BANTEN – Di tengah derasnya arus digitalisasi yang mengubah wajah dunia, kreativitas dan inovasi kini menjadi mata uang paling berharga. Namun, kemajuan teknologi ini bak pisau bermata dua; di satu sisi membuka peluang ekonomi yang masif, namun di sisi lain membawa ancaman serius bagi para kreator dan privasi masyarakat.
Hal ini menjadi sorotan utama dalam pemikiran Dzikri Ramadhan, mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten, yang menekankan pentingnya sinergi antara perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan keamanan data pribadi.
Inovasi di Tengah Ancaman Pembajakan
Dalam pandangan para penulis, transformasi digital telah merombak total cara manusia berkomunikasi dan berproduksi. Ide dan karya intelektual kini memiliki nilai ekonomi yang fantastis. Di sinilah HKI yang mencakup hak cipta, paten, dan merek berperan vital sebagai benteng pertahanan.
“Negara memberikan hak eksklusif ini untuk menjaga orisinalitas dan memberikan kepastian hukum. Tanpa perlindungan ini, iklim inovasi bisa mati,” ungkap tulisan tersebut.
Namun, realitas di lapangan tak seindah teori. Era digital membawa tantangan berat berupa maraknya pembajakan daring dan pemalsuan merek yang semakin canggih. Pelanggaran paten pada produk teknologi kini bukan lagi hal asing. Kondisi ini menjadi alarm keras bahwa sistem hukum Indonesia harus berlari lebih cepat untuk mengejar ketertinggalan dari kemajuan teknologi itu sendiri.
Urgensi Privasi di Jagat Maya
Tak hanya soal karya, era digital juga memunculkan kekhawatiran baru: privasi. Saat ini, data pribadi adalah aset yang rawan disalahgunakan. Identitas, hobi, hingga aktivitas daring seseorang kerap dikumpulkan tanpa izin yang jelas, menjadikan masyarakat rentan terhadap eksploitasi.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dinilai sebagai angin segar. Regulasi ini menjadi tameng bagi warga negara di tengah gempuran pertukaran data lintas batas. Penulis menegaskan bahwa perlindungan data bukan sekadar soal hukum, melainkan soal etika dan martabat manusia.
Sinergi untuk Masa Depan Digital yang Etis
Poin menarik yang diangkat dalam artikel ini adalah bagaimana HKI dan privasi data sebenarnya saling melengkapi. Jika HKI melindungi hasil olah pikir otak manusia, maka UU PDP melindungi jati diri manusianya.
“Perlindungan yang kuat di kedua bidang ini adalah fondasi. Ini bukan hanya soal kepastian hukum, tapi soal menciptakan ekosistem digital yang adil, di mana inovasi bisa tumbuh subur tanpa mengorbankan keamanan data warganya,” jelas gagasan tersebut.
Untuk mewujudkan hal ini, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci. Pemerintah dituntut untuk terus memperbarui regulasi agar responsif, aparat hukum perlu meningkatkan kapasitas teknis, dan industri wajib menerapkan etika bisnis yang ketat.
Namun, benteng pertahanan terakhir tetap ada pada masyarakat itu sendiri. Literasi digital menjadi senjata utama agar setiap individu sadar akan hak-hak mereka, baik sebagai pencipta karya maupun sebagai pemilik data pribadi. Dengan sinergi ini, harapan akan tatanan masyarakat digital yang aman, inovatif, dan beretika bukanlah sekadar mimpi.
Artikel ini diolah dari esai karya Dzikri Ramadhan (UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten).
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”










































































