Pendahuluan
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik memerlukan keseimbangan yang tepat antara kekuasaan pejabat publik dan tanggung jawab yang melekat. Kekuasaan yang tidak dikendalikan berpotensi disalahgunakan dan merugikan masyarakat. Dalam konteks ini, Hukum Administrasi Negara (HAN) hadir sebagai instrumen untuk membatasi, mengatur, dan mengawasi tindakan administrasi pemerintah agar hak-hak warga tetap terlindungi.
Sebagai negara hukum (rechtsstaat), Indonesia menegaskan bahwa setiap keputusan atau kebijakan pejabat publik harus berdasarkan ketentuan hukum yang jelas. Ketiadaan dasar hukum dapat menimbulkan ketidakpastian, melemahkan legitimasi pemerintah, dan membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan. Oleh sebab itu, pengendalian hukum bukan sekadar formalitas, tetapi kebutuhan fundamental dalam setiap aspek administrasi negara.
Kekuasaan Pemerintah dan Batasannya
Kekuasaan pemerintah adalah mandat rakyat untuk menjalankan fungsi negara, baik eksekutif maupun administratif. Kekuasaan ini tidak bersifat mutlak dan harus tunduk pada prinsip legalitas. Tanpa pengawasan yang efektif, kekuasaan dapat disalahgunakan, misalnya pemberian izin usaha untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, yang jelas merugikan kepentingan masyarakat luas.
Batasan hukum pada kekuasaan pemerintah bertujuan untuk menjamin kepastian hukum, mencegah penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir), dan menegakkan prinsip keadilan serta akuntabilitas birokrasi.
Contoh nyata:
1. Sengketa lahan di Jawa Barat: Warga menggugat keputusan pemerintah ke PTUN sesuai UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
2. Maladministrasi perizinan di Sulawesi Selatan: Ombudsman menindaklanjuti laporan warga terkait penundaan perizinan yang tidak jelas.
Mekanisme Hukum dalam Pengendalian Kekuasaan Pemerintah
1. Legalitas Tindakan Pemerintah
Setiap kebijakan administrasi harus memiliki dasar hukum yang sah. Prinsip legalitas memastikan pejabat publik bertindak sesuai prosedur hukum, bukan atas kepentingan pribadi. Contohnya, Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) termasuk pemberian izin usaha harus sesuai UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
2. Pengawasan Internal dan Eksternal
Pengawasan internal dilakukan oleh atasan langsung atau lembaga pengawas internal seperti Inspektorat Jenderal dan BPKP, untuk memastikan prosedur administrasi dijalankan dengan benar. Sementara pengawasan eksternal melibatkan legislatif, audit negara, dan partisipasi masyarakat. Contohnya, Ombudsman RI memproses laporan maladministrasi terkait penundaan perizinan atau keputusan yang tidak sesuai prosedur. Mekanisme ini mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan meningkatkan akuntabilitas pejabat publik.
3. Perlindungan Hukum bagi Warga Negara
Masyarakat memiliki hak untuk mengajukan keberatan atau gugatan jika merasa dirugikan oleh tindakan pemerintah. Misalnya, penggusuran tanah atau pemberian izin usaha yang tidak sah dapat digugat melalui PTUN sesuai UU No. 5 Tahun 1986. Mekanisme ini menegaskan posisi masyarakat sebagai pihak yang memiliki hak untuk mengawasi tindakan pemerintah secara legal.
4. Sanksi Administratif dan Yuridis
Pejabat publik yang melanggar aturan dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran, skorsing, atau pemberhentian tidak hormat. Jika tindakan tersebut memenuhi unsur pidana atau merugikan keuangan negara, pejabat bersangkutan dapat diproses secara yudisial. Contohnya, pejabat daerah yang memberikan izin usaha tanpa prosedur sah dapat dikenai sanksi administratif sekaligus pidana sesuai peraturan perundang-undangan.
Dampak Mekanisme Hukum terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan
Adanya mekanisme pengendalian hukum yang jelas menciptakan ekosistem pemerintahan yang tertib, transparan, dan akuntabel. Pejabat publik terdorong untuk bekerja secara profesional dan hati-hati, sementara masyarakat memperoleh kepastian atas hak-haknya. Hal ini secara otomatis memupuk kembali kepercayaan publik (public trust) terhadap pemerintah.
Lebih jauh, mekanisme ini menghadirkan harmoni antara kekuasaan negara dan hak sipil. Pemerintah tidak lagi memosisikan diri sebagai penguasa dominan, melainkan sebagai pelayan publik yang tunduk pada aturan main dan bertanggung jawab atas setiap dampak kebijakan.
Dampak konkret dari mekanisme hukum ini meliputi:
1. Profesionalisme Pejabat Publik: Adanya kontrol legal dan pengawasan berlapis mendorong pejabat publik mengambil keputusan secara hati-hati dan berbasis prosedur hukum.
2. Perlindungan Hak Warga: Masyarakat memiliki jaminan hukum atas hak-haknya, termasuk akses terhadap mekanisme keberatan administratif dan pengadilan jika terjadi maladministrasi.
3. Transparansi dan Akuntabilitas: Pemerintah harus bersikap terbuka mengenai setiap keputusan yang diambil dan bertanggung jawab secara administratif maupun yuridis jika terjadi penyimpangan.
4. Kepercayaan Publik: Kepastian hukum dan akuntabilitas memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, sehingga hubungan antara negara dan warga lebih harmonis.
Penutup
Pengendalian kekuasaan pemerintah melalui mekanisme hukum administrasi merupakan pilar utama negara hukum. Prinsip legalitas, pengawasan internal dan eksternal, perlindungan hak warga, serta ketegasan sanksi memastikan tindakan pemerintah tetap berpihak pada kepentingan umum. Pemahaman mendalam terhadap mekanisme ini penting bagi aparatur negara dan masyarakat agar tercipta tata kelola pemerintahan yang bersih, profesional, dan berkeadilan.
Daftar Pustaka
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
3. Ombudsman Republik Indonesia. (2023). Laporan Tahunan Maladministrasi.
4. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). (2022). Pedoman Pengawasan Pemerintahan Daerah.
5. Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Administrasi Negara Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2020.
Penulis: Dhiyaa Nabiila Launuru
Mahasiswi Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum, Universitas Pamulang
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”






































































