Pendahuluan
Perjanjian perdagangan internasional merupakan perjanjian dalam bentuk tertentu yang diatur oleh hukum internasional, dibuat secara tertulis, untuk meningkatkan akses pasar, serta melindungi hak dan kewajiban nasional. Umumnya, perjanjian perdagangan internasional mengatur mengenai reciprocal tariffs atau pengenaan tarif timbal balik antar pihak yang menandatangani perjanjian CITATION Las24 \l 1033 (Lasut, Mamonto, Siregar, & Lie, 2024). Reciprocal tariffs muncul sebagai suatu bentuk kebijakan negara dalam menghadapi ketidakseimbangan dunia perdagangan internasional, praktik dagang yang tidak adil, serta proteksi perekonomian dari negara tersebut. Indonesia menjadi salah satu negara berkembang yang terlibat aktif dalam perdagangan global, tidak terlepas dari praktik reciprocal tariffs ini.
Kebijakan reciprocal tariffs umumnya memiliki tujuan untuk memperbaiki dan menciptakan keadilan dalam hubungan dagang bilateral dengan cara memberlakukan tarif yang setara dengan tarif yang dikenakan oleh negara mitra dagang. Dalam dunia perekonomian dan perdagangan internasional, kebijakan ini dapat menjadi suatu alat yang bisa melindungi industri dalam negeri, sekaligus dapat memberikan dampak baik terhadap daya tarik investasi, baik investasi domestik maupun asing. Oleh karena itu, perlu untuk mengkaji lebih dalam bagaimana kebijakan ini mempengaruhi iklim investasi di Indonesia secara menyeluruh.
Kajian ini bertujuan untuk membahas dampak penerapan reciprocal tariffs sebagai strategi dagang terhadap daya tarik investasi di Indonesia, dengan mengidentifikasi potensi manfaat, risiko, dan dinamika sektoral yang muncul sebagai dampak dari kebijakan tersebut.
Pembahasan
Reciprocal tariffs merupakan kebijakan yang memungkinkan suatu negara untuk memberikan tarif impor dengan nominal yang setara terhadap negara mitra dagang, yang memberlakukan tarif atas produk mereka. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menyeimbangkan perlakuan dagang antar negara yang bekerja sama serta mencegah praktik yang dianggap tidak adil oleh kedua belah pihak CITATION Pan20 \l 1033 (Pangestuti, 2020). Dalam konteks perdagangan internasional, kebijakan ini sering kali digunakan dalam negosiasi atau sebagai alat pembalasan dalam konflik dagang. Indonesia menunjukkan kecenderungan untuk menerapkan pendekatan reciprocal tariffs dalam beberapa hubungan perdagangan, terutama ketika negara merasa dirugikan oleh kebijakan tarif yang diberlakukan oleh negara mitra dagang terhadap komoditas ekspornya. Salah satu contoh yang dapat disorot yaitu kasus tarif yang dikenakan Uni Eropa terhadap produk kelapa sawit asal Indonesia. Kebijakan tarif ini dinilai diskriminatif dan merugikan kepentingan ekonomi Indonesia.
Kebijakan reciprocal tariffs dapat menjadi pelindung bagi produsen dalam negeri dari persaingan yang tidak seimbang. Peningkatan harga produk impor karena tarif yang dibebankan menjadikan produk lokal menjadi lebih kompetitif di pasar. Menurut Krisyanti (2020), situasi ini dapat menarik investor domestik maupun asing untuk berinvestasi pada sektor-sektor yang lebih menjanjikan. Adanya kebijakan reciprocal tariffs ini juga dapat memperkuat posisi Indonesia dalam negosiasi perdagangan. Dengan penerapan kebijakan ini, akan menciptakan kesan bahwa Indonesia memiliki kebijakan dagang yang adil dan tegas, poin ini menjadi sesuatu yang dapat menarik investor yang melihat dari sisi kepastian hukum dan komitmen terhadap persaingan yang sehat. Tarif yang dibebankan terhadap barang jadi impor mendorong investasi pada industri hilir dan manufaktur dalam negeri. Contoh nyata yang terjadi jika tarif tinggi dibebankan pada produk baja jadi, maka perusahaan mungkin tergerak untuk membangun pabrik baja di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan domestik dan menghindari tarif.
Selain dampak positif, kebijakan ini juga memberikan dampak negatif. Salah satu tantangan utama dari penerapan kebijakan reciprocal tariffs yaitu ketidakpastian yang muncul akibat tindakan ini, yang mengakibatkan turunnya minat investor terhadap negara tersebut. Investor cenderung akan menghindari negara dengan iklim kebijakan yang berubah-ubah, khususnya yang dipengaruhi oleh ketegangan politik internasional CITATION Sin19 \l 1033 (Sinaga, 2019). Ketika kebijakan reciprocal tariffs dipakai sebagai alat diplomasi, hal ini akan memunculkan persepsi bahwa lingkungan investasi negara tersebut sangat tidak stabil dan dapat terpengaruh oleh kondisi politik kedepannya. Dampak lain dari penerapan kebijakan ini yaitu kemungkinan pemberian balasan yang serupa dari negara mitra dagang yang terkena tarif balasan dari Indonesia. Kondisi ini dapat menjadi pukulan keras bagi sektor ekspor strategis Indonesia seperti tekstil, dan produk-produk elektronik. Penurunan kinerja ekspor yang massive akan berdampak pada profitabilitas perusahaan dan menurunkan minat investor.
Keterkaitan ekonomi antar negara di dunia menjadikan tindakan maupun kebijakan yang diputuskan oleh suatu negara akan mempengaruhi negara lain pula. Apabila suatu negara menerapkan reciprocal tariffs pada negara lain, maka kemungkinan besar negara tersebut akan menerapkan kebijakan serupa, atau dapat dikatakan perang dagang. Sektor industri Indonesia masih bergantung pada bahan baku impor. Ketika tarif diterapkan pada bahan baku dari negara tertentu, biaya produksi meningkat. Ini mengurangi margin keuntungan dan membuat Indonesia kurang kompetitif sebagai basis manufaktur di Asia Tenggara. Dampak pada manufaktur memiliki dua sisi. Di satu sisi, mereka dilindungi dari impor barang jadi, namun di sisi lain, mereka terkena biaya produksi yang semakin tinggi karena pajak tidak langsung pada bahan baku. Investasi akan cenderung ke sektor di mana bahan baku dapat dengan mudah diperoleh di dalam negeri. Tarif balasan dapat mendorong negara lain untuk membatasi impor produk pertanian Indonesia. Ini dapat mengganggu pasar ekspor dan menghalangi investor dari sektor tersebut. Ekonomi ini sangat bergantung pada komponen impor. Menerapkan tarif pada elektronik atau suku cadangnya bisa berdampak negatif pada pengembangan sektor ini dan mengurangi minat investor asing seperti perusahaan Jepang, Korea, dan China.
Pengalaman perang dagang AS-China jelas menunjukkan bahwa kebijakan reciprocal tariffs dapat menyebabkan ketidakpastian dalam ekonomi global CITATION Sad14 \l 1033 (Sadiaa, 2014). Menurut Bank Dunia, ketegangan global dalam konflik perdagangan dari 2018 hingga 2019 menyebabkan penurunan Investasi Langsung Asing (FDI) sebesar 15% di seluruh dunia CITATION Lak20 \l 1033 (Laksono & Simanjuntak, 2020). Indonesia, dalam konteks rantai pasokan global, terdampak oleh penurunan FDI di sektor elektronik dan tekstil. Laporan lebih lanjut oleh Bank Indonesia (2021) juga menunjukkan bahwa stabilitas kebijakan perdagangan adalah salah satu faktor terpenting dalam pengambilan keputusan investasi. Ketika pemerintah mengambil sikap proteksionis yang terbuka, ada kecenderungan bagi para investor untuk berpindah ke negara-negara dengan kebijakan liberal yang lebih stabil seperti Vietnam atau Malaysia.
Kesimpulan
Kebijakan reciprocal tariffs memiliki potensi untuk meningkatkan daya saing industri domestik sekaligus memperkuat posisi tawar Indonesia dalam perdagangan internasional. Di sisi lain, kebijakan ini juga menghadapkan risiko signifikan terhadap iklim investasi terutama dalam hal ketidakpastian, kemungkinan balas dendam, dan peningkatan biaya produksi. Dampaknya pada industri strategis yang kritis seperti manufaktur, pertanian, dan teknologi menunjukkan bahwa kebijakan ini harus didekati dengan sangat hati-hati dan selektif. Oleh karena itu, untuk mempertahankan daya saing dan meningkatkan minat investor untuk memilih berinvestasi di Indonesia, perlu adanya peran dari pemerintah dalam menyeimbangkan pertumbuhan perekonomian dan industri dalam negeri, memajukan aktivitas hilir dalam konteks industri, dan melakukan perbaikan infrastruktur pendukung dengan mengimplementasikan reciprocal tariffs. Disamping itu, negara Indonesia juga perlu untuk tetap menjaga komitmen pada kerja sama perdagangan internasional yang dijalin antar negara untuk menunjukkan stabilitas kebijakan ekonomi negara dalam jangka panjang.
Penulis: Hasiani Dame Uli (14030123140234), mahasiswa Administrasi Bisnis Universitas Diponegoro
Referensi
BIBLIOGRAPHY Indonesia, B. (2021). Kajian Stabilitas Keuangan. Jakarta: Bank Indonesia.
Kristiyani, C. T. (2020). Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika.
Laksono, V., & Simanjuntak, T. R. (2020). Dampak Perang Dagang Amerika Serikat-Cina Terhadap Pertumbuhan Investasi Asing di Vietnam Tahun 2018-2019. Jurnal Penelitian Sosial, 9(2), 102-112.
Lasut, F., Mamonto, Y., Siregar, M., & Lie, Y. (2024). Analisa Perjanjian Perdagangan Internasional, Seperti Perjanjian Perdagangan Bebas, Perjanjian Perdagangan Bilateral Menurut Hukum di Indonesia. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora, 4(2), 107-112.
Pangestuti, D. C. (2020). Manajemen Keuangan Internasional. Yogyakarta: Deepublish.
Sadiaa, M. J. (2014). The Oxford Handbook of The International Relations of Asia. London: Oxford University Press.
Sinaga, F. (2019). Efektivitas Retaliasi WTO Sebagai Upaya Hukum Indonesia Terkait Implementasi Delegated Act Red II Oleh Uni Eropa. Law Pro Justitia, 5(1), 51-61.