juga melihat bagaimana teknologi yang seharusnya mempermudah, justru kadang menjadi senjata untuk mematikan kreativitas, karena hanya dipakai untuk menyalin jawaban dan tugas tanpa pemahaman. Sementara itu, masih banyak siswa di pelosok yang tidak memiliki akses internet stabil, membuktikan ketimpangan pendidikan masih sangat lebar di negeri ini.
Kita tidak bisa terus diam. Pendidikan bukan hanya soal gedung mewah atau nilai sempurna, melainkan bagaimana membentuk manusia yang siap menghadapi kehidupan dengan jiwa yang sehat, akal yang kritis, dan hati yang peduli.
Mari kita perjuangkan pendidikan yang adil, manusiawi, dan bermakna, bukan hanya sekadar formalitas yang penuh tekanan. Karena masa depan bangsa ini ditentukan dari bagaimana kita mendidik generasi hari ini.
Realitas di lapangan menunjukkan bagaimana pendidikan kian mahal, menjadikannya seperti barang dagangan, bukan hak setiap anak bangsa. Dari biaya masuk sekolah, buku, seragam, hingga iuran lain yang kadang tidak jelas peruntukannya, semua menjadi beban bagi orang tua dan siswa. Ketika uang menjadi penentu kualitas pendidikan, maka mereka yang tidak mampu hanya bisa pasrah tertinggal.
Belum lagi adanya sistem pendidikan yang terlalu kaku dan seragam, seolah semua anak harus menempuh jalur yang sama, padahal setiap individu memiliki potensi dan minat yang berbeda. Sistem ranking dan ujian yang berlebihan kadang justru membunuh kreativitas, serta mematikan rasa percaya diri anak-anak yang tidak sesuai dengan standar nilai akademik.
Dalam situasi ini, guru sebenarnya berada di posisi terjepit. Di satu sisi, mereka ingin mendidik dengan hati, tapi di sisi lain tertekan oleh target administrasi, akreditasi, dan beban kurikulum yang menumpuk. Padahal sejatinya, pendidikan tidak hanya tentang transfer ilmu, tetapi juga membentuk karakter, nilai kemanusiaan, dan keberanian untuk berpikir kritis serta peduli terhadap sekitar.
Pendidikan di era sekarang membutuhkan perubahan cara pandang. Kita perlu berani mendesak pemerintah dan pemangku kebijakan agar fokus pada pemerataan akses pendidikan yang berkualitas, bukan sekadar proyek infrastruktur. Teknologi harus menjadi sarana pemberdayaan, bukan sekadar alat formalitas pembelajaran daring.
Kita juga sebagai mahasiswa dan generasi muda perlu mengambil peran, memulai dari diri sendiri untuk menjadikan pendidikan sebagai alat perbaikan diri dan masyarakat, bukan hanya untuk mengejar gelar atau gengsi akademik.
Karena pendidikan bukan hanya untuk hari ini, tetapi menentukan masa depan bangsa ini. Jika hari ini pendidikan hanya menjadi ladang bisnis dan tekanan, maka masa depan kita akan penuh ketimpangan dan hilangnya nilai kemanusiaan yang seharusnya menjadi dasar dalam mendidik.
#PendidikanManusiawi #SuaraMahasiswa #PendidikanUntukSemua