Dari remaja hingga dewasa, rak kamar mandi kini dipenuhi botol serum, toner, essence, hingga sheet mask. Media sosial juga dipenuhi jargon skin goals dengan wajah glowing tanpa cela. Fenomena booming skincare beberapa tahun terakhir memperlihatkan kesadaran baru akan pentingnya merawat diri. Tapi di sisi lain, muncul pertanyaan: apakah ini benar-benar bentuk self-care, atau hanya tekanan baru dari standar kecantikan yang terus bergeser?
Self-care dan Kesadaran Merawat Diri
Positifnya, tren skincare mendorong banyak orang lebih peduli pada kesehatan kulit. Tidak lagi sekadar mempercantik diri, perawatan kini dipahami sebagai bagian dari menjaga kesehatan, mencegah kerusakan, dan meningkatkan rasa percaya diri.
Bahkan, ritual skincare sering dianggap sebagai me time: momen kecil untuk berhenti sejenak dari rutinitas sibuk, sekaligus merawat diri secara fisik maupun emosional.
Tekanan Beauty Standard yang Halus
Namun, di balik narasi self-care, ada juga bayang-bayang standar kecantikan baru. Istilah skin goals dengan wajah glowing, mulus, dan cerah seringkali memberi tekanan tidak langsung. Mereka yang punya kulit berjerawat, kusam, atau berbeda dari standar jadi merasa tertinggal, meski kondisi kulit sehat itu beragam bentuknya.
Industri kecantikan juga memanfaatkan tren ini untuk mendorong konsumsi. Alih-alih fokus pada kebutuhan kulit, banyak orang akhirnya membeli produk demi mengejar citra ideal di media sosial.
Antara Self-love dan Konsumerisme
Fenomena skincare booming memperlihatkan tarik-menarik antara dua hal: kesadaran self-love dan jebakan konsumerisme. Skincare bisa menjadi cara sehat merawat diri, tapi jika dijalani karena tekanan sosial, maka esensinya bergeser menjadi tuntutan eksternal.
Menuju Definisi Cantik yang Lebih Sehat
Yang terpenting adalah menyadari bahwa setiap orang punya kondisi kulit unik, sehingga perawatan harus sesuai kebutuhan, bukan sekadar mengikuti tren. Dengan cara ini, skincare bisa kembali pada makna aslinya: perawatan diri yang personal, bukan sekadar proyek pencitraan.
Kesimpulan
Fenomena skin goals dan skincare booming adalah refleksi zaman: ada kesadaran baru untuk merawat diri, tapi juga ada tekanan standar kecantikan yang lebih halus.
Kuncinya ada pada keseimbangan—memahami skincare sebagai bentuk self-care yang tulus, bukan sebagai perlombaan memenuhi definisi cantik ala media sosial.
Penulis: Enjelin Amanda Dewi
Sumber gambar: canva.com
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”