Hakikat Wewenang dan Dialektika Negara Hukum dalam Administrasi Pemerintahan
Dalam konstruksi negara hukum (rechtsstaat), administrasi negara memegang peran sentral sebagai instrumen pelaksana tujuan negara. Fondasi utama dari setiap tindakan pemerintah adalah wewenang, yang secara dogmatis dipahami sebagai kemampuan hukum yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat hukum. Namun, wewenang bukanlah entitas yang berdiri sendiri tanpa batas; setiap pemberian wewenang selalu inheren dengan maksud dan tujuan tertentu, yang secara teoretis menegaskan bahwa tidak ada wewenang yang bersifat mutlak atau hampa tujuan.1 Prinsip ini menjadi pembatas agar otoritas yang dimiliki pejabat tidak bergeser menjadi alat pemuasan kepentingan pribadi atau kelompok, melainkan tetap berada pada rel pelayanan publik yang berintegritas.
Penyalahgunaan wewenang dalam perspektif Hukum Administrasi Negara (HAN) muncul sebagai deviasi atau penyimpangan dari tujuan asal pemberian wewenang tersebut.2 Dalam realitas birokrasi, interaksi antara diskresi pejabat dan kepatuhan administratif sering kali melahirkan celah bagi terjadinya maladministrasi. Fenomena ini bukan sekadar pelanggaran prosedur formal, melainkan pengabaian terhadap substansi keadilan dan kemanfaatan yang seharusnya menjadi ruh dalam pelayanan publik.3 Oleh karena itu, mekanisme pengawasan menjadi urgensi mutlak guna memastikan bahwa setiap gerak langkah administrasi negara senantiasa selaras dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).4
Kerangka Yuridis Larangan Penyalahgunaan Wewenang di Indonesia
Sistem hukum Indonesia telah mengodifikasi larangan penyalahgunaan wewenang melalui berbagai instrumen regulasi yang saling mengunci. Fokus utama pengaturan ini adalah memberikan parameter yang jelas bagi pejabat pemerintahan mengenai batasan-batasan dalam pengambilan keputusan dan tindakan. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menjadi lex generalis yang mendefinisikan secara rigid bentuk-bentuk penyalahgunaan wewenang ke dalam tiga kategori utama:
Melampaui Wewenang (Exces de Pouvoir): Berdasarkan Pasal 18 ayat (2) huruf a, tindakan ini terjadi apabila keputusan atau tindakan dilakukan melewati masa jabatan, melampaui batas wilayah geografis berlakunya wewenang, atau secara substansial bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.4
Mencampuradukkan Wewenang (Detournement de Pouvoir): Sesuai Pasal 18 ayat (2) huruf b, kategori ini menitikberatkan pada penyimpangan tujuan. Pejabat mungkin memiliki wewenang secara formal, namun penggunaannya dialihkan untuk mencapai tujuan yang tidak selaras dengan mandat undang-undang, seperti mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan.7
Bertindak Sewenang-wenang (Willekeur): Merujuk pada Pasal 18 ayat (2) huruf c, tindakan ini mencakup penggunaan wewenang tanpa dasar hukum yang jelas atau dilakukan dengan mengabaikan prinsip kepatutan dan nalar hukum yang sehat, sehingga merugikan hak-hak masyarakat secara tidak proporsional.10
Pilar Pengawasan Internal: Peran dan Fungsi Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP)
Dalam arsitektur pengawasan administrasi negara, Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) diposisikan sebagai “benteng pertama” dalam mendeteksi dan mencegah penyimpangan. APIP, yang terdiri dari Inspektorat serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), memiliki tanggung jawab untuk mengawasi agar larangan penyalahgunaan wewenang dipatuhi oleh seluruh aparatur.13
Dikotomi Pengawasan Preventif dan Represif
Strategi pengawasan yang dijalankan mengadopsi pendekatan ganda. Pengawasan preventif merupakan langkah antisipatif yang dilakukan sebelum suatu tindakan dijalankan, melibatkan audit perencanaan dan reviu dokumen guna menutup celah maladministrasi.15 Sementara itu, pengawasan represif dilakukan setelah kegiatan selesai untuk menilai kepatuhan dan mendeteksi adanya kerugian negara.15 Dalam konteks otonomi daerah, pengawasan represif juga mencakup pembatalan peraturan daerah atau keputusan kepala daerah oleh otoritas yang lebih tinggi.20
Sinergi dan Koordinasi APIP dengan Aparat Penegak Hukum (APH)
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan mewajibkan koordinasi antara APH (Polisi dan Jaksa) dengan APIP sebelum memulai proses pidana terhadap pejabat.21 Proses ini biasanya dimulai dari laporan masyarakat yang diteruskan kepada APIP untuk audit internal.23 Jika ditemukan kesalahan administratif murni tanpa kerugian negara, penyelesaian dilakukan melalui sanksi disiplin internal. Namun, jika terdapat bukti niat jahat (mens rea) dan kerugian negara, perkara diserahkan kepada APH sebagai tindak pidana korupsi.26
Ombudsman Republik Indonesia: Pengawal Eksternal Pelayanan Publik
Sebagai lembaga independen, Ombudsman Republik Indonesia mengawasi pelayanan publik guna mencegah maladministrasi, yang mencakup perilaku melawan hukum, melampaui wewenang, kelalaian, hingga pengabaian kewajiban hukum.28
Analisis Tren dan Statistik Pengawasan 2023-2024
Data statistik menunjukkan dinamika yang signifikan dalam efektivitas penyelesaian laporan. Pada tahun 2023, Ombudsman menangani 26.461 keluhan masyarakat, di mana sekitar 40,38% terindikasi maladministrasi dengan 7.909 laporan berhasil diselesaikan.32 Memasuki tahun 2024, volume laporan yang masuk tercatat sebanyak 10.846 aduan. Meskipun jumlah laporan masuk lebih rendah dibandingkan total tahun sebelumnya, efektivitas penyelesaiannya meningkat pesat dengan 10.768 aduan berhasil diselesaikan atau ditutup.34
Pola pelanggaran masih menunjukkan konsistensi, di mana penundaan berlarut (undue delay) dan penyimpangan prosedur menjadi kategori tertinggi.36 Di tingkat lokal, seperti di Gorontalo, penyimpangan prosedur bahkan menyumbang angka signifikan sebesar 31% dari total laporan.37 Tren ini mendorong Ombudsman untuk terus memperkuat kerja sama dan memperluas jangkauan pengawasan kepada masyarakat.38
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam Menilai Wewenang
PTUN memiliki kompetensi khusus untuk menguji legalitas keputusan pejabat melalui permohonan penilaian unsur penyalahgunaan wewenang.8 Berdasarkan Perma Nomor 4 Tahun 2015, pemeriksaan dilakukan tanpa melalui proses dismissal dalam sidang terbuka untuk memberikan kepastian hukum secara cepat.41 Majelis hakim mengevaluasi bukti surat, keterangan saksi, ahli, hingga informasi elektronik untuk menentukan apakah suatu tindakan administratif sah atau merupakan penyalahgunaan otoritas.43
Standar Pelayanan Publik dan Mekanisme Pengaduan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 menetapkan bahwa setiap penyelenggara layanan wajib menyediakan sarana pengaduan yang mudah diakses, seperti telepon, SMS, website, email, hingga kotak pengaduan.46 Masyarakat memiliki hak untuk melapor paling lambat 30 hari sejak menerima layanan, dan penyelenggara wajib memberikan penyelesaian dalam jangka waktu maksimal 60 hari.48
Pemerintah juga telah mengintegrasikan kanal pengaduan melalui sistem nasional SP4N-LAPOR.50 Meskipun sistem ini memberikan kemudahan akses, efektivitasnya masih menghadapi tantangan seperti sosialisasi yang belum merata dan keterbatasan sumber daya manusia di beberapa daerah.53 Namun, perkembangan positif terlihat di beberapa wilayah seperti Jawa Timur, yang mencatat tingkat keberhasilan penanganan laporan yang sangat tinggi pada tahun 2024.21
Studi Kasus: Patologi Administrasi dalam Pelayanan Kependudukan
Kasus pemungutan liar (pungli) di Dispendukcapil Kabupaten Malang pada April 2024 menjadi potret nyata penyalahgunaan wewenang. Oknum pegawai melakukan transaksi ilegal sebesar Rp 150.000 untuk pengurusan KTP dan KK, serta menggunakan material KTP bekas untuk dicetak ulang demi keuntungan pribadi.57 Tindakan ini melanggar Pasal 79A dan 95B UU Nomor 24 Tahun 2013 yang menegaskan bahwa seluruh dokumen kependudukan harus diterbitkan tanpa biaya.57 Konsekuensi dari tindakan ini mencakup sanksi pidana penjara maksimal 6 tahun serta tindakan administratif berupa pemecatan oleh badan kepegawaian.57
Gradasi Sanksi Administratif bagi Pejabat Pemerintahan
Penegakan hukum administratif diatur secara berjenjang dalam Pasal 80 dan 81 UU 30/2014 guna memastikan akuntabilitas pejabat:
Sanksi Ringan: Diberikan untuk kesalahan prosedural ringan, berupa teguran lisan, tertulis, atau pernyataan tidak puas.8
Sanksi Sedang: Dikenakan jika terjadi pengabaian kewajiban layanan, meliputi pembayaran uang paksa, ganti rugi, hingga pemberhentian sementara dengan atau tanpa hak jabatan.59
Sanksi Berat: Dijatuhkan untuk penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara atau merusak lingkungan, berupa pemberhentian tetap dari jabatan.58
Tantangan Kontemporer dan Dinamika Pengawasan di Era Digital
Di masa kini, pengawasan menghadapi tantangan baru seperti krisis keamanan data nasional akibat serangan ransomware pada Pusat Data Nasional (PDN) di Juni 2024, yang memicu gugatan hukum karena dianggap sebagai kegagalan pejabat dalam melindungi data publik.63 Selain itu, penyimpangan masih ditemukan di sektor pendidikan melalui maladministrasi PPDB 2024 di Sumatera Selatan, serta tingginya laporan korupsi dana desa di Aceh sepanjang tahun 2024.64
Kesimpulan dan Rekomendasi Strategis
Pengawasan administrasi negara memerlukan sinergi yang kuat antara APIP, Ombudsman, PTUN, dan partisipasi aktif masyarakat. Pembeda utama antara pelanggaran administratif dan pidana korupsi terletak pada adanya niat jahat dan kerugian finansial negara.66 Penguatan independensi lembaga pengawas, optimalisasi platform digital pengaduan, serta peningkatan literasi hukum masyarakat menjadi kunci utama dalam mewujudkan pelayanan publik yang bersih, transparan, dan akuntabel sesuai amanat konstitusi.
Kategori: opini
@siaran-berita.com
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”










































































