Setiap hari, tanpa kita sadari, sisa sisa makanan dari rumah tangga, restoran, hingga supermarket berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau dibuang begitu saja. Ironisnya, disisi lain masih banyak masyarakat yang berjuang mencari makanan untuk menyambung hidupnya. Fenomena ini bukan sekadar sindiran sosial, tetapi cerminan bagaimana buruknya cara kita memperlakukan pangan. Ketika makanan yang masih layak dikonsumsi berakhir di tempat sampah, sama saja kita membuang energi, air, tenaga kerja, dan sumber daya alam yang telah dikeluarkan untuk memproduksinya.
Food waste bukan sekedar persoalan makanan yang berakhir di tempat sampah, tetapi sebuah ancaman nyata bagi ketahanan pangan, lingkungan, dan stabilitas ekonomi di Indonesia. Apa yang tampak sederhana di meja makan ternyata menyimpan rantai persoalan yang jauh lebih kompleks.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Taufiq, Indonesia diperkirakan menghasilkan 23–48 juta ton limbah pangan per tahun dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat limbah pangan ini diperkirakan sebesar Rp 213–551 triliun per tahun, atau sekitar 4–5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini setara dengan limbah pangan rata-rata 115–184 kg per kapita per tahun.
Penelitian terbaru oleh Sholihah mengenai dampak Food Loss and Food Waste (FLW) di Indonesia menegaskan bahwa masalah ini bukan sekadar insiden tunggal, melainkan hasil dari interaksi kompleks empat penyebab utama: pola konsumsi masyarakat yang mubazir, inefisiensi dalam rantai pasokan pangan, pertumbuhan populasi, dan alih fungsi lahan pertanian. Hal ini menyebabkan terciptanya efek domino yang menghasilkan kerugian signifikan di tiga sektor utama yaitu lingkungan, ekonomi, dan sosial
Data-data diatas menjelaskan bahwa food waste di Indonesia bukan sekedar masalah rumah tangga biasa, melainkan persoalan nasional dengan dampak yang besar. Masalah food waste ini bersifat sistemik, karena masalah ini berasal dari berbagai kegagalan dan Kurangnya efektivitas yang terjadi di seluruh rantai pasok makanan, mulai dari hulu hingga hilir, yang mencangkup:
Kegagalan Hulu (Food Loss): Terjadi karena sistem pertanian dan distribusi yang belum optimal. Contohnya, standar kualitas produk yang terlalu ketat, fasilitas yang kurang memadai setelah panen, serta infrastruktur transportasi yang buruk, hal ini menyebabkan rusaknya produk sebelum sampai ketangan konsumen.
Kegagalan Hilir (Food Waste): Terjadi karena perilaku konsumen yang konsumtif, Promosi besar besaran, kebiasaan membeli pangan secara berlebih, pengolahan makanan tanpa perencanaan, porsi makan dan masak berlebihan, serta rendahnya pemanfaatan makanan sisa. Hal ini menyebakan terjadinya pemborosan pada tingkat rumah tangga dan konsumsi akhir.
Kebijakan dan Regulasi: Kurangnya regulasi yang mewajibkan menyaluran makanan yang layak konsumsi kepada orang yang membutuhkan, atau insentif yang minim bagi industri untuk mengolah sisa makanan menjadi produk sampingan (misalnya pakan ternak atau energi), yang memperparah penimbunan FLW.
Dampak Food Waste: Lingkungan, Ekonomi, Sosial, dan Ketahanan Pangan
Dampak dari food waste di Indonesia sangat luas dan signifikan yang mencangkup beberapa hal berikut:
Kerugian ekonomi besar: Sebesar Rp 213–551 triliun per tahun hilang sia-sia akibat Food Loss and Waste (FLW) merupakan angka yang tinggi, bukan hanya sebagai statistik ekonomi belaka, tetapi sebagai cerminan pemborosan sumber daya alam yang fundamental.
Ancaman terhadap ketahanan pangan dan keadilan sosial: Potensi makanan yang terbuang sia-sia (Food Loss and Waste, FLW) dapat mencukupi kebutuhan pangan antara 61 juta hingga 125 juta orang, secara tajam menyoroti FLW sebagai krisis etika dan ancaman serius terhadap ketahanan pangan nasional, alih-alih sekadar kerugian ekonomi.
Beban lingkungan dan kontribusi terhadap emisi gas rumah kaca (GRK): Limbah pangan juga menjadi penyumbang emisi, serta mempercepat degradasi lingkungan melalui limbah organik di TPA, pemborosan lahan dan air, serta penggunaan pupuk dan energi yang tidak efisien
Efek pada sistem pangan nasional: Ketika besar bagian produksi berakhir sebagai limbah, efisiensi dan produktivitas sistem pangan menurun. Ini berarti investasi dalam bentuk kerja, modal, lahan tidak memberikan hasil optimal demi pemenuhan pangan.
Solusi dan Rekomendasi
Dampak limbah makanan yang semakin besar membuat semua pihak harus ikut turun tangan dalam mengatasinya. Beberapa langkah yang dapat dilakukan yaitu:
Penerapan ekonomi sirkular dan pemanfaatan limbah pangan
Sisa pangan masih bisa diolah kembali menjadi sesuatu yang bermanfaat, seperti pakan ternak, pupuk organik, biofuel, atau bahan baku industri lainnya. Dengan cara ini, limbah makanan tidak langsung menjadi sampah, melainkan berubah menjadi produk yang memiliki nilai guna.
Perbaikan rantai pasok dan sistem distribusi pangan.
Banyak bahan pangan rusak sebelum sampai kepada konsumen karena penanganan pascapanen, penyimpanan, dan transportasi yang kurang baik. Peningkatan teknologi penyimpanan, pengemasan, serta sistem logistik akan membantu menekan angka kerusakan bahan makanan agar tidak terbuang sia-sia.
Edukasi pola konsumsi bijak bagi masyarakat
Masyarakat dapat mulai membiasakan diri membeli bahan makanan sesuai kebutuhan, mengolah ulang makanan sisa, serta memperhatikan tanggal kedaluwarsa sebelum membeli. Program literasi pangan, kampanye konsumsi cerdas, dan ajakan menghabiskan makanan dapat menjadi langkah sederhana namun berdampak besar.
Kebijakan publik dan regulasi pengendalian food waste
Pemerintah dapat mendorong pengurangan sampah makanan melalui peraturan resmi, insentif bagi industri yang menerapkan sistem zero waste, serta dukungan terhadap riset dan teknologi pengolahan limbah. Kampanye nasional tentang pentingnya menghargai pangan juga dapat memperkuat kesadaran publik.
Kolaborasi lintas sektor
Pengurangan food waste tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja. Rumah tangga, produsen, retailer, pemerintah, serta organisasi masyarakat perlu bekerja sama dari tahap produksi hingga konsumsi. Kolaborasi ini akan menciptakan sistem pengelolaan pangan yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Food Waste, Masalah Kita Semua
Angka 23–48 juta ton limbah pangan per tahun dan kerugian Rp 213–551 triliun bukan sekadar angka, tetapi alarm bagi kita semua, yang mengingatkan bahwa sistem pangan kita masih sangat rentan terhadap pemborosan. Food waste bukan hanya soal sisa makanan di piring, tetapi soal efisiensi sumber daya, keadilan sosial, dan keberlanjutan lingkungan.
Jika kita tidak segera bertindak lewat hal hal kecil yang yang kita lakukan sehati hari maka yang rugi diri kita sendiri, tetapi masa depan ketahanan pangan dan kelangsungan kehidupan di bumi ini.
Mengurangi food waste bukan sekadar pilihan, tetapi kebutuhan mendesak. Kita bisa mulai dari hal kecil: menyadari nilai tiap butir nasi yang kita makan, barang yang kita beli, dan pengelolaan limbah yang ada disekililing kita. Karena makanan yang kita buang hari ini, bisa berarti sangat jutaan orang diluar sana, dan masa depan yang lebih sehat untuk generasi mendatang.
Referensi
Immawan, T. 2024. Food waste in Indonesia: Assessing readiness for valorization. OPSI, Vo. 17(2), 370-387.
Sholihah, N. N. 2025. DAMPAK FOOD LOSS AND FOOD WASTE TERHADAP LINGKUNGAN, EKONOMI DAN SOSIAL STUDI KASUS: INDONESIA. Jurnal Multidisipliner Kapalamada, Vol. 4(03), 398-413.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”




































































